Thursday, 18 August 2016

Membuat Martabak Manis

Membuat Martabak

Bahan-bahan Langkah
Resep ini hsl gugel ......akhrnya dapat resep yang pas sesuai selera
,,,,,rasanya makyus,,,,,dgn serat yan...
250 gr tepung terigu sdg
400 ml susu cair
30 gr gula pasir
1/2 sdt garam
2 btr telur
1 sdt baking powder
1/4 sdt per
loyang
soda kue
secukupnya gula pasir utk taburan
utk isinya
secukupnya keju,meses, susu kental manis
1 Ayak terigu dan baking powder ,,,,,sisihkan.
2 Cmpr gula ,telur,garam ,tepung,,,masukan susu
secara bertahap,,diaduk sampe tercampur rata ....gak
ada gumpalan br masukan sisa susunya .diamkan 1
jam atau lbh.
3 Panaskan loyang martabak atau teflon ,,,,,usahakan
panasnya sudah merata dan sudah cukup panas br
dikecilkan apinya .
4 Tuang adonan digelas ,,,,tambahkan 1/4 sdt soda kue
dilarutkan 1sdm air ,,aduk cepat merata....lgsg tuang
ke loyang yang sudah panas.biarkan sampai muncul
gelembung dan berlubang-lubang.taburi gula
pasir.tutup loyang dan biarkan sampe matang sktr 5
mnt.
5 Angkat .segera oles dgn mentega/margarin.beri isian
.beri susu kental manis. dilipat jadi 2 ....oles lagi
bagian luar nya dgn mentega.lakukan hal yang sama

pada sisa adona n.

Mstik

MISTIK
Makalah ini saya  sampaikan  karena  banyak  kalangan pembaca  MISTIK,  yang  bingung, dan  merasa  aneh, serta  bertanya-tanya, apakah itu  mistik,  mengapa  Koran  dinamai MISTIK,  mengapa orang  banyak  bertanya ?

Maka  Dari  itu  kali  ini  kami  sajikan  lebih  jelas  dan  komplit  sehingga  tidak  lagi  menjadi  pertanyaan  yang  merasa  tidak  dapat  memahaminya  juga. Mudah-mudahan  dengan  tulisan  ini  akan  dapat  mengerti apa itu  MISTIK. 

Menurut asal kata, mistik berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia (geheim), serba rahasia (geheimzinnig), tersembunyi (verborgen), gelap (donker) atau terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld).

Berdasarkan arti tersebut mistik sebagai sebuah paham yaitu paham mistik atau mistisisme merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja, terutama sekali penganutnya.

Menurut buku De Kleine W.P. Encylopaedie (1950, Mr. G.B.J. Hiltermann dan Prof.Dr.P. Van De Woestijne halaman 971 dibawah kata mystiek) kata mistik berasal dari bahasa Yunani myein yang artinya menutup mata (de ogen sluiten) dan musterion yang artinya suatu rahasia (geheimnis).
Beberapa pendapat tentang paham misitk atau mistisisme :
Kepercayaan tentang adanya kontak antara manusia bumi (aardse mens) dan tuhan (Dr. C.B. Van Haeringen, Nederlands Woordenboek, 1948).

Kepercayaan tentang persatuan mesra (innige vereneging) ruh manusia (ziel) dengan Tuhan (Dr. C.B. Van Haeringen, Nederlands Woordenboek, 1948).
Kepercayaan kepada suatu kemungkinan terjadinya persatuan langsung (onmiddelijke vereneging) manusia dengan Dzat Ketuhanan (goddelijke wezen) dan perjuangan bergairah kepada persatuan itu (Algemeene Kunstwoordentolk, J. Kramers. Jz).Kepercayaan kepada hal-hal yang rahasia (geheimnissen) dan hal-hal yang tersembunyi (verborgenheden). (J. Kramers. Jz).

Kecenderungan hati (neiging) kepada kepercayaan yang menakjubkan (wondergeloof) atau kepada ilmu yang rahasia (geheime wetenschap). (Algemeene Kunstwoordentolk, J. Kramers. Jz).
Selain diperolehnya definisi, pendapat-pendapat tentang paham mistik diatas berdasarkan materi ajarannya juga memberikan adanya pemilahan antara paham mistik keagamaan (terkait dengan tuhan dan ketuhanan) dan paham mistik non-keagamaan (tidak terkait dengan tuhan ataupun ketuhaan).

