Thursday, 11 July 2013

Sastra Budaya Dan Hari Kemerdekaan



Sastra Budaya Dan Hari Kemerdekaan
M Kamil
                                    Pengantar
Waktu itu aku masih di sekolah menengah atas, yang aku alami adalah sedikitnya buku-buku tentang karangan orang-orang terkenal tentang menulis sastra.

Mereka telah banyak menorehkan tentang sastra dan kebudayaan , hingga mereka ikut berjuang di era kemerdekaan  masa itu, Misalanya  , karya-karya  para sastrawan Indonesia saja, dimana kini mereka telah  tiada, yaitu cerpernis, novelis ,dramawan , penyair Toto Sudarso Bactiar, Husni Jamaludin, Piek Arsiyanto Supriyadi, Idrus Tintin, ,M Fudoli Zaini, Umar Kayam, Motingo Busye HS Djurtatap, B Jass, Mansur Samin, Ismail Marahimin, Ramadhan KH, Asrul Sani, Rendra, Muktar Lubis, Hamid Jabbar, Moh  Anwar, mereka dimasanya dengan gigih memperjuangkan sastra, semoga kita berharap mereka mendapat imbalan yang setimpal dari Allah, Amin.
Banyak lagi yang kalau kita sebut dan kita sampaikan mereka yang telah berjasa pada negeri ini tentang sastra, yang jadi pertayaan kita adalah, mengapa buku-buku sastra dimasa kepemimpinan rezim orde baru tidak di ajarkan tentang buku-buku sastra ?
Sepengetahuan saya yang masih banyak kekurangan tentang sastra ini , mereka yang di sempat dikarantinakan karya-karya mereka itu adalah, Hamzah Fansuri, Ronggowarsito, Raja Ali Haji,  Abdul Kadir Munsyi, Abdul Muis, Marah Rusli, Marco Kartodikromo, Hasan Mustapa, RA Kartini, Amir Hamzah, Chairil Anwar, Rivai Apin,  Nuraini Sani, Achadiat Kartamiharja, St Ali Sabana, HB Yasin, Umar Kayam, Muktar Lubis, Trisno Sumarjo, Iwan Simatupang, Motingo busye, Pramudya Ananta Tur, Hamka, AA Navis, Ali Hasymi, Asrul Sani, Rendra ,Wisran

