ADAT ISTIADAT
PERKAWINAN PALEMBANG
Disusun Oleh : M Kamil
Fakultas : Hukum
Bidang Study : Antropologi Budaya
NPM : 11.11.0089
Semester :
Genap(dua)
Tahun Ajaran
2012
Palembang.
i.
Kata Pengantar.
Syukur Alham dulillah saya sampaikan
kehadirat Allah, bahwa tugas ini dapat
saya selesaikan dengan baik.
Adapun tugas ini adalah sebuah amanat
dari dosen kami pada bidang Study Antropologi Budaya. Di perguruan Tinggi Taman
Siswa Palembang.
Dengan sangat senang dan bahagia saya
dapat menerima tugas ini, sehingga saya juga
dapat mengetahui bagaimana sesungguhnya adat istiadat perkawinan
Palembang.
Maka
atas petunjuk dan saran Dosen kami, maka kami mengusulkan sebuah judul
untuk tugas ini adalah “ADAT
ISTIADAT PERKAWINAN PALEMBANG”
Hal ini kami sampaikan dalam bentuk tulisan, suatu hasil dari dialog
dan dan wawancara dengan nara sumber yang ada di kota Palembang, yaitu dari
tokoh masarakat dan pencinta budaya di Palembang. Mereka adalah Muslim Abdullah
(tokoh masarakat dan mantan anggota DPRD kota Palembang priode tahun
1999-2004). Jhon Jufri (pencinta budaya Palembang). Cek Mat (pecinta budaya
Palembang). Ana Komari (budayawati)
Demikian semoga karya tulis ini dapat
berguna hendaknya, dan allah meredhoi kita semua .Amin.
Palembnag,
Penulis
ii.
DAFTAR
ISI
Hlm.
Kata
Pengantar…………………………. ….. ii.
Daftar
Isi…………………………………………. Iii.
1. Pendahuluan…………………………………….. .4
2.Bagian Pertama.
Adat
seebelum di adakan pernikahan……………
5-10
3.Bagian Dua.
Adapt upacara
perkawinan…………………. ….. 11-16
4.Bagian Tga.
Adat setelah
perkawinan…………………… ….. 16-18.
5.Bagian Empat
Menetap
setelah menikah …………………………… 19.
6.Bagian Lima
Kesimpulan
………………………………………… 20.
iii.
PENDAHULUAN
Berkat kebesaran Allah semata sehingga saya
dapat melaksanakan tugas ini, apabila tanpa ridhonya maka pekerjaan saya tidak
akan berarti apa-apa.
Bicara tentang adat istiadat perkawinan, yaitu lebih khsuus
bicara tentang perkawinan yang ada di Palembang.
Meskipun sesungguhnya sudah banyak ragam dan
bentuk yang ada pada saat ini, namun yang akan kami sampaikan ini adalah juga
merupakan penuturan dari beberapa sumber yang telah kami terima, hal ini juga
kami peroleh dengan cara dialog dan wawancara, pada nar sumber yang kami jumpai.
Pada bagian pertama kami bicarakan tentang adapt
sebelum upacara pernikahan, dipadukan atau juga di jodohkan, karena di era
itu tidak ada itu istilah pacaran, yang
ada hanyalah di jodohkan atau juga di padukan oleh kedua orang tua calon
penganten tersebut.
Untuk selanjutanya kami bicarakan mengenai
Madik, madik yaitu adalah bentuk perudungi dari pihak laki-laki terhadap
keluarga pihak perempuan, yaitu suatu perundingan kedua belah pihak. Juga
termasuk didalamnya adalah nyenggung
Berikutnya mengenai tentang Melamar, yaitu
setelah madik selesai dan tidak ada masalah maka di lanjutkan pada urusan
Melamar atau juga nuku, itu pembicaraan kelanjutna dari hasil Madik tersebut.
Dilanjutkan dengan berasan, juga di lanjutkan dengan mutus kato. Dan juga
mengantarkan mas kawin.
Pada bagian ini adalah adat pernikahannya, adalah mengenai Nikah, untuk melaksanakan akad
nikah ini, itu di laksanakan pada rumah pihak laki-laki yang hanya diwakili
oleh wali perempuan saja. Selanjutnya dilakukan ngarak pasar
Selanjutnya bicara tentang Ngulami, itu
maksudnya pihak mempelai perempuan dating
menjemput pihak laki-laki dengan arak-arakan, untuk menuju kerumah
perempuan.
Pada
bagian keenam adalah Munggah, pihak perempuan dan laki datang dengan
menggunakan pakaain
kain dan kebaya bagi perempuan, untuk menhadiri munggah tersebut.
Selanjutnya
diadakan adat setelah pernikahan nya, Suap-suapan, ini dilakukan oleh tokoh
masarakat pada kedua mempelai, juga di lakukan oleh keluarga laki-laki maupun
juga dari keluarga perempuan.
Setelah selesai dari acara suap-suapan itu
maka sehabis doa dan dilakukan oleh
ulama setempat, maka dilanjutkan dengan Ngobeng atau lebih dikenal dengan lebih
besaji, atau sekarang di kenal dengan sebutan resepsi pernikahan.
Untuk malam berikutnya di adakan acara lagi yaitu Ningkuk atau nagater bangking,
suatu acara yang dilakukan pada malam hari, yang mengikuti acara ini adalah
hanyalah pemuda dan pemudi saja, yang ada di lingkungan terdekat.
Pada hari Senen itu dilakukan acara perayaan
atau Tunjung Tenga Kambang, namun yang hadir itu hayalah perempuan saja,
terutama hanya sebagian besar adalah ibu-ibu saja yang mengikuti acara ini.
Juga ngale Turon juga dilanjutkan dengan
mandi simburan, yaitu mandi simburan yang di mulai oleh kedua penganten.
Pada bagian berikutnya adalah mengenai
Penganten baean atau juga di namakan malam penganten, disusul dengan acara
berikutnya adalah syukuran, untuk
berikutnya di laksanakan juga nyanjoke penganten, berikutnya adalah
melaksanakan penganten tandang.
Bagian akhir adalah adalah adat menetap bagi
penganten, maka penganten di anjurkan untuk menetap pada pihak keluarga
perempuan.
4.
Bagian Pertama.
Adat Sebelum Diadakan Pernikahan
1.Di Padukan
Sudah jadi adat di wilayah Palembang dan Sumatera Selatan pada umumnya,
pada zaman itu khusus warga asli keturunan
Palembang.
Untuk
adapt istiadat Palembang, tidak ada yang namanya itu masa pacaran, tetapi
mereka dipadukan atau juga di jodohkan.
Itu di padukan oleh orang tua
laki-laki dan juga orang tua perempuan, biasanya orang tua laki-laki mendekati
orang tua perempuan, untuk memadukan anak laki-lakinya dengan keluarga
perempuan.
Sehingga disaat itu terjadilah
perundingan antara orang tua laki-laki dan juga orang tuanya perempuan,
pembicaraan mereka untuk memusawarahkan tentang perjodohan anak mereka, karena
mereka anak yang akan di jodohkan itu biasanya sudah sangat di kenal keluarga
mereka.
Satu sama lain sudah saling
mengetahui tentang keluarga
masing-masing, terutama keluarga laki-laki, sudah sangat kenal sejak kecil
tentang perempuan yang akan di nikahkan dengan anaknya.
2.Madik.
Setelah merasa cocok dan menilai
baik terhadap keluarga perempuan tersebut, maka pihak keluarga laki-laki
mengutus utusan untuk menilai calon yang akan dipilih. Setelah di padukan tadi,
karena sang bujang suda merasa cocok untuk memilih sang gadis, maka ia meminta
orang tuanya untuk lebih mengetahui tentang calon istrinya itu, ia meminta
orang tuanya untuk mengentahuinya.
Orang tua laki-laki-laki melakukan
Madik, madik itu adalah suatu proses penyelidikan yang di lakukan keluarga
laki-laki untuk mengetahui tentang perempuan. Mulai di seliridiki tentang
keadaanya, sipatnya juga kepandaiannya perempuan atau gadis juga tentang
keluarganya. Misalnya cantikah dia, sopankah dia, pandaikah dia memasak ,juga
dalam mengatur rumah tangga, mengaji .
Untuk ini biasanya keluarga
laki-laki mengutus seorang perempuan atau
Wanita,
yang tentu saja dipercaya untuk berkunjung kerumah calon wanita. Ini disebut
sebagai kepalak Rasan.
Menurut adapt
Palembang, salah sarat pertama adalah wanita yang dipilih adalah pandai
bertenun, karena bertenun bukan hanya sekedar adapt tetapi merupakan dapat menghasilkan. Karena
bertenun juga merupakan adapt dalam warga Palembang.Bila gadis sudah pantas
untuk nikah biasanya ia mulai sudah di didik untuk pandai membuat tenun.
Untuk melaksanakan kegiatan tenun
itu ia mulai dari pagi hari hingga menjelang siang, hingga menjelang sholat
Zuhur. Kepandaian ini merupakan salah penilaian yang dilakukan oleh utusan yang
dipercayakan untuk memilih gadis tersebut.
Penyidikan ini dilakukan tentu saja secara
diam-diam, itu di lakukan pada saat berkunjung , ia bertugas untuk mengamati
tingkah laku gadis. Utusan (kongkonan) datang justru di saat sedang adanya
kegiatan tenun di rumah sang gadis.
Pada saat utusan datang ia tetap saja bertenun, sedangkan
orang utusan berbincang-bincang dengan orang tua perempuan. Di Saat di nilai
pembicaraan itu sudah lama, maka gadis yang sedang menenun itu akan berhenti
sesaat, ia lalu menyajikan minuman, juga bersamaan dengan penganan(makanan ringanya). Ada
kebisaan orang Palembang yaitu semonya(malu-malu), sehingga minuman dan
hidangan itu akan lama sekali di makan. Juga sigadis tak boleh cepat untuk
segera menghidangkan makanan dan minuman, karena kalau cepat akan justru
dinilai maknanya adalah dinilai tidak sopan”atau dinilai agar cepat pulang.”
5.
Selama gadis mempersiapkan minuman dan
penganan, kongkonan(pemadik) mulai menilai, ia berjalan di sekeliling ruangan.
Secara diam-diam pemadik akan menggesekan kakinya di lantai, untuk mengetahui
apakah lantainya berdebu, juga memperhatikan susunan dan penataan perabot di
ruangan, juga dinilai cara gadis menghidangkan makanan dan minuman .
Bukan hanya demikian tetapi juga selanjutnya
Pemadik menilai hasil tenunan , yaitu
dengan cara mendekati Gedokan (alat untuk tenun dan kain tenun hasil tenunan)
dan dayan (kain tenun yang sedang diabuat) sambil diraba untuk merasakan apakah
tenunan itu padat atau tidak, juga tentang motifnya rapi atau tidak.
Untuk melengkapi madiknya, kongkonan akan bertanya “motif kembang apa ini
?” Maka biasanya itu dijawab langsung oleh gadis karena memang ia memahami ragam
hias songket yang sedang dia buat itu.Hasilnya dari kunjungan ini akan di
laporkan pada orang tua laki-laki (bujang), untuk biasanya akan ada kunjungan
kedua atau kunjungan yang ketiga.
3.Nyenggung Rasan.
Bila hasil kunjungan dari pemadik ini terkesan maka akan di
lanjutkan dengan nyenggung rasan, itu juga dari kelanjutan dari Madik tersebut .
hala ini biasanya disebut dengan rasan tuo, yaitu proses percodohan. Tetapi
berarti laki-laki tinggal menerima namun ia juga berhak untuk menerima atau
juga menolaknya. Perjodohan ini juga berdaarkan
persetujuan.
Seementara itu perempuan juga memiliki hak
untuk menerima dan menolak perjodohan ini. Ia juga memiliki hak untuk menilai
laki-laki (bujang) calon suaminya itu. Ini kadang dikenal dengan arti nginte
selo bide(mengintip disela-sela tirai).
Bide (tirai) itu depan tenggalang(batas
antara keruang tengah) tidak terbuka begitu saja bagian ini tidak berdinding papan
tetapi bagian bawah setinggi 100 cm, bagian atas terdapat bide atai kisi-kisi
yang dipasang kerang-kerang, untuk jndelanya di pasang bide (tirai).
Seorang
gadis akan menilai lewat kerang-kerang ini, ia melakukan penilaian
disaat ia lewat rumahnya, maka gadis akan nginte lewat bide. Penampilan si
bujang akan jadi perhatian gadis, juga
bagaimana caranya berpakaian, berjalan dan juga sikapnya.
Juga penilaian di lakukan pada sore atau juga
akan mejelang mahgrib atau akan menjelang
sholat jumat. Gadis duduk dip agar tenggalang sambil ngilis parenting(memutar-mutar tanggai penggulung benang tenun). Itu benag emas atau
juga benang lain untuk menenun. Lewat kerang-kerang itu akan terlihat dengan
jelas, sementara orang diluar tidak dapat melihatnya.
Penilaian lainya oleh gadis dengan nginte
aktivitas, itu usai sholat Isya,apakah ia ikut pelatihan pencak, pengajian atau
ia hanya bersenang-senang. Maka langkah berikutnya akan terlihat hasilnya,
gadis akan war-war,”diam saja itu berarti Ya” artinya gadis menerima rasan tuo
hasil dari Madik tersebut.
Untuk selanutnya akan datang kepalak rasan
tuo dengan dating untuk berasan, itu penyampaiannya akan disampaikan dengan
basa-basi”akan kami sampaikan dulu dengan yang bersangkutan.
4. Nyenggung.
Pada saat nyinggung , itu kepalak rasan
mengenakan pakaian adapt yaitu baju kurung biru dang kudung serendak. Berikutnya
kepala rasan akan dating dengan membawa
tenong yang berisi buah-buah untuk diserahkan pada orang tua gadis.