Menurut asal katanya, kata mistik berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia (geheim), serba rahasia (geheimzinnig), tersembunyi (verborgen), gelap (donker) atau terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld). Menurut buku De Kleine W.P. Encylopaedie,  kata mistik berasal dari bahasa Yunani myein yang artinya menutup mata (de ogen sluiten) dan musterion yang artinya suatu rahasia (geheimnis) (Ahmad Tafsir, 2004)
Terdapat banyak pengertian mengenai mistik, baik berdasarkan kamus bahasa Indonesia, ilmu antropologi dan filsafat sendiri. Berikut beberapa pengertian mengenai mistik tersebut :
Merupakan hal gaib  yang sangat diyakini hingga tidak bisa dijelaskan dengan akal  manusia biasa. (Pusat Bahasa Departemen P dan K, 2002)

Merupakan sub sistem yang ada di hampir semua agama dan sistem religi untuk memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu dengan tuhan.
Merupakan bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada satu Tuhan yang dianggap meliputi segala hal dalam alam dan sistem keagamaan ini sendiri dari upacara-upacara yang bertujuan mencapai kesatuan dengan tuhan. (Koentjaraningrat, 1980)

Merupakan pengetahuan yang tidak rasional atau tidak dapat dipahami rasio, maksudnya hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat dipahami rasio. (Ahmad Tafsir, 2004)
Perkataan mitos atau mythical sebagai pertimbangan nilai yang negatif tentang suatu kepercayaan atau riwayat. Walaupun begitu, kata tersebut dapat dipakai sebagai deskriptif semata-mata tanpa konotatif negatif. Mitos dapat menunjukkan kepada (1) dongengan-dongengan (2) bentuk-bentuk sastra yang membentangkan soal-soal spritual dalam istilah sehari-hari (3) cara berpikir tentang ketenaran-ketenaran yang tertinggi (ultimate). Bentuk pertama merupakan dongengan dengan binatang-binatang sebagai pelaku, tujuannya adalah memberi moral atau prinsip tindakan dan bukan untuk meriwayatkan suatu kejadian dalam sejarah secara terperinci. Bentuk kedua dalam arti sesungguhnya sangat bergantung pada konteks keagamaan. Bentuk ketiga merupakan bentuk pemikiran dan ekspresi tentang kebenaran yang mutlak.

Merupakan pengetahuan (ajaran atau keyakinan) tentang tuhan yang diperoleh melalui meditasi atau latihan spritual, bebas dari ketergantungan pada indera dan rasio.
Apabila dikaitkan dengan budaya, maka pada hakekatnya mistik merupakan merupakan pengetahuan yang tidak rasional atau tidak dapat dipahami rasio, maksudnya hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat dipahami rasio dan memiliki bentuk pemikiran dan ekspresi tentang kebenaran yang mutlak di dalam suatu masyarakat. Ekspresi dan pemikiran yang tidak rasional ini kemudian membentuk suatu perilaku dalam kehidupan masyarakat dan menjadi suatu budaya.
                     
GAMBARAN UMUM TENTANG MISTIK.
Pengertian Mistik Secara etimologi, mistisisme berasal dari bahasa Yunani yaitu Misterion dari akar kata Mytes yang mengandung arti orang yang mencari rahasia-rahasia kenyataan, Myen yang berarti menutup mata atau dekat.
1 Pengertian secara etimologi terhadap istilah mistisisme pada awal kajian ini akan dapat menolong kita untuk memahami arti mistisisme
2 dalam kontek selanjutnya. Dalam pengalaman mistik kedua arti tersebut bisa berlaku secara simultan sehingga dapat disebutkan bahwa untuk memperoleh pengalaman mistik seseorang harus menutup pintu kesadarannya dari pengaruh dunia luar dan masuk dalam dirinya sendiri sehingga ia menemukan dirinya berada dalam kesatuan dengan Tuhan.

Pengalaman mistik adalah sebuah sikap pikiran, sebuah kecenderungan jiwa manusia yang selalu mencari dan berusaha untuk mendapatkan pengalaman yang berhubungan langsung dengan Tuhan sehingga Tuhan tidak dapat menjadi objek, namun sudah menjadi pengalaman
3 Mengamati dunia mistik atau mistisisme adalah suatu hal yang menyenangkan karena ia menjanjikan suatu yang baru bagi siapa saja yang menjelajahinya. Selama ratusan tahun dunia mistik secara luas telah menggerakkan minat para akademikus untuk mengeksplorasi dan mengungkapkan fakta-fakta yang beragam tingkat dan kompetensinya.