Hadi, mereka telah tiada dan juga yang amsih ada, tapi kenangan untuk mereka tetap ada.
Sejak saat itu sesungguhnya betapa sulitnya saya ingin mencari bacaan buku sastra di tahun delapan puluhan itu, memang saya tidak sepandai mereka, apalagi ilmu saya masih sangat jauh dengan dibanding mereka.
Ternyata setelah tiga puluh tahun berlalu, kini dapatlah saya memperoleh suatu pelajaran, sastra itu sangat mahal sesugguhnya, karena disana disampaikan, secara etika, secara moral dan mengikuti perjalanan zaman, serta menyesuaikan diri dengan era dimasa itu sendiri.
Memang tidak pantas jika kita mengatakan, mengapa Sastra masa itu banyak yang dibreidel, diblokir, dikarantinakan, atau lebih mudah dimengerti karya-karya itu di matikan. Atau dibumi hanguskan oleh masa rezim orde baru.
Tapi manusia itu, memiliki suatu keinginan, dan keinginan itu adalah hak bagi setiap manusia yang ada di muka bumi, yang jadi pertanyaan lagi mengapa dimasa itu di halangi warga Indonesia untuk banyak membaca buku sastra, apalagi di sekolah-sekolah sangat tidak di perbolehkan sekali.
Sadar atau tidak sadar yang dihalangi itu pada akhirnya meledak juga, itu persitiwa reformasi, adalah puncak dari segala rintangan yang selama ini di kubur mati, aspirasi anak bangsa yang mau memberikan pencerahan pada mereka yang berkemaun untuk kemakmuran bangsa selanjutnya.
Kehalusan penulis masa itu, adalah mengungkapkan kejadian yang terselubung yang di dirikan oleh rezim orde baru, untuk dan agar anak bangsa tidak memiliki pemikiran yang brilian untuk sepenuhnya kemakmuran bangsa ini.
Tetapi yang di penjarakan bukan hanya ilmu sastra , tetapi budaya bangsa juga di batasi pada titik yang sudah di tentukan oleh pemerintah rezim orde baru, misalnya rakyat jangan banyak bicara soal politik, bagi masarakat yang memiliki mata pencaharian petani, urus saja itu soal tani, media elektornik atau televisi cukup ada televisi milik pemerintah.
Masayarakat yang tidak mampu dalam arti ekonomi lemah, jangan pernah berharap akan menduduki jabatan di pemerintah , apalagi bermimpi akan duduk sebagai orang terhormat dalam hal jabatan, yaitu yang ada di pemerintahhan, mulai dari jabatan gubernur, bupati, camat, lurah atau bahkan sampai ke rt sekalipun.
Tiga puluh tahun bangsa Indonesia yang di tanamkan sipat “kalau-kalau”, orang miskin jangan banyak makan ikan , nanti akan cacingan, orang miskin jangan panjang cita-cita, cukup sekolah dasar atau sekolah mengenah sudah cari pekerjaan.
Budaya jangan-jangan itu tertanam selama rezim orde baru, jangan banyak makan ikan nanti cacingan, jangan banyak baca buku nanti mata rusak, jangan banyak bertanya nanti orang tidak senang, jangan terlalu tinggi cita-cita nanti gila.
Akibatnya itu bertahan hingga tiga puluh tahun lamanya, banyak anak bangsa yang betul-betul sudah tertanam sipat menerima saja, padahal Allah sanga maha pencipta ingin manusia itu berkembang sesuai dengan kodratnya, karena tiap manusia yang ada di muka bumi ini adalah memiliki amanat yang mereka janjikan sendiri-sendiri.
Budaya kita di manapun itu, yang tua selalu ingin lebih di hormati, padahal kadangkala ia sendiri yang lebih tua tidak menunjukan penghormatanya pada yang lebih muda.
Terkadang ia terbiasa dengan perkataan kasar, tanpa etika, tetapi ia selalu ingin menunjukan moral dan etika  pada orang lainnya.
Nyata sudah kini, era reformasi datang, timbulalh segala keinginan, yang selama ini selalu ditahan-tahan, dipenjarakan, di bumi hanguskan. Datanglah masa kebebasan untuk beraspirasi, meskipun masih banyak yang berkata selalu ingin mengulang sejarah, masih enak di zaman orde baru.
Tapi okelah itu hak mereka juga untuk berpendapat, tapi  zaman tidak akan berulang kembali, yang harus kita hadapai adalah masa kini, masa yang kita duduki pada zaman ini.