Pada saat sudah sampai di rumah gadis, mereka
memberi salam, untuk itu kerudung
serendak ditetapkan dimuara
lawang(pintu rumah). Kepala rasa akan menemui orang tua
Keluarga
gadis lalu biasanya dalam pembicaraan
ini akan tersusun suatu perbincangan. Itu
6.
perbincangan
kepala rasan dengan orang tua gadis, dengan mengunakan kata-kata kiasan,
biasanya kepala rasan akan berkata;
“kulo niki ayun betaken mak pundit
Kembang mawar dihalaman, napi
Sampun disinggung uwong. Kalu
Direng wenten wong nying-gungnyo
Kulo saos ayung nyenggungnyo”
Pada saat itu , orng tua gadis akan maklum
bahwa yang di katakana kembang adalah anak gadis dan kedatangan kepala rasan
untuk merasani anak gadisnya.
Apaabila orang tua gadis, yaitu anak gadisnya
telah ada yang menyenggung, maka putuslah rasan
sampai disini,jika anak gadis belum disenggung yang maksudnya belum
bertunangan, maka kepala rasan akan bertanya, bagaimana kalau anak gadis ada
mau menyenggung, apaakh orang tuanya menerima. Maka pembicaraan akan berlanjut,
orang tua gadis akan bertanya siapa yang akan menyenggung, anak siapa, dari
guguk mana, apakah pekerjaannya bujang yang akan menyenggung anak gadisnya.
Setelah orang tua gadis berkenan dengan calon tunangan anak gadisnya, lalu ibu
sang gadis akan berkata bahwa rasan ini akan di rundinkan dulu dengan orang tua
laki-laki gadis dan juga seluruh keluarganya. Bila pihak keluarga gadis sepakat
dari hasil perundingan, kemudian keluarga bujang akan di beri kabar, dan
dipersilahkan untuk dating nuku atau
melamar.
5.Nuku atau Melamar.
Pada saat sudah ada waktu yang telah
di tentukan akan dating kepala rasan dengan beberapa orang wanita kerumah orang
tua gadis. Biasanya rombongan akan dating dengan membawa beberapa buah tenong
yang berisi bahan mentah, seperti gula, gandum, susu atau terkadang ada yang membawa penganan lainya. Disaat di
rumah gadis mereka akan di sambut oleh keluarga-keluarga dekat, wak,bibik, dan
kerabat dekat lainya.
Untuk juru biacara dari keluarga gadis, ditunjuk
seorang yang dianggap cakap untuk mewakili dari keluarga gadis tersebut. Ini
disaat kedatangan Nuku atau Melamar. Disaat nuku atau melamar itu akan ada
dialog dengan pantun misalnya sebagai berikut:
Keluarga
Gadis :
Harum baunya minyak
kesturi
Dipakai putri dipagi hari,
Wahai sanak yang bijak bestari,
Apoke tujuan dating kemari
Keluarga
Bujang:
“Harum baunya sibunga tanjung,
Harum semerbak diwaktu pagi,
Maksud hati dating kenari,
Untuk mempersunting si jantung hati.
Keluarga
Gadis:
“manis rasonya sikembang tahu
Buatan uwong 7 ulu,
Kalu boleh kami nak tahu,
Gadis mano yang nak di tuju,
Keluarga
Bujang;
“jantung ati bernama Cek ayu,
Putri peruju anak Cek Nacik,
Nak dipersunting sebagai menantu,
Anak kami bernamo Amancik.
7.
Keluarga
Gadis :
“Taman sari di jero puri,
Kembangnyo harum tiada terperi,
Kalu benar demikian peri,
Kami sambut sepuluh jari.
Keluarga
Bujang:
“Kalau sudah masak nasi,
Jangan lupo lauk pauknyo,
Kami aturkan terima kasih,
Atas penerimaan dan sambutanyo.
Bila berbalas pantun ini selesai ,
maka kepala rasan akan menghadap pada ibunya gadis lalu biasanya akan bicara
dalam bahasa Palembang halus.(bebaso).
Kulo niki ayun betaken,
Kepada ibok calon penganten,
Mak pundi urean di jaman bingen,
Waktu ibok jadi penganten.
Ibu gadis
akan menjawab:
“Kulo niki bukan uwong bepangkat,
Bukan pulo turunan sunan,
Kulo disung adapt berangkat,
Dengan sonket tujuh turunan.
Orang tua
laki-laki (ayah) gadis akan menambahkan:
“kulo mak niku kulopun neser,
Segalo gegawan sampun dipetoken,
Adapt istiadat namo bekeser,
Kepada Cek Natjik nak diceriosken.
Pada saat pantun ini Kepalak rasa
bertanya kepada ibu gadis, menurut adapt, apa yang diberikan oleh orang tua
ayah gadis kepadanya ketika menikah dulu.sesuai dengan adapt berangkat, maka
itu pulalah yang harus diberikan keluarga Bujang kepada gadis calon nya.
Adat Palembang mengenal adanya
empat cara mengangkat adapt perkawinan
yaitu :
- Adapt berangkat tigo turun
yang artinya, ibu bujang memberi ibu gadis selembar selendang yang disebut selendang tretes mider,
selembar baju kurung yang disebut baju kurung angkinah dan
selembar kain sonket yang disebut kain sonket cukitan.
- adapt berangkat duo penyenang
yaitu pemberian ibu bujang berupa dua lembar selendang tretes mider, selembar baju
kurung angkinah dan selembar songket cukitan.
- adapt mudo berangkat,
pemberian ibu bujang berupa selembar
selendang
tretes nider, selembar baju kurung angkinah dan selembar kain songket
cukitan.
- adapt tebas dan buntel kadut
yang berarti pemberiannya hanya
kain, baju yang dianggap pantas saja.
Maka
selanjutnya pertanyaan kepalak rasan akan dijawab ibu gadis
Dengan
menguraikan berupa apa saja gegawaan(pemberian) waktu dia menikah dulu. Setelah
semuanya dimengerti,dengan santun rombongan pamit dan berjanji akan dating
lagi.
6.Berasan.
Setelah nuku(melamar), tahapan adapt
sesudahnya adalah berasan atau berunding, berasan dilakukan beberapa hari
setelah nuku atau melamar . Saat berasan, yang dating kerumah orang tua gadis
adalak kepalak rasan berserta dengan rombongan. Mereka datang dengan gegawaan berupa lima buah tenong yang berisi
gula, susu dan buah-buah.
8.
Adat berasan adalah membicarakan
pintakan(permintaan) orang tua gadis. Apabila
orang tua Bujang telah siap dengan apa
yang diminta orang tua gadis, maka kepala rasan akan mengatakanya secara
halus. Dengan mengatakan kesanggupan memenuhi permintaan orang tua Gadis. Maka
itu artinya tidak ada masalah bagi kedua belah pihak. Tetapi jika orang tua
Bujang belum siap untuk memenuhi permintaan
yang diajukan keluarga Gadis. Maka itu tidak semua dikabulkan , bahkan
sering juga terjadi permintaan itu
semua di tebus(itu diganti dengan nilai uang. Ini mereka menyebutnya istilah
buntel kadut.
Pada saat berasan itu merupakan
suatu penentuan apakah itu akan jadi atau tidak, untuk Bujang mendapatkan gadis
idamanya. Jika orang tua gadis tidak berkenan
dengan apa yang diberikan, atau mereka
tidak bersedia merubah adapt berangkat dengan buntel kadut, maka rasan
ini akan berakhir dengan kata-kata ,”
anak kucing dalam karung, kalu jodoh tidakan urung.”
Itu artinya jika urung atau batal, maka itu
artinya belum jodoh. Jika itu menemukan kata sepakat, maka urusan keluarga
Bujang akan meneruskan tahapan berasan
menuju pada adapt mutus kato.
7.Mutus Kato.
Mutus
kato maksudnya adalah kata-kata penentuan apakah pemberian kepada calaon
pengantin perempuan, sesuai dengan yang
telah disepakati waktu berasan. Berupa
apakah mas kawinya, berapa jumlah uang asapnya, berapa hidangan pengiringnya,
tanggal dan bulan berapa pernikahan akan dilangsungkan.
Disaat upacara mutus kato inilah semuanya
akan ditentukan, dari mulai mas kawinnya berapa suku emas, seberapa besar
jumlah uang asapnya, songketnya berapa turun dan gegawaannya berapa lusin.
Apabila tahapan adapt sebelumnya, kepala
rasan hanya didampingi kaum perempuan,
disaat mutus kato kepala rasan membawa rombongan yang jumlahnya lebih banyak
dari tahapan adapt sebelumnya. Rombongan ini terdiri dari rombongan perempuan
dan juga rombongan laki-laki dan juga di dampingi oleh kepala desa, kepala
kampong, lurah setempat. Juga ahli adapt (tetua-tetua adapt). Namun ,
pembicaraan tetap di lakukan oleh kaum perempuan. Sementara kepala kampong
mencatat apa yang telah menjadi keputusan. Baik berupa pemberian maupun tanggal
pernikahan.
Pada waktu dating mutus kato, keluarga Bujang membawa tenong sejumlah 7 (tujuh) buah yang berisi bahan mentah, buah-buahan serta seperangkat
pakaian. Tenong tersebut akan di isi oleh keluarga Gadis dengan beraneka masakan yang telah mereka
persiapkan untuk hari itu. Pada umumnya berupa makanan masak
seperti kue maksuba, bolu lapis,engkak ketan, srikayo ketan,kue delapan jam dan
laksan atau tekwan, atau makanan masak lainya.
Disaat mutus kato ,disamping
gegawaan berupa bahan mentah dan seperangkat pakaian yang dinamakan peningset (sebagai tanda pengikat atau pertunangan)
kadang kala mereka membawa pula sebentuk cincin.
Diwaktu mutus kato ini, Gadis hadir
ditengah-tengah rombongan, maka sesuai dengan adapt, Gadis disarankan untuk
menemui orang tua Bujang, itu melakukan salaman kasap. Dikala Gadis sujudan
pada setiap anggota rombongan dan orang tua Bujang inilah, kepadanya akan
diberikan uang kasap. Uang yang diberikan dari anggota keluarga Bujang. Sebelum
menuju kerumah Gadis, rombongan anggota keluarga Bujang sudah di bekali uang, untuk
salaman kasap tersebut.
Acara mutus kato akan di akhiri dengan
pembacaan doa selamat yang dipimpin oleh
pemuka agama.
8.Nganter Mas Kawin.
Selanjutnya adalah adapt untuk nganter
masa kawin dapat dilakukan seminggu sebelum hari pernikahan, dapat juga
dilakukan saat menjelang akad nikah atau dihari munggah.
9.
Ngantar mas kawin merupakan tata cara
adapt suku Palembang, yaitu mengantarkan
mas kawin. Disebut juga antar-antaran
atau gegawaan. Mas kawin berupa emas murni yang jumlah sukunya tergantung dari
kesepakatan saat mutus kato, uang asap (dipergunakan untuk masak hidangan saat
pesta perkawinan, adapt berangkat yang
terdiri dari songket tujuh turunan atau ada pula yang tiga turun serta sandang
lainya. Disamping gegawaan berupa bahan sandang, ada pula gegawaan berupa bahan
pangan berupa “isi toko”, seperti susu, mentega, gula, kecap, minyak samin dan
lain-lain. Menurut adapt isi took minimal berupa satu lusin hidangan, maksimal
4 lusin hidangan.
Gegawaan di letakan di atas nampan-nampan
beralaskan kain batik dan dihias. Uang
asap akan dihitung dihadapan sanak keluarga dan kerabat yang hadir.
Orang yang dipercaya untuk menyerahkan mas
kawin adalah wakil dari ibu Bujang , dan yang menerimanya wakil dari ibu Gadis. |Mas kawin ini lalu
diserhakan pada ibu Gadis. Telah menjadi adapt pula pada waktu nganter mas
kawin , ibu bujang tidak diperbolehkan untuk hadir, peran ibu cukup diwakilkan
pada perempuan yang telah mereka percayakan.
10.
Bagian Kedua.
Adat Upacara Perkawinan
1. Akad Nikah.
Selanjutnya adapt upacara perkawinan,
maka acara yang penting dan sacral
adalah akad nikah. Hal yang umum dilakukan adalah pelaksanaan akad nikah dilakukan pada hari
jumat bertempat di rumah mempelai laki-laki.
Apabila sebelumnya pernikahan perempuan
yang memegang peranan , disaat akad nikah, kaum laki-laki yang memegang
peranan. Kaum wanita dan ibu-ibu hanya duduk-duduk, mengikuti jalannya upacara
tersebut.
Upacara akad nikah dimulai dengan
pembacaan ayat suci al-quran Nul Karim, khotbah nikah, ijab Kabul,pembacaan
sigrad taklik oleh mempelai laki-laki. Rangkain adapt dilanjutkan dengan
pembacaan doa. Upacara akad nikah suku
bangsa Palembang dilaksanakan menurut syariat agama islam, karena 100 persen
suku Palembang menganut agama Islam.
Pada waktu akad nikah dilaksankan,
calon mempelai wanita tidak diperboleh kan
hadir ditempat dimana akad nikah
dilangsungkan. Yang menikahkan adalah wali nikahnya, yaitu ayah kandungnya,
jika wali nikah perempuan sudah meninggal maka akan diwakilkan oleh paman atau
saudara kandung laki-laki calon mempelai wanita.
Terlaksananya akad nikah, resmilah
kedua mempelai (penganten lanang dan penganten betino) sebagai suami istri.
Pengantin laki-laki sujud kepada orang tua dan mertuanya. Dilanjutkan dengan
keluarga serta kerabat yang hadir saat nikah. Acara akan berakhir setelah
santap siang bersama. Diwaktu rombongan besan hendak pamit, maka mereka
menyampaikan pesan dengan cara berpantun;
Gulo palu wadai ketuk
Lemak dimakan disore hari
Kami niki nak mohon mantuk
Diari munggah majeng jatuhi.