Alasan yang mendorong mereka, antara lain:
Pertama, keinginan ekumenis atau alasan baik dan buruk, yaitu untuk menemukan sesuatu yang umum di dalam 1 Bagus Lorens, Kamus Filsafat, PT. Gramedia, Jakarta, 1996, hlm. 652 2 Dalam literatur-literatur serta ensiklopedi, secara umum dipakai istilah mysticism.

Dalam tulisan ini, penulis menyebutnya mistisisme (Indonesia) bukan dalam pengertian sebagai sebuah doktrin atau ajaran, akan tetapi lebih mengacu kepada aspek pengalamannya.
3 Margareth Smith, The Nature and Meaning of Misticism, The Athlone Press, 1980, hlm. 20 kehidupan spiritual orang-orang yang beragama dengan pembedaan yang tegas antara tipe-tipe organisasi, tradisi-tradisi keagamaan dan ortodoksi dari agama-agama yang ada di dunia.

Kedua, untuk menemukan sumber-sumber spiritual yang universal yang dapat mengungkap makna bagi kehidupan kontemporer dalam menghadapi krisis kebudayaan masyarakat modern.

4 Sayangnya tidak ada suatu sejarah tunggalpun yang dapat menjelaskan mistisisme karena sejumlah tradisi agama-agama besar sudah terpisah satu sama lain bahkan tidak ada satu cara pun untuk mengetahui asal-usul mistisisme yang sebenarnya.

Seperti dikutip oleh Ramdan, menurut Ninian Smart dalam The Encyclopedia of Philosophy adalah sulit untuk memberi pengertian secara sederhana karena dua macam alasan.

Pertama, sebab para mistikus sering menjelaskan pengalaman mistik mereka sebagian dalam istilah-istilah yang terpakai dalam suatu ajaran agama yang dianggapnya benar, padahal ajaranajaran agama yang dihubungkan dengan mistisisme itu tidak ada yang sama.

Kedua, bahwa suatu perbedaan yang jelas antara pengalaman mistik dengan pengalaman kenabian dan pengalaman nominous (biasa) pada umumnya.

5 Dalam mistisisme, Tuhan bukan lagi menjadi objek melainkan sudah menjadi pengalaman.
 Tujuan para mistikus dengan demikian adalah untuk mengukuhkan sebuah relasi kesadaran dengan yang absolut di mana sebuah cinta yang teramat pribadi diketemukan.

6 Mereka mencoba menyadari bahwa kehadiran Tuhan dengan makhluk, dengan memasuki sebuah hubungan pribadi dengan Tuhan adalah sumber segala kehidupan. Jika agama umumnya membuat jarak dengan Tuhan, mistisisme mengajak untuk menyatu secara intim dengan Tuhan, dengan cara memasukkan Tuhan ke dalam jiwa dan membuang segala bentuk individualitas.

Perasaan, pikiran dan tindakan, semua lebur dalam dirinya. 4 Steven T. Katz, Mysticism and Philosopical Analisis, Sheldon Press, London, 1978, hlm. 1 5 Ramdan, Mistisisme, LESFI, Yogyakarta, 1990, hlm. 1 6 Margareth Smith, op. cit., hlm. 19 Membicarakan mistisisme berarti membicarakan suatu misteri besar yang tersembunyi, yang rahasia, suatu praduga awal, dan dari luar tidak dapat dicapai seseorang.

Kata-kata seperti “batin” dalam bahasa Arab telah menjadi kata misteri yang membuat orang berfikir apakah ia berhubungan dengan apa yang disebut mistisisme di Barat. Kata batin diterjemahkan secara harfiah menjadi inner (sisi dalam) yang merupakan lawan outer (sisi luar).
Sisi dalam adalah sesuatu yang tidak termasuk ghaib. Dengan kata lain, yang kita sebut mistikus adalah seseorang ynag mencari sesuatu yang tidak tampak.
Mistik pada dasarnya adalah suatu pengalaman keagamaan yang dapat bersifat introvertive (kecenderungan seseorang yang lebih menekankan pada aspek batiniah) maupun ekstrovertive (kecenderungan seseorang yang lebih menekankan pada aspek lahiriah).

Pengalaman itu tidak berhubungan dengan waktu, ada hubungan dengan sesuatu yang transenden, menimbulkan rasa ketenangan dan kebahagiaan dan biasanya diikuti kemampuan menguasai diri sendiri.

7 Pengalaman mistik merupakan pengalaman keagamaan dalam arti yang lebih luas dan lebih dalam dari sekadar “beragama”. Ia merupakan sebuah pengertian yang mengacu pada suatu totalitas sesuatu, sesuatu yang menundukkan manusia pada tempat yang penting sepanjang tempat dan waktu, dan sesuatu yang menjadi tempat bergantungnya keselamatan seseorang.
Lebih khusus lagi, pengalaman mistik bukanlah sikap untuk menerima informasi teologis ataupun informasi keagamaan, melainkan lebih sering menjadi lawan atau bertentangan dengan tradisi keagamaan yang lazim dianut.