Apakah budaya gotong royong masih berjalan, aakah budaya ramah tamah dan sopan santun masih ada di sekitar kita pada saat ini, masih adakah warga yang mau saling perduli dengan warga sekitarnya, yang perduli dengan keluhan warga di dekatnya, apakah masih ada warga yang mau berkorban mebantu tetangganya yang sedang dalam kesusahan yang tidak makan pada hari ini, mudah-mudahan  ini tidak terjadi, Berharap Allah akan mmebuka rahmat bagi kita semua dan mau saling tolong-menolong dalam kebaikan.
Kalau saja merdeka itu dapat dipahami dan mengerti oleh semua orang, alangkah indahnya kita hidup di dunia ini, karena kata Allah aku ciptakan jin dan manusia dimuka bumi ini adalah untuk beribadah kepadaku.
Seorang ulama saja belum begitu paham dengan arti kemerdekan, teramsuk saya, tetapi saya hanya menyampaikan suatu aspirasi, bukan berarti saya sangat paham dan mengerti, tetapi ini sebuah perjalanan anak manusia uyang ingin bersama semuanya untuk berbagi  kebaikan bahkan saya sendiri tidak tahu apakah ini suatu kebaikan, tetapi ini disampaikan dengan tulus dan iklas.
Manusia yang telah memahami akan suatu kemerdekaan, tentu ia akan memberikan peluang bagi orang lain, bagi bawahanya, bagi rakyatnya, bagi tetangganya, bagi sahabatnya, bagi dirinya sendiri. Yaitu agar memilki kesempatan untuk meraih dan menikmati kesempatan itu baginya.
Sayang sekali kemrdekaan itu hingga kini masih saja hanya dinikamti oleh mereka yang memiliki kekuasaan, meiliki keududukan, meiliki jabatan, meiliki keuangan yang banyak, tapi tidak kesempatan yang mereka berikan, untuk mereka yang benar-benar mampu untuk menjalani kehidupan,  yang sesungguhnya itu adalah milik orang lain, bukan di paksakan untuk saudara, untuk keluarga, untuk golongan, untuk kepentingan yang menguntung diri kita sendiri saja.
Ulma yang sebenarnya tak ingin ia menerima uang hanya karena ia pandai membaca alquran, atau hanya karena ia pandai berceramah di muka umum  menyampaikan amanah Allah, semoga hal ini Allah yang mendengarkan juga mengampuni kita yang sudah banyak bicara, bahkan berani menyampaikan yang sesungguhnya pembaca adalah lebih banyak yang mengerti, tapi bukan mengajari atau menggurui, sekali lagi hanya untuk mengajak pembaca juga ikut menyampaikan aspirasinya. Lewat ROMAN, apakah itu itu saran dan petunjuk tentang ilmu bahasa dan tatabahas tentang budaya bangsa, marilah ikut bersama kami di ROMAN, untuk menyampaikan buah pikiranya, harapan kita kita semua ini juga jalan ibadah
Penutup
Kita  berharap  semoga saja kedepan disemua sekolah dan juga mulai dari tingkat sekolah dasar, itu selalu diberikan peluang bagi murid-muridnya untuk belajar menulis dan mengarang.
Dorong siswa-siswa untuk banyak membaca bagi yang masih tingkat sekolah dasar, atau yang masih tingkat sekolah menengah pertama, agar tingkat ilmu bahasa mereka berkembang dengan baik.
Kalau nanti yang di tingkat sekolah menengah atas alangkah baiknya, program untuk mereka selalu di terapkan mangarang dan  menulis, itu di laksanakan batas kemampuan mereka sendiri.
Budaya tolong menong pada saat ini sepertinya sudah mulai memudar, ketidak pedulian pada sesama sudah banyak terlihat, apakah ini suatu perubahan zaman, atau hasil masa lalu yang selalu di tonjolkan hanya untuk kepentingan makan saja, tiada perduli apakah itu halal atau itu haram, yang penting keinginan itu tercapai.
Keterbukaan artinya kita bersama-sama iklas untuk meberikan kesempatan agar pada orang lain yang benar-benar memiliki kemampuan untuk menduduki jabatan itu, untuk memimpin nya, untuk melaksanakannya, bukan dipaksakan pada orang lain yang sesungguhnya ia tidak memiliki ide yang kreatip untuk pekerjaan tersebut, malang negeri ini kalau tetap memkasakan keinginan pada keluarga yang tidak mampu untuk memikul pekerjaan yang bukan bidangnya, maka jangan buat negeri ini hancur karena kita sendiri, tetapi peliharalah dengan baik dan bersama-sama anak bangsa memahami bahasa kehidupan dirinya sendiri.

No comments:

Post a Comment

Sorga atau neraka

 Sorga itu sudah ada di dunia Hanya sedikit yang mau Banyak manusia lebih memilih dunia Jika dalam gembira kau gelisah Jika dalam susah kau ...