Pantun dijawab oleh ahli rumah;
Makanan pagi namonyo laksan
Kito mak niki la jadi besan
Insyaallah kami kan dating.
2.Ngarak Pasar.
Malam hari setelah dilangsungkanya akad nikah, dilaksanakan upacara ngarak pasar. Saat ngarak pasar, rombongan
keluarga laki-laki(penganten
lanang)
yang terdiri dari kedua orang tuanya, sanak keluarga serta kerabat datang
berkunjung kerumah orang tua mempelai perempuan. Saat ngarak pasar, rombongan membawa nampan beralaskan kain
sutra. Diatas nampan diletakan sebilah keris pusaka nenek puyang . dalam banyak
suku bangsa, keris merupakan benda
upacara yang dipakai dalam hal menjalankan upacara-upacara keagamaan.
Nampan tempat diletakannya keris, ditaburi bunga
harum mewangi dan warna-warni. Rombongan diarak berjalan berjalan menuju rumah
mempelai wanita dengan diringi musik gambus, mandolin. Setelah sampai di rumah
penganten wanita, para pemain untuk melantunkan lagu-lagu mengiringi kaum
muda-mudi yang bersuka ria menyanyi sambil menari (bedana).
Disaat kaum muda bersuka ria, kaum
ibu masuk ke pangkeng(kamar penganten). Didalam kamar penganten telah menanti
penganten wanita dengan posisi duduk bersimpuh. Saat inilah ibu penganten laki-laki
menyerahkan nampan berisi keris pusaka ke pangkuan penganten wanita.
Menurut suku bangsa Palembang, keris dan
bunga tersebut merupakan lambing pertemuan yang mereka sebut dengan istilah
nemukan perkawinan. Keris pusaka ini
11.
merupakan
symbol yang menggantikan penganten laki-laki dating untuk menemui istrinya.
3.Munggah.
Upacara ini yaitu munggah, merupakan
puncak dari tahapan adapt sutu proses perkawinan suku bangsa Palembang, Munggah dalam bahasa
Palembang berarti naik, itu mengkiaskan
bahwa kedua penganten naik dari tahap hidup Bujang dan Gadis ke tahap
berkeluarga dalam ikatan
suami istri. Dikala munggah, kedua mempelai
disandingkan dan dinobatkan menjadi raja dan ratu sehari. Umumnya munggah di
laksanakan di rumah wanita.
Upacara munggah terdiri dari tiga
rangkaian adapt yaitu : sirih penyapo,
nulang penganten dan timbang penganten.
Dihari munggah, sejak pagi penganten
wanita telah di rias oleh perias penganten. Pakaian yang dikenakan adalah
pakaian adapt penganten Palembang yang disebut penganggon yaitu baju kurung
bertabut emas, pak sangkong serta perhiasan lainya. Saat munggah pengantin
wanita diwajibkan untuk katam al-quran. Disaat mengumandangkan ayat suci al quran
maka semua yang hadir mendengarkan dengan seksama.
Sementara itu penganten laki-laki
yang telah mengenakan pakaian penganten lengkap, diarak menuju kerumah penganten
wanita. Namun jika jaraknya cukup
jauh maka penganten laki-laki diarak dari mesjid atau rumah keluarganya atau
rumah persinggahan yang dekat dengan rumah penganten
Dengan
musik terbangan arak-arakan adalah terbangan (saropal anom), yang
didahului dengan rodat.
Dalam banyak masarakat didunia,
golongan benda yang hamper secara universal dipakai dalam upacara keagamaan adalah
alat-bunyi-bunyian. Hal itu disebabkan karena suara, nyanyian, dan musik
merupakan suatu unsure yang amat penting
dalam upacara keagamaan sebagai
hal bisa menambah suasana sacral.
Sewaktu diarak, penganten pria
didampingi beberapa orang, masing-masing perperan sebagai pembawa bunga dalam vas yang disebut bunga langse,memayungi penganten dengan paying
penganten berwarna kuning emas, bersulam benang emas serta 4 serta empat orang lainya membawa tunggul
bendera kecil yang bagian atasnya
digantungkan uang serta kelambu yang dibentuk burung garuda. Saat
rombongan tiba di kediaman penganten
wanita, tunggul ini akan diperbutkan oleh anak-anak dan terkadang kaum ibu dan
gadis –gadis pun ikut memperebutkan tunggul.
Rombongan arak-arakan ini disambut
oleh ibu penganten wanita, disaat
penganten laki-laki diarak , pengantin wanita dibimbing ke dalam pangkeng
(kamar penganten). Pintu kamar di tutup dan ditunggui oleh tunggu jero yaitu
seorang wanita setengah baya yang
mengatur dan melayani keperluan penganten. Secara adapt tunggu jero
bertanggungjawab terhadap rangkaian
acara dikamar penganten, dia pula yang bertanggungjawab atas berlangsungnya
proses munggah secara adapt.
Saat penganten pria memasuki rumah, telah
dibentangkan kain batik atau songket
sampai ke pangkeng, bak permadani
sebagai alas penganten menuju pangkeng.
Masarakat Palembang menyebutnya dengan istilah jeramba penganten. Penganten
pria berjalan diatas jeramba penganten menuju pangkeng.
Di pintu pangkeng, pendamping penganten pria mengetuk pintu dan mengucapkan salam dan
terjadilah dialog sebagai berikut;
Pihak Penganten Pria : Assalamualaikum Wr Wb
Pihak Penganten Wanita : Waalaikumsallam Wr
Wb
Pihak Penganten Pria : Kembang palo kembang selasih
Tumbuh di parak kayu mentangan
Bukak lawang bukak langse
Nak
masukan pengenten lanang.
12.
Pihak Penganten wanita : Gulo batu, kembang selasih
Ubat
panas dalam minumanyo
Kulo
bukak lawang dan langse
Wenten lah cukup
gawaanyo
Pihak penganten pria : engge lah cukup sedanten-dantennyo
Nak
dul muluk apo nak nak gambus
Nak
wayang apo nak ronggeng
Kalu
nak niki majang diaturi masuk.
Jika dari dalam terdengar jawaban bahwa
mereka memilih wayang sebagai hiburan, maka malam harinya disuguhkan wayang
Palembang. Dan jika mereka menginginkan
musik gambus sebagai musik
hiburan, maka akan di suguhkanlah pertunjukan musik gambus.
Setelah diketahui bahwa keingnan pihak
penganten wanita disetujui, maka pintu kamar pun dibuka, dan penganten pria
dipersilahkan masuk ke pengkeng.
Dikamar, kedua penganten didudukan diatas
kasur songket. Posisi penganten wanita
membelakangi penganten pria. Penganten
pria akan menyerahkan sekapur sirih penyapo. Penganten wanita akan
mengunyah sirih penyapo yang mengandung
makna penganten pria menyapa penganten
wanita . atau dengan kata lain sebagai tanda perkenalan.
4.Nulang Penganten/ Menyuapi Penganten..
Rangkaian
selanjutnyo adalah apa yang disebut oleh suku Palembang dengan istilah nulang penganten atau menyuapi
penganten dengan kunyit pangan ayam. Yang melakukan suap adalah ibu, nenek, uwak dan bibi
dari penganten pria dan wanita. Suapan. Suapan berjumlah ganjil antara 5
dan 7 suap. Makna acara nulang penganten
ini adalah sebagai tanda suapan terakhir yang dilakukan kepada anak, cucu dan keponakan
mereka,selanjutnya suaminyalah yang akan
bertanggungjawab. Acara ini dipandu oleh tunggu jero yang melantunkan pantun
antara lain sebagai berikut ;
Dengan bismilah awal pertamo
Kami sajikan budayo lamo,
Adapt perkawinan Palembang kuno,
Nulangi penganten ini namonyo.
Tokoh
Masarakat;
Kami disini mewakili warga
Agar mempelai hidup bahagia,
Kami semua ikut berdoa
Semoga mempelai hidup sejahtera.
Pihak mempelai laki-laki (nenek/kakek)
Sebagai kakek/nenek dari penganten
Harapan hidup agar rukun
Supaya selalu taat dan telaten
Jalankan ibadah dan juga santun
Pihak mempelai
laki-laki (ayah/ibu)
Dari kecil kami berusaha
Supaya anak patuh pada orang tua
Setiap saat selalu waspada
Agar hidup jadi bertua.
Pihak
mempelai laki-laki (uwak/bibi/paman)
Sejak lahir kami doakan
Agar cantik dan rupawan
Setelah dilamar dan dipinangkan
Sanak keluarga jangan dilupakan.
13.
Pihak
mempelai perempuan(kakek/nenek)
Malam dan siang kami harapkan
Agar anak jadi harapan,
Bukanlah hanya harta kekayaan,
Namun dapatlah hidup jadi panutan.
Pihak
mempelai perempuan (ayah/ibu)
Sejak bayi kami lindungi
Agar anak pandai berbakti
Doa kami yang ada disini
Agar mempelai sehidup semati
Pihak
mempelai perempuan (paman/bibi/uwak/mewakili pihak mempelai perempuan atau
laki-laki).
Kalau lah sudah berpakaian,
Jangan lah lupo harum-haruman,
Kalau terjadi kesalah pahaman,
Jangan lah lupo maaf-maafan.
5.Cacap-Cacapan.
Selanjutnya cacap-cacapan ini,
adalah melambangkan suatu pemberian doa selamat
dan nasehat kepada dua mempelai
agar mereka di ridhoi Allah dan hidupnya rukun dan damai di dunia dan aherat.
Selain sirih penyapo dan nulang
penganten di hari munggah dilakukan pula timbang penganten. Timbang penganten
6.Timbang Penganten.
Timbangan berupa sebilah papan yang dialasi
dengan kain sutra atau songket. Pada satu sisi papan diletakan Al Quran
sementara sisi lainya diletekan
tangan kedua pengantin. Timbangan penganten merupakan
symbol janji dan sumpah setia
sehidup semati kedua penganten .
Disaat
meletakan tangan dipapan timbangan. Mereka berusaha untuk
menyeimbangkan tekanan kedua tangan mereka dengan berat Alquran agar
timbangan tidak berat sebelah, tokoh
agama atau wanita yang di tuakan akan
membacakan doa-doa memohon kepada allah., agar kedua penganten diberikan karunia, bahagia sampai akhir hayat
, sampai ajal menjemput mereka.
Timbang
penganten, merupakan urutan adapt terakhir di hari munggah. Munggah diakhiri
dengan santap bersama seluruh tamu –tamu
yang menghadiri pesta perkawinan. Makan
bersama juga merupakan suatu unsure
perbuatan yang amat penting dalam upacara keagamaan di dunia.
Menurut
Koentjaraningrat, dasar dari pikiran di belakang perbuatan itu adalah rupa-rupanya mencari
hubungan dengan dewa-dewa dengan cara mengundang dewa-dewa pada suatu pertemuan
makan bersama. Juga arti dari upacara
makan bersama dalam kenyataan
sering sudah kabur dan tercampur dengan unsure-unsur lain.
Dalam banyak suku bangsa di Indonesia, khususnya di
Sumatera selatan , upacara sedekah merupakan suatu unsure yang amat penting
dalam banyak
upacara keagamaan. Kepada mereka disuguhkan nasi lengkap
bermacam-mcam lauk pauk sperti
ayam opor, daging malbi, acar buah-buahan dan lain-lain.
7.Ngobeng dan Ngidang.
Makanan
yang dihidangkan untuk para tamu
dibawa dengan cara ngobeng (estapet). Para pemuda yang terhitung telah remaja
dan memasuki masa dewasa berdiri berjajar, dalam jarak kira-kira
sejengkal atau sehasta, di jeramba. Makanan, mulai dari samin dan nasi putih
didalam dulang, dioper dari satu pemuda
kepemuda lain.
14.
Nasi samin biasa dimasak didalam dalung(kuali
besar terbuat dari tembaga ) yang tungkunya dipasang disamping rumah.
Umumnya, juru masak ini pada umumnya
lelaki. Untuk lauk pauknya dimasak di pawon(dapur) oleh panggung (juru masak).
Macam-macam lauk pauk yang dihidangkan oleh warga Palembang, antara lain opor
ayam, daging malbi, rending atu kari, pentul (daging atau ikan) dan satai ikan.
Sayuran berupa buncis dimasak santan pedas bersama hati dan rempela ayam, tak
ketinggalan sambal dan lalap-lalapan.
Berikutnya lauk-pauk yang akan di hidangkan
disusun sedemikian rupa oleh kaum perempuan, yang biasanya mebantu panggung.
Sesuai dengan adapt suku bangsa Palembang,
makanan disuguhi dengan cara ngidang. Setiap hidangan cukup untuk delapan orang . Hidangan disajikan dengan
menggelar taplak meja dilantai, atasnya diletakan piring dan gelas untuk delapan orang serta
lauk-pauk. Mereka duduk mengelilingi
hidangan.
Jumlah idangan merupakan bagian yang tidak
terpisah dari rumah masarakat Palembang.
Pembangunan rumah Palembang , masa lalu tidak ada bersipat menggunakan
arsitektur, membuat rumah hanya sebuah kesepakatan
tukang
dan tuan rumah saja. Ukuran rumah kadang kala berdasarkan jumlah hidangan
belaka, itu misalnya lima idangan, , selanjutnya delapan idangan, sepuluh idangan, lima belas idangan
hingga dua puluh idangan.
Selama proses ngobeng dan ngidang
berlangsung, para orang tua baik lelaki atau juga perempuan, akan
memperhatikan para bujang yang terlibat dalam aktivitas itu. Ini
merupakan bagian dari madik terhadap
laki-laki muda. Biasanya pula, pemuda yang di padik itu adalah pemuda yang
sudah mulai dipacukan dengan anak perempuan si pemadik.
Bagian Ketiga
Adat Setelah Upacara
Perkawinan
1.Nganter Bangking.