Meskipun demikian, bukanlah pekerjaan yang mudah untuk memberikan sebuah pengertian definitif pada pengalaman mistik. Hal ini dikarenakan oleh dua hal.

Pertama, para mistikus seringkali menggambarkan pengalaman-pengalaman mereka dalam terminologi doktriner yang dianggap benar. Dan tak satupun doktrin-doktrin itu yang berkenaan dengan kemistikan.
Secara istilah ada beberapa pengertian tentang mistisisme antara lain : 7 Ramdan, op. cit., hlm. 153 1. Keyakinan bahwa kebenaran terakhir tentang kenyataan tidak dapat diperoleh melalui pengalaman biasa, dan tidak melalui pengalaman intelek (akal budi), namun melalui pengalaman mistik atau intuisi mistik yang non rasional.

 2. Pengalaman non rasional dan tidak biasa tentang realitas yang mencakup seluruh realitas transenden (sesuatu yang melampaui duniawi) yang memungkinkan diri bersatu dengan realitas yang biasanya dianggap sebagai sumber atau dasar eksistensi semua hal.

3. Mistisisme secara harfiah berarti pengalaman batin, yang tidak terlukiskan, khususnya yang mempunyai ciri religius. Dalam arti yang luas dimengerti kesatuan yang mendalam dengan Allah. Arti yang sempit kesatuan luar biasa dengan Allah.

4. Mistisisme adalah bahwa Tuhan dikenal di dalam bagian-bagian yang terdalam di dalam jiwa manusia secara eksperinsial (pengelaman).

8 Definisi lain diberikan oleh Rufus M. Jones dalam Dictionary of Philosophy sebagai berikut: mistisisme mengandung arti bahwa yang paling sederhana dan paling pokok adalah suatu tipe agama yang memberikan tekanan pada kesadaran yang langsung berhubungan dengan Tuhan, kesadaran akan kehadiran Tuhan yang langsung dan akrab.

Mistisisme merupakan agama pada suatu tingkatan yang mendalam.
9 Kemudian beberapa definisi yang dikemukakan oleh para penulis Barat, seperti dikutip oleh W.R. Inge dalam misticsm in religion diantaranya :
 1. Mistisisme adalah sebuah perasaan menyatunya diri dengan Tuhan (Attopfleiaener).
2. Mistisisme adalah sikap pikiran yang di dalamnya semua relasi ditujukan untuk menjalin hubungan jiwa dengan Tuhan (Edward Caird).

 8 Bagus Lorens, Kamus Filsafat, PT. Gramedia, Jakarta 1996, hlm. 652-654 9 Ramdan, Tasawuf dan Aliran Kebatinan, LESFI, Yogyakarta, 1993, hlm. 9 3. Mistik sejati adalah kesadaran bahwa apapun yang kita alami dalam kenyataannya hanyalah sebuah elemen belaka yang mensiratkan adanya “sesuatu yang lain” (Ricard Nettleship).
10 Definisi lain yang dikemukakan oleh Ibnu Arabi tentang mistik sejati adalah dia yang memandang (melihat) Tuhan dari Tuhan di dalam Tuhan dan melalui mata Tuhan: Dia yang menganggap (melihat) Tuhan dari Tuhan di dalam Tuhan tetapi tidak melalui mata Tuhan bukanlah seorang gnostik (arif), dan dia menganggap (melihat) Tuhan tidak dari Tuhan dan tidak pula dari dalam Tuhan, dan mengharapkan melihat dia dengan matanya sendiri.
11 Kedua, terdapat perbedaan antara pengalaman mistik dan pengalaman kenabian dengan pengalaman-pengalaman lainnya. Namun demikian tidak mudah untuk menjelaskan fenomena ini dalam sebuah definisi yang sederhana. Spencer, menyebutkan bahwa yang menjadi ciri utama mistik adalah klaim bahwa mereka mengadakan hubungan langsung dengan yang transendental.

