Indonesia
Tak Nyaman Lagi bagi Koruptor
Indonesia pasca reformasi
adalah yang lebih anti korupsi,
Indonesia adalah semangkin keras
dan gigih bertarung
melawan
koruptor.
Kita sangat
menolak jika pesimis dalam agenda
pemberantasan korupsi, janganlah
kita menafikan
bahwa korupsi masih menjadi satu-satunya permasalahn
utama bangsa
ini.
Tiap hari kita di suguhkan
kasus-kasus korupsi yang
terus menyita perhatian, yang tidak
pernah berhenti.
Pemebritaan demikian
tentu adalah penting sebgai
Wujud kebebasan pers,
sekaligus control, dan pengamat,
bahwa upaya pemberantasan korupsi makin
jauh dari
selesai.
Tetapi apa
benar kita tidak
ada perubahan bahkan
mundur
dalam pemberantasan korupsi?
Kita harus
tetap optimis, jangan sampai
pesimis,
di dalam pemebrantasan
korupsi, itu adalah keputusasaan.
Padahal didalam kita
melaksanakan upaya
pemberantasan
korupsi tidak
dan jangan sampai
putus asa, karena
pesismis
dan putus asa
adalah musuh yang
harus
kita taklukan
dalam memberantas korupsi.
Justru melihat kasus
korupsi yang terus hadir
sislih
berganti, tidak harus
di lihat
dari bad news, sebab
good
newsnya berarti upaya
pemberantasan korupsi,
telah berhasil, mengungkap kasus-kasus
yang sebelumnya
berada
di ruang gelap.
Dulu tidak ada
pejabat tinggi exskutip gubernur,
bupati,
walikota yang di
jerat oleh kasus korupsi. Di legislatip
puluhan anggota DPR
dan ratusan anggota DPRD
sedang
dan menjalani proses
hukum kasus korupsi.
Demikian juga
di yudikatip, jaksa, Polisi,
advokat,
korator telah tertangkap tangan
kausus suap korupsi.
Bad news bahwa,
menurut perhitungan ICW
dalam 10
tahun
terakhir ada 629 kasus korupsi,
jumlah tersangka
1328 orang, kerugian Rp. 5,29
triliun.
Indonesia dengan KPKnya dengan ICWnya dan control
public yang semangkin
kuat. Jadi di Indonesia Koruptor
sudah
tidak nyaman lagi.
Good newsnya, upaya pemberantasan
korupsi telah
menghasilkan iklim
takut bagi pejabat
tinggi di
negeri
ini, sehingga cenderung
koruptor lebih
memilih untuk
bersembunyi di luar
negeri.
Di era dahulu, istri
seorang pejabat tinggi
Negara,
tidak perlu lari keluar
negeri untuk menghindar dari
kasus korupsi, mereka cukup tinggal
di kediamanya
tidak
akan berani petugas
yang akan menyentuhnya.
Misalnya, bagi
seorang Nazarudin sebagai
bendahara
partai yang
sedang berkuasa, jabatan yang
sangat
strategis sekali, tak aka nada dalam
pikiranya, akan
lari keluar
negeri. Karena kalau di era
dahulu tak
akan
ada yang berani menyentuh Nazarudin.
Tapi sekarang pejabat tinggi Negara, selalu dan
sering kali jika
terkait kasus, segera berupaya
lari
ke luar
negeri, mencari tempat bersembunyi,
karena
hanya bersembunyi
di luar negeri
mereka aman.
Mengapa demikian?
Jawab cukup singkat, karena
pemberantasan
korupsi di Indonesia tidak jalan
di tempat.
Pertama, Indonesia pasca
reformasi lebih demokrasi,
karena
Negara yang demokrasi adalah negara yang
lebih antikorupsi, korupsi itu
akan lebih subur
Pada Negara yang
otoriter, Negara yang demokrasi
adalah lebih transparan, akuntabel, partispatip itu menuju
good governance.
Kedua, regulasi anti
korupsi kita terus
membaik,
undang-undang anti
korupsi terus di perbaiki,
juga
telah di
laksanakanya harmonisasi dengan
konvensi
antikorupsi PBB.
Rancangan
Undang-undang anti korupsi yang terakhir,
memang menjadi
sorotan public, dari semua
golongan
ikut dalam
hal ini. Hal ini
justru menunjukan bahwa
perbedaan adalah khas demokrasi,
dan ini sangat
tabu
di era otoriter.
Selain Undang-undang Anti
korupsi, undang-undang KPK,
undang-undang pencucian uang, undang-undang
perlindungan
saksi dan korban, undang-undang
keterbukaan
public.
Ketiga, institusi di era pasca
reformasi lebih lengkap
dan berdaya, KPK, pengadilan
Tipikor, pusat pengkajian
analisis dan
tarnsparsi keuangan, komisi informasi,
lembaga perlindungan
saksi dan korban, serta
,mahkamah
konstitusi, inilah lembaga
kunci yang berupaya
dalam permberantasan korupsi.
Keempat, pers , pasca
reformasi lebih terbuka, dan
elemen vital dalam upaya pemberantasan korupsi,
pemberitaan
yang terus hadir
ini membuat kita
sadar,
bahwa korupsi itu
masih terus dan
harus di berantas.
Kelima, partispasi public dalam
agenda pemberantasan
korupsi
jelas lebih tinggi
di banding era
otoriter,
control dari masyarakat, misalnya, ICW, pusat kajian
anti korupsi UGM dan
berbagai LSM yang
ada di
Indonesia, jelas memiliki kontribusi
yang signifikan
dalam mengefektipakn pemberantasan
korupsi.