Nnganter bangking merupakan kelanjutan upacara adapt yang dilakukan pada malam
hari, upacara setelah munggah nganter bangking merupakan kelanjutna
upacara adapt yaitu mengantarkan peti
pakaian penganten pria kerumah penganten wanita.
Untuk mengantar bangking adalah gadis dan
bujang yang diketuai oleh seorang wanita
setengah baya. Di waktu Malam nganter bangking ini, rombongan kembali di
suguhkan atraksi kesenian berupa musik gambus
yang memainkan nada raden, Zapin dan lainya. , bujang dan gadis bersuka
ria menari bersama (bedana).
2. Tunjung Tenga Kambang.
Selanjutnya,
sehari setelah munggah, biasanya hari Senin, diselenggarakan perayaan. Untuk
acara ini biasanya di laksanakan pada waktu sore hari, sekitar pukul 14.00 dan
khusus untuk acara kaum wanita.
Jika ada sanak keluarga ahli hajat
atau sekitar tetangga tergolon pengantin baru. Untuk penganten baru yang
perempuan hadir pada acara ini, dengan mengenakan baju kurung atau kebaya panjang dengan padanan songket.
Penganten baru ini akan duduk di dekat
duade.
Untuk ibu-ibunya duduk di ruang tempat pelaminan, sementara gadis remaja juga guna menggunakan baju kurung dan kain
kebaya,tetapi tidak mengenakan songket. Ditempat dipagar tenggalung atau jika
rumah tidak berbentuk limas diruang depan.
Berbeda dengan acara munggah yang
menyediakan menu untuk makan siang,
perayaan ini menyediakan untuk makan
siang adalah, laksan, burgo,lakso, model, tekwan, atau celimpungan. Makanan ini
diletakan di semacam hidangan yang posisinya di atur berderet memanjang .
Selanjutnya juga ada botehan (makanan ringan, kue-kue, kue lapan jam, maksuba,
sekayo dan ketan yang dibentuk sekayo yang ditaburi dengan kelapa parut di
atasanyo. Dilingkar dalam terdapat tunjung
yang isinya antara lain kembang lidah
badak, pisang rejembun, kempalng berbentuk daun atau bentuk anggur. Khusus
tunjung ini, meskipun dihidangkan, tapi untuk dimakan. Karananya ada yang
menyebutnya itu kue inggih. Tuan rumah
tetap mempersilahkan kue ini untuk dimakan, tetapi tamu sudah maklum bahwa ini
memang untuk tidak di makan, namun tetap menjawab inggih.
Perayaan hidangan yang berbentuk kambang
(telaga kecil) ini dapat pula menjadi proses awal madik. Jika tamu yang di undang
banyak jumlahnya, maka idangan akan berbentuk
lingkaran besar sehingga ruangan kosong ditengahnya juga besar.
Dibagian tengah inilah ditempatkan
gadis-gadis remaja , yang dinilai sudah
cukup dewasa untuk menikah. Jika jumlah tamu lebih dari lima puluh orang, maka
gadis yang akan di tempatkan di tengah ini cukup hanya empat orang , jika
kurang dari lima puluh orang cukup dua orang gadis yang ditempat di tengah
tersebut. Jika tamu yang datang kurang dan hanya belasan orang , gadis yang
ditmpatkan dikambang tidak ada, tunjungpun disusun berderet sehingga kambang yang tersedia sangat sempit
dan tidak memungkinkan menempatkan gadis.
Gadis yang di tempatkan di tengah
kambang, itu mereka mengenakan kebaya atau baju kurung yang berpadu padan
dengan kain kebaya. Rambut perempuan muda itu di gelung sanggul. Gulungan
sanggul merupakan salah satu paktor penilaian. Jika galungnya dibentuk dari
rambutnya sendiri yang panjang, sudfah
pasti banyak kaum ibu yang akan memadiknya untuk di jadikan menantu, prinsipnya gadis yang berambut panjang itu
pastilah orang berluru(rajin, teliti, tangkas dan cepat dalam berkerja).
Para gadis ini bertugas untuk
menyuguhkan makanan kepada para tamu, meskipun penganan sudah disiapkan di
piring-piring. Caranya menyuguhkan inipun menjadi salah satu penilaian dalam
proses madik.
16.
3. Ngale Turon.
Jadi menurut adapt suku Palembang, dimasa lalu upacara
perkawinan bujang dan gadis dilakukan
selama 7 hari 7 malam. Seanjutnya sehabis
malam nganter bangking, dimalam
berikutnya kedua penganten, kembali di
munggahkan di rumah penganten pria.
Munggahnya penganten kali ini disebut dengan istilah ngale turon.
Malam harinya ngale turon ini, disajikan hiburan teater tradisional
Palembang yaitu dul muluk yang akan mentas
semalam suntuk. Dari pihak penganten wanita akan hadir bujang dan gadis.
Tamu yang dating pada acara ngale turon
ini disebut nyanjoi.
4.Penganten Balek.
Penganten balek adalah acara lanjutan adapt
yang acaranya adalah memulangkan
penganten pria dan wanita kembali rmah penganten wanita setelah sebelumnya mereka menginap semalam atau dua malam di
rumah
penganten
pria.
Disaat
penganten balek, keluarga penganten pria akan meberikan dan membawakan mereka peralatan dapur, berupa piring, mangkuk,
gelas, cangkir, periuk, kuali, sendok, garpu, teko sampai pada sisir kerep dan
benda-benda kecil lainya. Semua ini disebut gegawaan
Masarakat suku Palembang , semangkin banyak
gegwaan dari keluarga pria,semangkin besar pula penghargaan penganten wanita
terhadap keluarga penganten pria karena mereka dianggap tahu adapt.
5.Mandi Simburan.
Setelah mereka sampai di rumah penganten
wanita, mereka disambut dengan suguhan makanan tradisional yang memakai tunjung
dan botehan dengan juada (kue-kue
seperti bolu lapis, maksuba, kue delapan jam, srikayo,ketan dan kue lainya).
Makanan ini dilengkapi oleh dengan makanan gurih lainya seperti kempalng,
krupuk, opak, tapel dan buah-buahan, seluruh yang hadir bergembira sambil menikmati
suguhan tuan rumah.
Setelah bersantap, acara selanjutnya adalah
melakukan apa yang mereka sebut dengan mandi simburan. Acara ini dibuka dengan
doa yang dipimpin oleh ayah penganten wanita. Setelah membaca doa,sang
ayah nyacapi kepala kedua penganten dengan kembang
7 warna. Makna cacapan ini adalah
memberikan doa restu kepada kedua
penganten. Nyacapi juga di lakukan oleh ibu, wak, bibi dan keluarga
serta kerabat dekat lainya.
Selesai nyacapi penganten, acara mandi
simburanpun dimulai. Mandi simburan dimulai oleh kedua penganten dengan cara
menyemburkan air dari mulut mereka.
Dilanjutkan dengan yang hadir, saling siram membuat mereka jadi basah kuyub.
Namun mereka sangat menikmati suasan ini. Mandi simburan terus berlangsung hingga menjlang sore.
Tunggu jero segera membawa penganten ke kamar
berganti pakaian, begitu pula dengan yang lainya. Acara di kahiri dengan makan
bersama.
6.Penganten baean /Malam Penganten.
Malam harinya, kedua mempelai dipertemukan oleh tunggu jero sebagai suami
isteri untuk pertama kalinya. Saat ini suasana dirumah tidaklah terlalu ramai,
beberapa dari saudara kerabat yang sebelumnya bermalam dirumah, telah kembali
kerumah mereka masing-masing.
Sebelumnya
penganten belum boleh tidur dalam
pangkeng, jika berada di rumah penganten
wanita, yang tidur di kamar penganten adalah penganten pria. Jika berada di
rumah penganten pria, yang tidur dikamar penganten adalah penganten wanita. Setelah acara simburan kedua
penganten dapat tidur bersama didalam kamar.
Penganten baeen ini tetap di pandu oleh
tunggu jero. Sebelumnya tunggu jero telah memberikan petunjuk kepada mereka apa yang seharusnya mereka lakukan
pada malam penganten baeen ini.
17.
Mulanya tunggu jero juga ada didalam kamar
penganten, berpura-pura tidur. Begitu pula kedua penganten pura-pura tidur,
namun beberapa saat kemudian secara diam-diam tunggu jero akan keluar dan
meninggalkan kamar.
Subuh esok harinya, setelah kedua penganten
baru ini selesai mandi, tunggu jero akan membimbing keduanya untuk melakukan sujud kepada kedua
orang tua penganten perempuan serta kepada para tetua yang masih berada di
rumah.
7.Syukuran.
Setelah malam penganten baean, keluarga penganten wanita mengundang kerabat dekat untuk
mengadakan acara syukuran. Mereka bersyukur karena kedua penganten telah di
pertemukan.
8.Nyajoke Penganten.
Nyajoke penganten berarti membawa penganten untuk berkunjung
kerumah sanak keluarga agar mereka lebih mengenal keluarga kedua belah pihak. Ibu
penganten wanita akan membawa mereka kerumah keluarga baik dari pihak ibu maupun ayah. Ibu penganten laki-laki pun
akan mengajak mereka sanjo ke keluarga dari pihak ayah dan juga ibu penganten
laki-laki.
9.Penganten Tandang.
Penganten tandang adalah dimana penganten
bertandang kerumah kerabat mereka. Kali ini ini penganten hanya berdua, tanpa
didampingi pleh ibu pria maupun wanita.
Di saat berjalan, penganten wanita berjalan
didepan dan penganten laki mengiring di belakang. Mereka membawa sedikit oleh-oleh
berupa kue-kue untuk para kerabat.
Jika mereka bertandang di sebuah rumah yang kebetulan mengadakan pula acara
munggah, maka mereka pun akan ikut disandingkan.
Ini acara khir akhir dalam rangkaian adapt
suku Palembang dalam proses perkawinan.
.
18.
Bagian Empat.
Menetap Sesudah Menikah.
Pada suku bangsa Palembang, penganten
diharuskan menetap di rumah keluarga
wanita(adapt usorilokal). Seperti yang dikatakan Husin, menurut hokum adapt
Palembang, didalam suatu rumah hidup tiga generasi yaitu kakek, nenek, orang
tua serta anak menantu.
Menurut koentjaraningrat, adapt menetap
sesudah menikah antara lain akan mempengaruhi pergaulan kekerabatan bahwa
penganten harus menetap disekitar kediaman keluarga wanita, dari kakek, nenek,
orang tua, anak dan menantu, lingkungan,
pergaulan anak-anak mereka terbatas pada kerabat dari pihak ibu. Sementara
kerabat dari ayah, terutama yang tinggalnya berjauhan kurang mereka kenal.
Apapun adapt menetap yang mereka pilih, akan
menentukan dengan kaum kerabat manakah mereka lebih bergaul , termasuk
anak-anak mereka.
19.
Bagian Lima.
Kesimpulan
.Seperti yang dinyatakan oleh nara sumber ,
pelaksanaan tata cara adapt dalam suatu perkawian khususnya tata cara adapt perkawinan suku bangsa Palembang sangat menyita waktu,
tenaga, dan juga biaya serta melibatkan banyak orang, baik keluarga, kerabat
maupun perajin tetangga. Faktor ekonomi juga sangat mempengaruhi untuk
pelaksanaan acara ini, yaitu juga sangat berhubungan dengan kedudukan sesorang
di masarakat.
Jika demikian masarakat yang ekonomi yang
lemah sudah di pastikan tidak akan dapat melaksanakan adapt ini secara utuh.
Tentu saa akibat prinsip ekonomis dan penyederhanaan serta juga perubahan yang
terjadi pada setiap masa makan selalau saja ada perubahan.
Pada saat ini sebagian besar hanya
melaksanakan empat tahapan saja , yaitu melamar, pertunagan, menentukan hari
nikah dan resepsi atau pesta. Hampir tidak terdengar lagi dengan menggunakan
kepala rasan yang melakukan madik.
Saat ini bujang dan gadis dapat menentukan
sendiri pilihanya, mereka berkenalan, bergaul salaing memahami kepribadian
masing-masing. Tujuan perkawinan yang utama bagi mereka adalah membentuk
keluarga yang bahagia bersama anak-anak
mereka. Tujuan perkawinan untuk mendekatkan diri hubungan keluarga,
mempertahankan keturunan dan kekayaan, atau mengangkat derajat keluarga mulai
di kesampingkan.
Pelaksanaan nikah sekarang ini
tergantung dengan kemupakatan kedua belah pihak, boleh di ruma laki-laki
atau juga di rumah perempuan, pada waktu akad nikah juga kedua penganten sudah
di hadirkan.
Seiring dengan perubahan masa maka
penyederhanaan yang terjadi, jumlah dan gegawaan sudah berubah , jika
berpatokan pada adapt maka gegawaab itu berjumlah 40 nampan, nampan di bawa
oleh 40 orang pula . sekarang ini
tergantung dengan kemupkatan, bisa saja lebih, tau isis yang sekarang ini bisa
saja itu lebih baik. Semua berdasarkan kemupakatan dan juga pengertian kedua
belah pihak.
Perubahan terjadi pula penentuan hari akad nikah.
Menurut adapt , akad nikah yang baik haruslah pada
ADAT ISTIADAT
PERKAWINAN PALEMBANG
Disusun Oleh : M Kamil
Fakultas : Hukum
Bidang Study : Antropologi Budaya
NPM : 11.11.0089
Semester :
Genap(dua)
Tahun Ajaran
2012
Palembang.
i.
Kata Pengantar.
Syukur Alham dulillah saya sampaikan
kehadirat Allah, bahwa tugas ini dapat
saya selesaikan dengan baik.
Adapun tugas ini adalah sebuah amanat
dari dosen kami pada bidang Study Antropologi Budaya. Di perguruan Tinggi Taman
Siswa Palembang.
Dengan sangat senang dan bahagia saya
dapat menerima tugas ini, sehingga saya juga
dapat mengetahui bagaimana sesungguhnya adat istiadat perkawinan
Palembang.
Maka
atas petunjuk dan saran Dosen kami, maka kami mengusulkan sebuah judul
untuk tugas ini adalah “ADAT
ISTIADAT PERKAWINAN PALEMBANG”
Hal ini kami sampaikan dalam bentuk tulisan, suatu hasil dari dialog
dan dan wawancara dengan nara sumber yang ada di kota Palembang, yaitu dari
tokoh masarakat dan pencinta budaya di Palembang. Mereka adalah Muslim Abdullah
(tokoh masarakat dan mantan anggota DPRD kota Palembang priode tahun
1999-2004). Jhon Jufri (pencinta budaya Palembang). Cek Mat (pecinta budaya
Palembang). Ana Komari (budayawati)
Demikian semoga karya tulis ini dapat
berguna hendaknya, dan allah meredhoi kita semua .Amin.
Palembnag,
Penulis
ii.
DAFTAR
ISI
Hlm.
Kata
Pengantar…………………………. ….. ii.
Daftar
Isi…………………………………………. Iii.
1. Pendahuluan…………………………………….. .4
2.Bagian Pertama.
Adat
seebelum di adakan pernikahan……………
5-10
3.Bagian Dua.
Adapt upacara
perkawinan…………………. ….. 11-16
4.Bagian Tga.
Adat setelah
perkawinan…………………… ….. 16-18.
5.Bagian Empat
Menetap
setelah menikah …………………………… 19.
6.Bagian Lima
Kesimpulan
………………………………………… 20.
iii.
PENDAHULUAN
Berkat kebesaran Allah semata sehingga saya
dapat melaksanakan tugas ini, apabila tanpa ridhonya maka pekerjaan saya tidak
akan berarti apa-apa.
Bicara tentang adat istiadat perkawinan, yaitu lebih khsuus
bicara tentang perkawinan yang ada di Palembang.
Meskipun sesungguhnya sudah banyak ragam dan
bentuk yang ada pada saat ini, namun yang akan kami sampaikan ini adalah juga
merupakan penuturan dari beberapa sumber yang telah kami terima, hal ini juga
kami peroleh dengan cara dialog dan wawancara, pada nar sumber yang kami jumpai.
Pada bagian pertama kami bicarakan tentang adapt
sebelum upacara pernikahan, dipadukan atau juga di jodohkan, karena di era
itu tidak ada itu istilah pacaran, yang
ada hanyalah di jodohkan atau juga di padukan oleh kedua orang tua calon
penganten tersebut.
Untuk selanjutanya kami bicarakan mengenai
Madik, madik yaitu adalah bentuk perudungi dari pihak laki-laki terhadap
keluarga pihak perempuan, yaitu suatu perundingan kedua belah pihak. Juga
termasuk didalamnya adalah nyenggung
Berikutnya mengenai tentang Melamar, yaitu
setelah madik selesai dan tidak ada masalah maka di lanjutkan pada urusan
Melamar atau juga nuku, itu pembicaraan kelanjutna dari hasil Madik tersebut.
Dilanjutkan dengan berasan, juga di lanjutkan dengan mutus kato. Dan juga
mengantarkan mas kawin.
Pada bagian ini adalah adat pernikahannya, adalah mengenai Nikah, untuk melaksanakan akad
nikah ini, itu di laksanakan pada rumah pihak laki-laki yang hanya diwakili
oleh wali perempuan saja. Selanjutnya dilakukan ngarak pasar
Selanjutnya bicara tentang Ngulami, itu
maksudnya pihak mempelai perempuan dating
menjemput pihak laki-laki dengan arak-arakan, untuk menuju kerumah
perempuan.
Pada
bagian keenam adalah Munggah, pihak perempuan dan laki datang dengan
menggunakan pakaain
kain dan kebaya bagi perempuan, untuk menhadiri munggah tersebut.
Selanjutnya
diadakan adat setelah pernikahan nya, Suap-suapan, ini dilakukan oleh tokoh
masarakat pada kedua mempelai, juga di lakukan oleh keluarga laki-laki maupun
juga dari keluarga perempuan.
Setelah selesai dari acara suap-suapan itu
maka sehabis doa dan dilakukan oleh
ulama setempat, maka dilanjutkan dengan Ngobeng atau lebih dikenal dengan lebih
besaji, atau sekarang di kenal dengan sebutan resepsi pernikahan.
Untuk malam berikutnya di adakan acara lagi yaitu Ningkuk atau nagater bangking,
suatu acara yang dilakukan pada malam hari, yang mengikuti acara ini adalah
hanyalah pemuda dan pemudi saja, yang ada di lingkungan terdekat.
Pada hari Senen itu dilakukan acara perayaan
atau Tunjung Tenga Kambang, namun yang hadir itu hayalah perempuan saja,
terutama hanya sebagian besar adalah ibu-ibu saja yang mengikuti acara ini.
Juga ngale Turon juga dilanjutkan dengan
mandi simburan, yaitu mandi simburan yang di mulai oleh kedua penganten.
Pada bagian berikutnya adalah mengenai
Penganten baean atau juga di namakan malam penganten, disusul dengan acara
berikutnya adalah syukuran, untuk
berikutnya di laksanakan juga nyanjoke penganten, berikutnya adalah
melaksanakan penganten tandang.
Bagian akhir adalah adalah adat menetap bagi
penganten, maka penganten di anjurkan untuk menetap pada pihak keluarga
perempuan.
4.
Bagian Pertama.
Adat Sebelum Diadakan Pernikahan
1.Di Padukan
Sudah jadi adat di wilayah Palembang dan Sumatera Selatan pada umumnya,
pada zaman itu khusus warga asli keturunan
Palembang.
Untuk
adapt istiadat Palembang, tidak ada yang namanya itu masa pacaran, tetapi
mereka dipadukan atau juga di jodohkan.
Itu di padukan oleh orang tua
laki-laki dan juga orang tua perempuan, biasanya orang tua laki-laki mendekati
orang tua perempuan, untuk memadukan anak laki-lakinya dengan keluarga
perempuan.
Sehingga disaat itu terjadilah
perundingan antara orang tua laki-laki dan juga orang tuanya perempuan,
pembicaraan mereka untuk memusawarahkan tentang perjodohan anak mereka, karena
mereka anak yang akan di jodohkan itu biasanya sudah sangat di kenal keluarga
mereka.
Satu sama lain sudah saling
mengetahui tentang keluarga
masing-masing, terutama keluarga laki-laki, sudah sangat kenal sejak kecil
tentang perempuan yang akan di nikahkan dengan anaknya.
2.Madik.
Setelah merasa cocok dan menilai
baik terhadap keluarga perempuan tersebut, maka pihak keluarga laki-laki
mengutus utusan untuk menilai calon yang akan dipilih. Setelah di padukan tadi,
karena sang bujang suda merasa cocok untuk memilih sang gadis, maka ia meminta
orang tuanya untuk lebih mengetahui tentang calon istrinya itu, ia meminta
orang tuanya untuk mengentahuinya.
Orang tua laki-laki-laki melakukan
Madik, madik itu adalah suatu proses penyelidikan yang di lakukan keluarga
laki-laki untuk mengetahui tentang perempuan. Mulai di seliridiki tentang
keadaanya, sipatnya juga kepandaiannya perempuan atau gadis juga tentang
keluarganya. Misalnya cantikah dia, sopankah dia, pandaikah dia memasak ,juga
dalam mengatur rumah tangga, mengaji .
Untuk ini biasanya keluarga
laki-laki mengutus seorang perempuan atau
Wanita,
yang tentu saja dipercaya untuk berkunjung kerumah calon wanita. Ini disebut
sebagai kepalak Rasan.
Menurut adapt
Palembang, salah sarat pertama adalah wanita yang dipilih adalah pandai
bertenun, karena bertenun bukan hanya sekedar adapt tetapi merupakan dapat menghasilkan. Karena
bertenun juga merupakan adapt dalam warga Palembang.Bila gadis sudah pantas
untuk nikah biasanya ia mulai sudah di didik untuk pandai membuat tenun.
Untuk melaksanakan kegiatan tenun
itu ia mulai dari pagi hari hingga menjelang siang, hingga menjelang sholat
Zuhur. Kepandaian ini merupakan salah penilaian yang dilakukan oleh utusan yang
dipercayakan untuk memilih gadis tersebut.
Penyidikan ini dilakukan tentu saja secara
diam-diam, itu di lakukan pada saat berkunjung , ia bertugas untuk mengamati
tingkah laku gadis. Utusan (kongkonan) datang justru di saat sedang adanya
kegiatan tenun di rumah sang gadis.
Pada saat utusan datang ia tetap saja bertenun, sedangkan
orang utusan berbincang-bincang dengan orang tua perempuan. Di Saat di nilai
pembicaraan itu sudah lama, maka gadis yang sedang menenun itu akan berhenti
sesaat, ia lalu menyajikan minuman, juga bersamaan dengan penganan(makanan ringanya). Ada
kebisaan orang Palembang yaitu semonya(malu-malu), sehingga minuman dan
hidangan itu akan lama sekali di makan. Juga sigadis tak boleh cepat untuk
segera menghidangkan makanan dan minuman, karena kalau cepat akan justru
dinilai maknanya adalah dinilai tidak sopan”atau dinilai agar cepat pulang.”
5.
Selama gadis mempersiapkan minuman dan
penganan, kongkonan(pemadik) mulai menilai, ia berjalan di sekeliling ruangan.
Secara diam-diam pemadik akan menggesekan kakinya di lantai, untuk mengetahui
apakah lantainya berdebu, juga memperhatikan susunan dan penataan perabot di
ruangan, juga dinilai cara gadis menghidangkan makanan dan minuman .
Bukan hanya demikian tetapi juga selanjutnya
Pemadik menilai hasil tenunan , yaitu
dengan cara mendekati Gedokan (alat untuk tenun dan kain tenun hasil tenunan)
dan dayan (kain tenun yang sedang diabuat) sambil diraba untuk merasakan apakah
tenunan itu padat atau tidak, juga tentang motifnya rapi atau tidak.
Untuk melengkapi madiknya, kongkonan akan bertanya “motif kembang apa ini
?” Maka biasanya itu dijawab langsung oleh gadis karena memang ia memahami ragam
hias songket yang sedang dia buat itu.Hasilnya dari kunjungan ini akan di
laporkan pada orang tua laki-laki (bujang), untuk biasanya akan ada kunjungan
kedua atau kunjungan yang ketiga.
3.Nyenggung Rasan.
Bila hasil kunjungan dari pemadik ini terkesan maka akan di
lanjutkan dengan nyenggung rasan, itu juga dari kelanjutan dari Madik tersebut .
hala ini biasanya disebut dengan rasan tuo, yaitu proses percodohan. Tetapi
berarti laki-laki tinggal menerima namun ia juga berhak untuk menerima atau
juga menolaknya. Perjodohan ini juga berdaarkan
persetujuan.
Seementara itu perempuan juga memiliki hak
untuk menerima dan menolak perjodohan ini. Ia juga memiliki hak untuk menilai
laki-laki (bujang) calon suaminya itu. Ini kadang dikenal dengan arti nginte
selo bide(mengintip disela-sela tirai).
Bide (tirai) itu depan tenggalang(batas
antara keruang tengah) tidak terbuka begitu saja bagian ini tidak berdinding papan
tetapi bagian bawah setinggi 100 cm, bagian atas terdapat bide atai kisi-kisi
yang dipasang kerang-kerang, untuk jndelanya di pasang bide (tirai).
Seorang
gadis akan menilai lewat kerang-kerang ini, ia melakukan penilaian
disaat ia lewat rumahnya, maka gadis akan nginte lewat bide. Penampilan si
bujang akan jadi perhatian gadis, juga
bagaimana caranya berpakaian, berjalan dan juga sikapnya.
Juga penilaian di lakukan pada sore atau juga
akan mejelang mahgrib atau akan menjelang
sholat jumat. Gadis duduk dip agar tenggalang sambil ngilis parenting(memutar-mutar tanggai penggulung benang tenun). Itu benag emas atau
juga benang lain untuk menenun. Lewat kerang-kerang itu akan terlihat dengan
jelas, sementara orang diluar tidak dapat melihatnya.
Penilaian lainya oleh gadis dengan nginte
aktivitas, itu usai sholat Isya,apakah ia ikut pelatihan pencak, pengajian atau
ia hanya bersenang-senang. Maka langkah berikutnya akan terlihat hasilnya,
gadis akan war-war,”diam saja itu berarti Ya” artinya gadis menerima rasan tuo
hasil dari Madik tersebut.
Untuk selanutnya akan datang kepalak rasan
tuo dengan dating untuk berasan, itu penyampaiannya akan disampaikan dengan
basa-basi”akan kami sampaikan dulu dengan yang bersangkutan.
4. Nyenggung.
Pada saat nyinggung , itu kepalak rasan
mengenakan pakaian adapt yaitu baju kurung biru dang kudung serendak. Berikutnya
kepala rasan akan dating dengan membawa
tenong yang berisi buah-buah untuk diserahkan pada orang tua gadis.
Pada saat sudah sampai di rumah gadis, mereka
memberi salam, untuk itu kerudung
serendak ditetapkan dimuara
lawang(pintu rumah). Kepala rasa akan menemui orang tua
Keluarga
gadis lalu biasanya dalam pembicaraan
ini akan tersusun suatu perbincangan. Itu
6.
perbincangan
kepala rasan dengan orang tua gadis, dengan mengunakan kata-kata kiasan,
biasanya kepala rasan akan berkata;
“kulo niki ayun betaken mak pundit
Kembang mawar dihalaman, napi
Sampun disinggung uwong. Kalu
Direng wenten wong nying-gungnyo
Kulo saos ayung nyenggungnyo”
Pada saat itu , orng tua gadis akan maklum
bahwa yang di katakana kembang adalah anak gadis dan kedatangan kepala rasan
untuk merasani anak gadisnya.
Apaabila orang tua gadis, yaitu anak gadisnya
telah ada yang menyenggung, maka putuslah rasan
sampai disini,jika anak gadis belum disenggung yang maksudnya belum
bertunangan, maka kepala rasan akan bertanya, bagaimana kalau anak gadis ada
mau menyenggung, apaakh orang tuanya menerima. Maka pembicaraan akan berlanjut,
orang tua gadis akan bertanya siapa yang akan menyenggung, anak siapa, dari
guguk mana, apakah pekerjaannya bujang yang akan menyenggung anak gadisnya.
Setelah orang tua gadis berkenan dengan calon tunangan anak gadisnya, lalu ibu
sang gadis akan berkata bahwa rasan ini akan di rundinkan dulu dengan orang tua
laki-laki gadis dan juga seluruh keluarganya. Bila pihak keluarga gadis sepakat
dari hasil perundingan, kemudian keluarga bujang akan di beri kabar, dan
dipersilahkan untuk dating nuku atau
melamar.
5.Nuku atau Melamar.
Pada saat sudah ada waktu yang telah
di tentukan akan dating kepala rasan dengan beberapa orang wanita kerumah orang
tua gadis. Biasanya rombongan akan dating dengan membawa beberapa buah tenong
yang berisi bahan mentah, seperti gula, gandum, susu atau terkadang ada yang membawa penganan lainya. Disaat di
rumah gadis mereka akan di sambut oleh keluarga-keluarga dekat, wak,bibik, dan
kerabat dekat lainya.
Untuk juru biacara dari keluarga gadis, ditunjuk
seorang yang dianggap cakap untuk mewakili dari keluarga gadis tersebut. Ini
disaat kedatangan Nuku atau Melamar. Disaat nuku atau melamar itu akan ada
dialog dengan pantun misalnya sebagai berikut:
Keluarga
Gadis :
Harum baunya minyak
kesturi
Dipakai putri dipagi hari,
Wahai sanak yang bijak bestari,
Apoke tujuan dating kemari
Keluarga
Bujang:
“Harum baunya sibunga tanjung,
Harum semerbak diwaktu pagi,
Maksud hati dating kenari,
Untuk mempersunting si jantung hati.
Keluarga
Gadis:
“manis rasonya sikembang tahu
Buatan uwong 7 ulu,
Kalu boleh kami nak tahu,
Gadis mano yang nak di tuju,
Keluarga
Bujang;
“jantung ati bernama Cek ayu,
Putri peruju anak Cek Nacik,
Nak dipersunting sebagai menantu,
Anak kami bernamo Amancik.
7.
Keluarga
Gadis :
“Taman sari di jero puri,
Kembangnyo harum tiada terperi,
Kalu benar demikian peri,
Kami sambut sepuluh jari.
Keluarga
Bujang:
“Kalau sudah masak nasi,
Jangan lupo lauk pauknyo,
Kami aturkan terima kasih,
Atas penerimaan dan sambutanyo.
Bila berbalas pantun ini selesai ,
maka kepala rasan akan menghadap pada ibunya gadis lalu biasanya akan bicara
dalam bahasa Palembang halus.(bebaso).
Kulo niki ayun betaken,
Kepada ibok calon penganten,
Mak pundi urean di jaman bingen,
Waktu ibok jadi penganten.
Ibu gadis
akan menjawab:
“Kulo niki bukan uwong bepangkat,
Bukan pulo turunan sunan,
Kulo disung adapt berangkat,
Dengan sonket tujuh turunan.
Orang tua
laki-laki (ayah) gadis akan menambahkan:
“kulo mak niku kulopun neser,
Segalo gegawan sampun dipetoken,
Adapt istiadat namo bekeser,
Kepada Cek Natjik nak diceriosken.
Pada saat pantun ini Kepalak rasa
bertanya kepada ibu gadis, menurut adapt, apa yang diberikan oleh orang tua
ayah gadis kepadanya ketika menikah dulu.sesuai dengan adapt berangkat, maka
itu pulalah yang harus diberikan keluarga Bujang kepada gadis calon nya.
Adat Palembang mengenal adanya
empat cara mengangkat adapt perkawinan
yaitu :
- Adapt berangkat tigo turun
yang artinya, ibu bujang memberi ibu gadis selembar selendang yang disebut selendang tretes mider,
selembar baju kurung yang disebut baju kurung angkinah dan
selembar kain sonket yang disebut kain sonket cukitan.
- adapt berangkat duo penyenang
yaitu pemberian ibu bujang berupa dua lembar selendang tretes mider, selembar baju
kurung angkinah dan selembar songket cukitan.
- adapt mudo berangkat,
pemberian ibu bujang berupa selembar
selendang
tretes nider, selembar baju kurung angkinah dan selembar kain songket
cukitan.
- adapt tebas dan buntel kadut
yang berarti pemberiannya hanya
kain, baju yang dianggap pantas saja.
Maka
selanjutnya pertanyaan kepalak rasan akan dijawab ibu gadis
Dengan
menguraikan berupa apa saja gegawaan(pemberian) waktu dia menikah dulu. Setelah
semuanya dimengerti,dengan santun rombongan pamit dan berjanji akan dating
lagi.
6.Berasan.
Setelah nuku(melamar), tahapan adapt
sesudahnya adalah berasan atau berunding, berasan dilakukan beberapa hari
setelah nuku atau melamar . Saat berasan, yang dating kerumah orang tua gadis
adalak kepalak rasan berserta dengan rombongan. Mereka datang dengan gegawaan berupa lima buah tenong yang berisi
gula, susu dan buah-buah.
8.
Adat berasan adalah membicarakan
pintakan(permintaan) orang tua gadis. Apabila
orang tua Bujang telah siap dengan apa
yang diminta orang tua gadis, maka kepala rasan akan mengatakanya secara
halus. Dengan mengatakan kesanggupan memenuhi permintaan orang tua Gadis. Maka
itu artinya tidak ada masalah bagi kedua belah pihak. Tetapi jika orang tua
Bujang belum siap untuk memenuhi permintaan
yang diajukan keluarga Gadis. Maka itu tidak semua dikabulkan , bahkan
sering juga terjadi permintaan itu
semua di tebus(itu diganti dengan nilai uang. Ini mereka menyebutnya istilah
buntel kadut.
Pada saat berasan itu merupakan
suatu penentuan apakah itu akan jadi atau tidak, untuk Bujang mendapatkan gadis
idamanya. Jika orang tua gadis tidak berkenan
dengan apa yang diberikan, atau mereka
tidak bersedia merubah adapt berangkat dengan buntel kadut, maka rasan
ini akan berakhir dengan kata-kata ,”
anak kucing dalam karung, kalu jodoh tidakan urung.”
Itu artinya jika urung atau batal, maka itu
artinya belum jodoh. Jika itu menemukan kata sepakat, maka urusan keluarga
Bujang akan meneruskan tahapan berasan
menuju pada adapt mutus kato.
7.Mutus Kato.
Mutus
kato maksudnya adalah kata-kata penentuan apakah pemberian kepada calaon
pengantin perempuan, sesuai dengan yang
telah disepakati waktu berasan. Berupa
apakah mas kawinya, berapa jumlah uang asapnya, berapa hidangan pengiringnya,
tanggal dan bulan berapa pernikahan akan dilangsungkan.
Disaat upacara mutus kato inilah semuanya
akan ditentukan, dari mulai mas kawinnya berapa suku emas, seberapa besar
jumlah uang asapnya, songketnya berapa turun dan gegawaannya berapa lusin.
Apabila tahapan adapt sebelumnya, kepala
rasan hanya didampingi kaum perempuan,
disaat mutus kato kepala rasan membawa rombongan yang jumlahnya lebih banyak
dari tahapan adapt sebelumnya. Rombongan ini terdiri dari rombongan perempuan
dan juga rombongan laki-laki dan juga di dampingi oleh kepala desa, kepala
kampong, lurah setempat. Juga ahli adapt (tetua-tetua adapt). Namun ,
pembicaraan tetap di lakukan oleh kaum perempuan. Sementara kepala kampong
mencatat apa yang telah menjadi keputusan. Baik berupa pemberian maupun tanggal
pernikahan.
Pada waktu dating mutus kato, keluarga Bujang membawa tenong sejumlah 7 (tujuh) buah yang berisi bahan mentah, buah-buahan serta seperangkat
pakaian. Tenong tersebut akan di isi oleh keluarga Gadis dengan beraneka masakan yang telah mereka
persiapkan untuk hari itu. Pada umumnya berupa makanan masak
seperti kue maksuba, bolu lapis,engkak ketan, srikayo ketan,kue delapan jam dan
laksan atau tekwan, atau makanan masak lainya.
Disaat mutus kato ,disamping
gegawaan berupa bahan mentah dan seperangkat pakaian yang dinamakan peningset (sebagai tanda pengikat atau pertunangan)
kadang kala mereka membawa pula sebentuk cincin.
Diwaktu mutus kato ini, Gadis hadir
ditengah-tengah rombongan, maka sesuai dengan adapt, Gadis disarankan untuk
menemui orang tua Bujang, itu melakukan salaman kasap. Dikala Gadis sujudan
pada setiap anggota rombongan dan orang tua Bujang inilah, kepadanya akan
diberikan uang kasap. Uang yang diberikan dari anggota keluarga Bujang. Sebelum
menuju kerumah Gadis, rombongan anggota keluarga Bujang sudah di bekali uang, untuk
salaman kasap tersebut.
Acara mutus kato akan di akhiri dengan
pembacaan doa selamat yang dipimpin oleh
pemuka agama.
8.Nganter Mas Kawin.
Selanjutnya adalah adapt untuk nganter
masa kawin dapat dilakukan seminggu sebelum hari pernikahan, dapat juga
dilakukan saat menjelang akad nikah atau dihari munggah.
9.
Ngantar mas kawin merupakan tata cara
adapt suku Palembang, yaitu mengantarkan
mas kawin. Disebut juga antar-antaran
atau gegawaan. Mas kawin berupa emas murni yang jumlah sukunya tergantung dari
kesepakatan saat mutus kato, uang asap (dipergunakan untuk masak hidangan saat
pesta perkawinan, adapt berangkat yang
terdiri dari songket tujuh turunan atau ada pula yang tiga turun serta sandang
lainya. Disamping gegawaan berupa bahan sandang, ada pula gegawaan berupa bahan
pangan berupa “isi toko”, seperti susu, mentega, gula, kecap, minyak samin dan
lain-lain. Menurut adapt isi took minimal berupa satu lusin hidangan, maksimal
4 lusin hidangan.
Gegawaan di letakan di atas nampan-nampan
beralaskan kain batik dan dihias. Uang
asap akan dihitung dihadapan sanak keluarga dan kerabat yang hadir.
Orang yang dipercaya untuk menyerahkan mas
kawin adalah wakil dari ibu Bujang , dan yang menerimanya wakil dari ibu Gadis. |Mas kawin ini lalu
diserhakan pada ibu Gadis. Telah menjadi adapt pula pada waktu nganter mas
kawin , ibu bujang tidak diperbolehkan untuk hadir, peran ibu cukup diwakilkan
pada perempuan yang telah mereka percayakan.
10.
Bagian Kedua.
Adat Upacara Perkawinan
1. Akad Nikah.
Selanjutnya adapt upacara perkawinan,
maka acara yang penting dan sacral
adalah akad nikah. Hal yang umum dilakukan adalah pelaksanaan akad nikah dilakukan pada hari
jumat bertempat di rumah mempelai laki-laki.
Apabila sebelumnya pernikahan perempuan
yang memegang peranan , disaat akad nikah, kaum laki-laki yang memegang
peranan. Kaum wanita dan ibu-ibu hanya duduk-duduk, mengikuti jalannya upacara
tersebut.
Upacara akad nikah dimulai dengan
pembacaan ayat suci al-quran Nul Karim, khotbah nikah, ijab Kabul,pembacaan
sigrad taklik oleh mempelai laki-laki. Rangkain adapt dilanjutkan dengan
pembacaan doa. Upacara akad nikah suku
bangsa Palembang dilaksanakan menurut syariat agama islam, karena 100 persen
suku Palembang menganut agama Islam.
Pada waktu akad nikah dilaksankan,
calon mempelai wanita tidak diperboleh kan
hadir ditempat dimana akad nikah
dilangsungkan. Yang menikahkan adalah wali nikahnya, yaitu ayah kandungnya,
jika wali nikah perempuan sudah meninggal maka akan diwakilkan oleh paman atau
saudara kandung laki-laki calon mempelai wanita.
Terlaksananya akad nikah, resmilah
kedua mempelai (penganten lanang dan penganten betino) sebagai suami istri.
Pengantin laki-laki sujud kepada orang tua dan mertuanya. Dilanjutkan dengan
keluarga serta kerabat yang hadir saat nikah. Acara akan berakhir setelah
santap siang bersama. Diwaktu rombongan besan hendak pamit, maka mereka
menyampaikan pesan dengan cara berpantun;
Gulo palu wadai ketuk
Lemak dimakan disore hari
Kami niki nak mohon mantuk
Diari munggah majeng jatuhi.
Pantun dijawab oleh ahli rumah;
Makanan pagi namonyo laksan
Kito mak niki la jadi besan
Insyaallah kami kan dating.
2.Ngarak Pasar.
Malam hari setelah dilangsungkanya akad nikah, dilaksanakan upacara ngarak pasar. Saat ngarak pasar, rombongan
keluarga laki-laki(penganten
lanang)
yang terdiri dari kedua orang tuanya, sanak keluarga serta kerabat datang
berkunjung kerumah orang tua mempelai perempuan. Saat ngarak pasar, rombongan membawa nampan beralaskan kain
sutra. Diatas nampan diletakan sebilah keris pusaka nenek puyang . dalam banyak
suku bangsa, keris merupakan benda
upacara yang dipakai dalam hal menjalankan upacara-upacara keagamaan.
Nampan tempat diletakannya keris, ditaburi bunga
harum mewangi dan warna-warni. Rombongan diarak berjalan berjalan menuju rumah
mempelai wanita dengan diringi musik gambus, mandolin. Setelah sampai di rumah
penganten wanita, para pemain untuk melantunkan lagu-lagu mengiringi kaum
muda-mudi yang bersuka ria menyanyi sambil menari (bedana).
Disaat kaum muda bersuka ria, kaum
ibu masuk ke pangkeng(kamar penganten). Didalam kamar penganten telah menanti
penganten wanita dengan posisi duduk bersimpuh. Saat inilah ibu penganten laki-laki
menyerahkan nampan berisi keris pusaka ke pangkuan penganten wanita.
Menurut suku bangsa Palembang, keris dan
bunga tersebut merupakan lambing pertemuan yang mereka sebut dengan istilah
nemukan perkawinan. Keris pusaka ini
11.
merupakan
symbol yang menggantikan penganten laki-laki dating untuk menemui istrinya.
3.Munggah.
Upacara ini yaitu munggah, merupakan
puncak dari tahapan adapt sutu proses perkawinan suku bangsa Palembang, Munggah dalam bahasa
Palembang berarti naik, itu mengkiaskan
bahwa kedua penganten naik dari tahap hidup Bujang dan Gadis ke tahap
berkeluarga dalam ikatan
suami istri. Dikala munggah, kedua mempelai
disandingkan dan dinobatkan menjadi raja dan ratu sehari. Umumnya munggah di
laksanakan di rumah wanita.
Upacara munggah terdiri dari tiga
rangkaian adapt yaitu : sirih penyapo,
nulang penganten dan timbang penganten.
Dihari munggah, sejak pagi penganten
wanita telah di rias oleh perias penganten. Pakaian yang dikenakan adalah
pakaian adapt penganten Palembang yang disebut penganggon yaitu baju kurung
bertabut emas, pak sangkong serta perhiasan lainya. Saat munggah pengantin
wanita diwajibkan untuk katam al-quran. Disaat mengumandangkan ayat suci al quran
maka semua yang hadir mendengarkan dengan seksama.
Sementara itu penganten laki-laki
yang telah mengenakan pakaian penganten lengkap, diarak menuju kerumah penganten
wanita. Namun jika jaraknya cukup
jauh maka penganten laki-laki diarak dari mesjid atau rumah keluarganya atau
rumah persinggahan yang dekat dengan rumah penganten
Dengan
musik terbangan arak-arakan adalah terbangan (saropal anom), yang
didahului dengan rodat.
Dalam banyak masarakat didunia,
golongan benda yang hamper secara universal dipakai dalam upacara keagamaan adalah
alat-bunyi-bunyian. Hal itu disebabkan karena suara, nyanyian, dan musik
merupakan suatu unsure yang amat penting
dalam upacara keagamaan sebagai
hal bisa menambah suasana sacral.
Sewaktu diarak, penganten pria
didampingi beberapa orang, masing-masing perperan sebagai pembawa bunga dalam vas yang disebut bunga langse,memayungi penganten dengan paying
penganten berwarna kuning emas, bersulam benang emas serta 4 serta empat orang lainya membawa tunggul
bendera kecil yang bagian atasnya
digantungkan uang serta kelambu yang dibentuk burung garuda. Saat
rombongan tiba di kediaman penganten
wanita, tunggul ini akan diperbutkan oleh anak-anak dan terkadang kaum ibu dan
gadis –gadis pun ikut memperebutkan tunggul.
Rombongan arak-arakan ini disambut
oleh ibu penganten wanita, disaat
penganten laki-laki diarak , pengantin wanita dibimbing ke dalam pangkeng
(kamar penganten). Pintu kamar di tutup dan ditunggui oleh tunggu jero yaitu
seorang wanita setengah baya yang
mengatur dan melayani keperluan penganten. Secara adapt tunggu jero
bertanggungjawab terhadap rangkaian
acara dikamar penganten, dia pula yang bertanggungjawab atas berlangsungnya
proses munggah secara adapt.
Saat penganten pria memasuki rumah, telah
dibentangkan kain batik atau songket
sampai ke pangkeng, bak permadani
sebagai alas penganten menuju pangkeng.
Masarakat Palembang menyebutnya dengan istilah jeramba penganten. Penganten
pria berjalan diatas jeramba penganten menuju pangkeng.
Di pintu pangkeng, pendamping penganten pria mengetuk pintu dan mengucapkan salam dan
terjadilah dialog sebagai berikut;
Pihak Penganten Pria : Assalamualaikum Wr Wb
Pihak Penganten Wanita : Waalaikumsallam Wr
Wb
Pihak Penganten Pria : Kembang palo kembang selasih
Tumbuh di parak kayu mentangan
Bukak lawang bukak langse
Nak
masukan pengenten lanang.
12.
Pihak Penganten wanita : Gulo batu, kembang selasih
Ubat
panas dalam minumanyo
Kulo
bukak lawang dan langse
Wenten lah cukup
gawaanyo
Pihak penganten pria : engge lah cukup sedanten-dantennyo
Nak
dul muluk apo nak nak gambus
Nak
wayang apo nak ronggeng
Kalu
nak niki majang diaturi masuk.
Jika dari dalam terdengar jawaban bahwa
mereka memilih wayang sebagai hiburan, maka malam harinya disuguhkan wayang
Palembang. Dan jika mereka menginginkan
musik gambus sebagai musik
hiburan, maka akan di suguhkanlah pertunjukan musik gambus.
Setelah diketahui bahwa keingnan pihak
penganten wanita disetujui, maka pintu kamar pun dibuka, dan penganten pria
dipersilahkan masuk ke pengkeng.
Dikamar, kedua penganten didudukan diatas
kasur songket. Posisi penganten wanita
membelakangi penganten pria. Penganten
pria akan menyerahkan sekapur sirih penyapo. Penganten wanita akan
mengunyah sirih penyapo yang mengandung
makna penganten pria menyapa penganten
wanita . atau dengan kata lain sebagai tanda perkenalan.
4.Nulang Penganten/ Menyuapi Penganten..
Rangkaian
selanjutnyo adalah apa yang disebut oleh suku Palembang dengan istilah nulang penganten atau menyuapi
penganten dengan kunyit pangan ayam. Yang melakukan suap adalah ibu, nenek, uwak dan bibi
dari penganten pria dan wanita. Suapan. Suapan berjumlah ganjil antara 5
dan 7 suap. Makna acara nulang penganten
ini adalah sebagai tanda suapan terakhir yang dilakukan kepada anak, cucu dan keponakan
mereka,selanjutnya suaminyalah yang akan
bertanggungjawab. Acara ini dipandu oleh tunggu jero yang melantunkan pantun
antara lain sebagai berikut ;
Dengan bismilah awal pertamo
Kami sajikan budayo lamo,
Adapt perkawinan Palembang kuno,
Nulangi penganten ini namonyo.
Tokoh
Masarakat;
Kami disini mewakili warga
Agar mempelai hidup bahagia,
Kami semua ikut berdoa
Semoga mempelai hidup sejahtera.
Pihak mempelai laki-laki (nenek/kakek)
Sebagai kakek/nenek dari penganten
Harapan hidup agar rukun
Supaya selalu taat dan telaten
Jalankan ibadah dan juga santun
Pihak mempelai
laki-laki (ayah/ibu)
Dari kecil kami berusaha
Supaya anak patuh pada orang tua
Setiap saat selalu waspada
Agar hidup jadi bertua.
Pihak
mempelai laki-laki (uwak/bibi/paman)
Sejak lahir kami doakan
Agar cantik dan rupawan
Setelah dilamar dan dipinangkan
Sanak keluarga jangan dilupakan.
13.
Pihak
mempelai perempuan(kakek/nenek)
Malam dan siang kami harapkan
Agar anak jadi harapan,
Bukanlah hanya harta kekayaan,
Namun dapatlah hidup jadi panutan.
Pihak
mempelai perempuan (ayah/ibu)
Sejak bayi kami lindungi
Agar anak pandai berbakti
Doa kami yang ada disini
Agar mempelai sehidup semati
Pihak
mempelai perempuan (paman/bibi/uwak/mewakili pihak mempelai perempuan atau
laki-laki).
Kalau lah sudah berpakaian,
Jangan lah lupo harum-haruman,
Kalau terjadi kesalah pahaman,
Jangan lah lupo maaf-maafan.
5.Cacap-Cacapan.
Selanjutnya cacap-cacapan ini,
adalah melambangkan suatu pemberian doa selamat
dan nasehat kepada dua mempelai
agar mereka di ridhoi Allah dan hidupnya rukun dan damai di dunia dan aherat.
Selain sirih penyapo dan nulang
penganten di hari munggah dilakukan pula timbang penganten. Timbang penganten
6.Timbang Penganten.
Timbangan berupa sebilah papan yang dialasi
dengan kain sutra atau songket. Pada satu sisi papan diletakan Al Quran
sementara sisi lainya diletekan
tangan kedua pengantin. Timbangan penganten merupakan
symbol janji dan sumpah setia
sehidup semati kedua penganten .
Disaat
meletakan tangan dipapan timbangan. Mereka berusaha untuk
menyeimbangkan tekanan kedua tangan mereka dengan berat Alquran agar
timbangan tidak berat sebelah, tokoh
agama atau wanita yang di tuakan akan
membacakan doa-doa memohon kepada allah., agar kedua penganten diberikan karunia, bahagia sampai akhir hayat
, sampai ajal menjemput mereka.
Timbang
penganten, merupakan urutan adapt terakhir di hari munggah. Munggah diakhiri
dengan santap bersama seluruh tamu –tamu
yang menghadiri pesta perkawinan. Makan
bersama juga merupakan suatu unsure
perbuatan yang amat penting dalam upacara keagamaan di dunia.
Menurut
Koentjaraningrat, dasar dari pikiran di belakang perbuatan itu adalah rupa-rupanya mencari
hubungan dengan dewa-dewa dengan cara mengundang dewa-dewa pada suatu pertemuan
makan bersama. Juga arti dari upacara
makan bersama dalam kenyataan
sering sudah kabur dan tercampur dengan unsure-unsur lain.
Dalam banyak suku bangsa di Indonesia, khususnya di
Sumatera selatan , upacara sedekah merupakan suatu unsure yang amat penting
dalam banyak
upacara keagamaan. Kepada mereka disuguhkan nasi lengkap
bermacam-mcam lauk pauk sperti
ayam opor, daging malbi, acar buah-buahan dan lain-lain.
7.Ngobeng dan Ngidang.
Makanan
yang dihidangkan untuk para tamu
dibawa dengan cara ngobeng (estapet). Para pemuda yang terhitung telah remaja
dan memasuki masa dewasa berdiri berjajar, dalam jarak kira-kira
sejengkal atau sehasta, di jeramba. Makanan, mulai dari samin dan nasi putih
didalam dulang, dioper dari satu pemuda
kepemuda lain.
14.
Nasi samin biasa dimasak didalam dalung(kuali
besar terbuat dari tembaga ) yang tungkunya dipasang disamping rumah.
Umumnya, juru masak ini pada umumnya
lelaki. Untuk lauk pauknya dimasak di pawon(dapur) oleh panggung (juru masak).
Macam-macam lauk pauk yang dihidangkan oleh warga Palembang, antara lain opor
ayam, daging malbi, rending atu kari, pentul (daging atau ikan) dan satai ikan.
Sayuran berupa buncis dimasak santan pedas bersama hati dan rempela ayam, tak
ketinggalan sambal dan lalap-lalapan.
Berikutnya lauk-pauk yang akan di hidangkan
disusun sedemikian rupa oleh kaum perempuan, yang biasanya mebantu panggung.
Sesuai dengan adapt suku bangsa Palembang,
makanan disuguhi dengan cara ngidang. Setiap hidangan cukup untuk delapan orang . Hidangan disajikan dengan
menggelar taplak meja dilantai, atasnya diletakan piring dan gelas untuk delapan orang serta
lauk-pauk. Mereka duduk mengelilingi
hidangan.
Jumlah idangan merupakan bagian yang tidak
terpisah dari rumah masarakat Palembang.
Pembangunan rumah Palembang , masa lalu tidak ada bersipat menggunakan
arsitektur, membuat rumah hanya sebuah kesepakatan
tukang
dan tuan rumah saja. Ukuran rumah kadang kala berdasarkan jumlah hidangan
belaka, itu misalnya lima idangan, , selanjutnya delapan idangan, sepuluh idangan, lima belas idangan
hingga dua puluh idangan.
Selama proses ngobeng dan ngidang
berlangsung, para orang tua baik lelaki atau juga perempuan, akan
memperhatikan para bujang yang terlibat dalam aktivitas itu. Ini
merupakan bagian dari madik terhadap
laki-laki muda. Biasanya pula, pemuda yang di padik itu adalah pemuda yang
sudah mulai dipacukan dengan anak perempuan si pemadik.
Bagian Ketiga
Adat Setelah Upacara
Perkawinan
1.Nganter Bangking.
Nnganter bangking merupakan kelanjutan upacara adapt yang dilakukan pada malam
hari, upacara setelah munggah nganter bangking merupakan kelanjutna
upacara adapt yaitu mengantarkan peti
pakaian penganten pria kerumah penganten wanita.
Untuk mengantar bangking adalah gadis dan
bujang yang diketuai oleh seorang wanita
setengah baya. Di waktu Malam nganter bangking ini, rombongan kembali di
suguhkan atraksi kesenian berupa musik gambus
yang memainkan nada raden, Zapin dan lainya. , bujang dan gadis bersuka
ria menari bersama (bedana).
2. Tunjung Tenga Kambang.
Selanjutnya,
sehari setelah munggah, biasanya hari Senin, diselenggarakan perayaan. Untuk
acara ini biasanya di laksanakan pada waktu sore hari, sekitar pukul 14.00 dan
khusus untuk acara kaum wanita.
Jika ada sanak keluarga ahli hajat
atau sekitar tetangga tergolon pengantin baru. Untuk penganten baru yang
perempuan hadir pada acara ini, dengan mengenakan baju kurung atau kebaya panjang dengan padanan songket.
Penganten baru ini akan duduk di dekat
duade.
Untuk ibu-ibunya duduk di ruang tempat pelaminan, sementara gadis remaja juga guna menggunakan baju kurung dan kain
kebaya,tetapi tidak mengenakan songket. Ditempat dipagar tenggalung atau jika
rumah tidak berbentuk limas diruang depan.
Berbeda dengan acara munggah yang
menyediakan menu untuk makan siang,
perayaan ini menyediakan untuk makan
siang adalah, laksan, burgo,lakso, model, tekwan, atau celimpungan. Makanan ini
diletakan di semacam hidangan yang posisinya di atur berderet memanjang .
Selanjutnya juga ada botehan (makanan ringan, kue-kue, kue lapan jam, maksuba,
sekayo dan ketan yang dibentuk sekayo yang ditaburi dengan kelapa parut di
atasanyo. Dilingkar dalam terdapat tunjung
yang isinya antara lain kembang lidah
badak, pisang rejembun, kempalng berbentuk daun atau bentuk anggur. Khusus
tunjung ini, meskipun dihidangkan, tapi untuk dimakan. Karananya ada yang
menyebutnya itu kue inggih. Tuan rumah
tetap mempersilahkan kue ini untuk dimakan, tetapi tamu sudah maklum bahwa ini
memang untuk tidak di makan, namun tetap menjawab inggih.
Perayaan hidangan yang berbentuk kambang
(telaga kecil) ini dapat pula menjadi proses awal madik. Jika tamu yang di undang
banyak jumlahnya, maka idangan akan berbentuk
lingkaran besar sehingga ruangan kosong ditengahnya juga besar.
Dibagian tengah inilah ditempatkan
gadis-gadis remaja , yang dinilai sudah
cukup dewasa untuk menikah. Jika jumlah tamu lebih dari lima puluh orang, maka
gadis yang akan di tempatkan di tengah ini cukup hanya empat orang , jika
kurang dari lima puluh orang cukup dua orang gadis yang ditempat di tengah
tersebut. Jika tamu yang datang kurang dan hanya belasan orang , gadis yang
ditmpatkan dikambang tidak ada, tunjungpun disusun berderet sehingga kambang yang tersedia sangat sempit
dan tidak memungkinkan menempatkan gadis.
Gadis yang di tempatkan di tengah
kambang, itu mereka mengenakan kebaya atau baju kurung yang berpadu padan
dengan kain kebaya. Rambut perempuan muda itu di gelung sanggul. Gulungan
sanggul merupakan salah satu paktor penilaian. Jika galungnya dibentuk dari
rambutnya sendiri yang panjang, sudfah
pasti banyak kaum ibu yang akan memadiknya untuk di jadikan menantu, prinsipnya gadis yang berambut panjang itu
pastilah orang berluru(rajin, teliti, tangkas dan cepat dalam berkerja).
Para gadis ini bertugas untuk
menyuguhkan makanan kepada para tamu, meskipun penganan sudah disiapkan di
piring-piring. Caranya menyuguhkan inipun menjadi salah satu penilaian dalam
proses madik.
16.
3. Ngale Turon.
Jadi menurut adapt suku Palembang, dimasa lalu upacara
perkawinan bujang dan gadis dilakukan
selama 7 hari 7 malam. Seanjutnya sehabis
malam nganter bangking, dimalam
berikutnya kedua penganten, kembali di
munggahkan di rumah penganten pria.
Munggahnya penganten kali ini disebut dengan istilah ngale turon.
Malam harinya ngale turon ini, disajikan hiburan teater tradisional
Palembang yaitu dul muluk yang akan mentas
semalam suntuk. Dari pihak penganten wanita akan hadir bujang dan gadis.
Tamu yang dating pada acara ngale turon
ini disebut nyanjoi.
4.Penganten Balek.
Penganten balek adalah acara lanjutan adapt
yang acaranya adalah memulangkan
penganten pria dan wanita kembali rmah penganten wanita setelah sebelumnya mereka menginap semalam atau dua malam di
rumah
penganten
pria.
Disaat
penganten balek, keluarga penganten pria akan meberikan dan membawakan mereka peralatan dapur, berupa piring, mangkuk,
gelas, cangkir, periuk, kuali, sendok, garpu, teko sampai pada sisir kerep dan
benda-benda kecil lainya. Semua ini disebut gegawaan
Masarakat suku Palembang , semangkin banyak
gegwaan dari keluarga pria,semangkin besar pula penghargaan penganten wanita
terhadap keluarga penganten pria karena mereka dianggap tahu adapt.
5.Mandi Simburan.
Setelah mereka sampai di rumah penganten
wanita, mereka disambut dengan suguhan makanan tradisional yang memakai tunjung
dan botehan dengan juada (kue-kue
seperti bolu lapis, maksuba, kue delapan jam, srikayo,ketan dan kue lainya).
Makanan ini dilengkapi oleh dengan makanan gurih lainya seperti kempalng,
krupuk, opak, tapel dan buah-buahan, seluruh yang hadir bergembira sambil menikmati
suguhan tuan rumah.
Setelah bersantap, acara selanjutnya adalah
melakukan apa yang mereka sebut dengan mandi simburan. Acara ini dibuka dengan
doa yang dipimpin oleh ayah penganten wanita. Setelah membaca doa,sang
ayah nyacapi kepala kedua penganten dengan kembang
7 warna. Makna cacapan ini adalah
memberikan doa restu kepada kedua
penganten. Nyacapi juga di lakukan oleh ibu, wak, bibi dan keluarga
serta kerabat dekat lainya.
Selesai nyacapi penganten, acara mandi
simburanpun dimulai. Mandi simburan dimulai oleh kedua penganten dengan cara
menyemburkan air dari mulut mereka.
Dilanjutkan dengan yang hadir, saling siram membuat mereka jadi basah kuyub.
Namun mereka sangat menikmati suasan ini. Mandi simburan terus berlangsung hingga menjlang sore.
Tunggu jero segera membawa penganten ke kamar
berganti pakaian, begitu pula dengan yang lainya. Acara di kahiri dengan makan
bersama.
6.Penganten baean /Malam Penganten.
Malam harinya, kedua mempelai dipertemukan oleh tunggu jero sebagai suami
isteri untuk pertama kalinya. Saat ini suasana dirumah tidaklah terlalu ramai,
beberapa dari saudara kerabat yang sebelumnya bermalam dirumah, telah kembali
kerumah mereka masing-masing.
Sebelumnya
penganten belum boleh tidur dalam
pangkeng, jika berada di rumah penganten
wanita, yang tidur di kamar penganten adalah penganten pria. Jika berada di
rumah penganten pria, yang tidur dikamar penganten adalah penganten wanita. Setelah acara simburan kedua
penganten dapat tidur bersama didalam kamar.
Penganten baeen ini tetap di pandu oleh
tunggu jero. Sebelumnya tunggu jero telah memberikan petunjuk kepada mereka apa yang seharusnya mereka lakukan
pada malam penganten baeen ini.
17.
Mulanya tunggu jero juga ada didalam kamar
penganten, berpura-pura tidur. Begitu pula kedua penganten pura-pura tidur,
namun beberapa saat kemudian secara diam-diam tunggu jero akan keluar dan
meninggalkan kamar.
Subuh esok harinya, setelah kedua penganten
baru ini selesai mandi, tunggu jero akan membimbing keduanya untuk melakukan sujud kepada kedua
orang tua penganten perempuan serta kepada para tetua yang masih berada di
rumah.
7.Syukuran.
Setelah malam penganten baean, keluarga penganten wanita mengundang kerabat dekat untuk
mengadakan acara syukuran. Mereka bersyukur karena kedua penganten telah di
pertemukan.
8.Nyajoke Penganten.
Nyajoke penganten berarti membawa penganten untuk berkunjung
kerumah sanak keluarga agar mereka lebih mengenal keluarga kedua belah pihak. Ibu
penganten wanita akan membawa mereka kerumah keluarga baik dari pihak ibu maupun ayah. Ibu penganten laki-laki pun
akan mengajak mereka sanjo ke keluarga dari pihak ayah dan juga ibu penganten
laki-laki.
9.Penganten Tandang.
Penganten tandang adalah dimana penganten
bertandang kerumah kerabat mereka. Kali ini ini penganten hanya berdua, tanpa
didampingi pleh ibu pria maupun wanita.
Di saat berjalan, penganten wanita berjalan
didepan dan penganten laki mengiring di belakang. Mereka membawa sedikit oleh-oleh
berupa kue-kue untuk para kerabat.
Jika mereka bertandang di sebuah rumah yang kebetulan mengadakan pula acara
munggah, maka mereka pun akan ikut disandingkan.
Ini acara khir akhir dalam rangkaian adapt
suku Palembang dalam proses perkawinan.
.
18.
Bagian Empat.
Menetap Sesudah Menikah.
Pada suku bangsa Palembang, penganten
diharuskan menetap di rumah keluarga
wanita(adapt usorilokal). Seperti yang dikatakan Husin, menurut hokum adapt
Palembang, didalam suatu rumah hidup tiga generasi yaitu kakek, nenek, orang
tua serta anak menantu.
Menurut koentjaraningrat, adapt menetap
sesudah menikah antara lain akan mempengaruhi pergaulan kekerabatan bahwa
penganten harus menetap disekitar kediaman keluarga wanita, dari kakek, nenek,
orang tua, anak dan menantu, lingkungan,
pergaulan anak-anak mereka terbatas pada kerabat dari pihak ibu. Sementara
kerabat dari ayah, terutama yang tinggalnya berjauhan kurang mereka kenal.
Apapun adapt menetap yang mereka pilih, akan
menentukan dengan kaum kerabat manakah mereka lebih bergaul , termasuk
anak-anak mereka.
19.
Bagian Lima.
Kesimpulan
.Seperti yang dinyatakan oleh nara sumber ,
pelaksanaan tata cara adapt dalam suatu perkawian khususnya tata cara adapt perkawinan suku bangsa Palembang sangat menyita waktu,
tenaga, dan juga biaya serta melibatkan banyak orang, baik keluarga, kerabat
maupun perajin tetangga. Faktor ekonomi juga sangat mempengaruhi untuk
pelaksanaan acara ini, yaitu juga sangat berhubungan dengan kedudukan sesorang
di masarakat.
Jika demikian masarakat yang ekonomi yang
lemah sudah di pastikan tidak akan dapat melaksanakan adapt ini secara utuh.
Tentu saa akibat prinsip ekonomis dan penyederhanaan serta juga perubahan yang
terjadi pada setiap masa makan selalau saja ada perubahan.
Pada saat ini sebagian besar hanya
melaksanakan empat tahapan saja , yaitu melamar, pertunagan, menentukan hari
nikah dan resepsi atau pesta. Hampir tidak terdengar lagi dengan menggunakan
kepala rasan yang melakukan madik.
Saat ini bujang dan gadis dapat menentukan
sendiri pilihanya, mereka berkenalan, bergaul salaing memahami kepribadian
masing-masing. Tujuan perkawinan yang utama bagi mereka adalah membentuk
keluarga yang bahagia bersama anak-anak
mereka. Tujuan perkawinan untuk mendekatkan diri hubungan keluarga,
mempertahankan keturunan dan kekayaan, atau mengangkat derajat keluarga mulai
di kesampingkan.
Pelaksanaan nikah sekarang ini
tergantung dengan kemupakatan kedua belah pihak, boleh di ruma laki-laki
atau juga di rumah perempuan, pada waktu akad nikah juga kedua penganten sudah
di hadirkan.
Seiring dengan perubahan masa maka
penyederhanaan yang terjadi, jumlah dan gegawaan sudah berubah , jika
berpatokan pada adapt maka gegawaab itu berjumlah 40 nampan, nampan di bawa
oleh 40 orang pula . sekarang ini
tergantung dengan kemupkatan, bisa saja lebih, tau isis yang sekarang ini bisa
saja itu lebih baik. Semua berdasarkan kemupakatan dan juga pengertian kedua
belah pihak.
Perubahan terjadi pula penentuan hari akad nikah.
Menurut adapt , akad nikah yang baik haruslah pada hari Jumat, yaitu sebelum matahari terbenam.
Dalam perkembangannya, hari akad nikah ditentukan oleh kedua belah pihak dengan mepertimbangkan kesibukan-kesibukan kedua belah pihak .
Banyak hal yang telah berubah dan menjadi lebih sederhana dalam proses
perkawinan yang dilakukan oleh suku bangsa Palembang. Satu hal yang penting
bagi masarakat umumnya adalah proses akad nikah yang menjadikan hubungan
keduanya syah. Hadapan Tuhan maupun didalam masarakat.
Perubahan terus terjadi, penyederhanaan dalam
proses perkawinan kini juga telah di maklumi masarakat.
20
hari Jumat, yaitu sebelum matahari terbenam.
Dalam perkembangannya, hari akad nikah ditentukan oleh kedua belah pihak dengan mepertimbangkan kesibukan-kesibukan kedua belah pihak .
Banyak hal yang telah berubah dan menjadi lebih sederhana dalam proses
perkawinan yang dilakukan oleh suku bangsa Palembang. Satu hal yang penting
bagi masarakat umumnya adalah proses akad nikah yang menjadikan hubungan
keduanya syah. Hadapan Tuhan maupun didalam masarakat.
Perubahan terus terjadi, penyederhanaan dalam
proses perkawinan kini juga telah di maklumi masarakat.
20
No comments:
Post a Comment