12 Apapun definisi yang diberikan, yang perlu kita garis bawahi adalah bahwa pengalaman mistik sebagai salah satu bentuk pengalaman keagamaan tidak bisa dilepaskan dari dimensi keagamaan yang lain seperti ritus, mitos, doktrin, etika dan social
Semua definisi yang diberikan di atas, pengalaman mistik dapat dibedakan dalam beberapa aspek, yaitu aspek pengalaman itu sendiri, aspek jalan, cara, sistem atau teknik-teknik kontemplasi yang terkait dengan pengalaman itu, dan aspek ajaran yang muncul atau lahir dari mistikus atau yang dipengaruhi olehnya.
Dari berbagai macam pendapat tentang definisi serta keadaan psikologis yang menyertai pengalaman mistik tersebut di atas, maka penulis 10 Ninian Smart, “The History of Mysticism” dalam Enciclopedia of Philosophy, Vol. 5. dan 6, Macmillan Publising, New York, hlm. 419-420 11 A.E. Afifi, Filsafat Mistis Ibnu Arabi, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1995, hlm. 195- 196 12 Sidney Spencer, Misticismin World Religion, George Allen dan Unwin Itd., 1965, hlm.

Dapat menyimpulkan bahwa pengalaman mistik adalah suatu bentuk pengalaman spiritual, yaitu pengalaman langsung bertemunya diri dengan zat Yang Maha Lebih, yang dilingkupi berbagai macam kondisi yang mistikus, mulai dari rasa senang, takut dan sebagainya, sehingga dapat mempengaruhi pola hidup sang mistikus.

Mengapa pengalaman mistik begitu penting dalam pengalaman keagamaan dan membuatnya perlu diamati secara psikologis. Ada sedikitnya empat asumsi yang mendasari jawaban terhadap pertanyaan tersebut.

13 1. Bahwa jiwa manusia dapat memahami dan mempersepsi sesuatu dengan indera spiritualnya yang menembus kulit materi dan menangkap cahaya yang abadi. Indera batin ini disebut intuisi, yang dengannya manusia bisa menerima “wahyu” dan pengalaman langsung dari Tuhan. Dengan intuisi pula manusia dapat mempersepsi segala sesuatu yang tidak dapat ditangkap oleh akal serta membawanya untuk larut dan menyatu dengan Tuhan. Oleh karena itu, mistik menolak pendapat bahwa pengetahuan hanya dapat diperoleh dengan indera, akal atau proses kesadaran normal. Sebaliknya menurut klaim mistisisme, pengetahuan tertinggi justru didapat dari intuisi spiritual.

2. Mistisisme berasumsi bahwa manusia adalah bagian dari hakekat Tuhan dan bahwa di dalam setiap diri manusia terdapat cuplikan hakekat Tuhan yang mencari jalan untuk menyatu kembali dengan sumber keabadiannya. Para mistikus sepanjang abad mempercayai bahwa Tuhan adalah “dasar jiwa” di mana semua manusia di dalam kehidupannya mempunyai saham dalam satu pusat, yaitu Tuhan. Mereka menyadari bahwa Tuhan adalah “fondasi hidup jiwa” sehingga persepsi tentang keberadaannya, sebenarnya adalah persepsi menyatunya dengan hakekat Tuhan.

3. Bahwa tidak ada seorang pun yang bisa memperoleh pengetahuan tentang Tuhan kecuali mensucikan diri dari keakuannya. Oleh karena itu, baik mistik Barat maupun mistik Timur meyakini bahwa menjauhkan diri dari 13 Margareth Smith, op. cit., hlm. 21 ke-akuan dan nafsu adalah penting untuk mendapatkan pandangan tentang Tuhan. Peniadaan diri (self lose), penjauhan atau bahkan peleburan adalah kunci utama untuk mendeteksi Sang Absolut.

 4. Terakhir, jalan untuk mencapai hal tersebut adalah cinta. Para mistikus menemukan bahwa ke-akuan dapat ditaklukkan hanya dengan cinta. Bagi mereka, objek yang mereka cari dinamai dengan Yang Tercinta dan mereka menyebut dirinya dengan si pecinta. Dari sini kita dapati bahwa istilah cinta yang dipakai dalam mistik bukan sekedar dalam arti emosi, akan tetapi harus dipahami sebagai ekspresi tertinggi, terdalam dan menyeluruh dari semua kecenderungan-kecenderungan diri, suatu hasrat dan kerinduan yang dalam dari jiwa terhadap sumbernya

Cinta bagi mistikus adalah ekspresi aktif dari keinginan dan kemauan terhadap Yang Absolut. Hanya cinta yang dapat membuat mereka bebas untuk mencapai apa yang ingin mereka raih dan menerima cahaya yang abadi. Asumsi-asumsi di atas membuat pengalaman mistik menjadi pokok bahasan yang seharusnya tidak diabaikan oleh ahli psikologi agama, ini karena obyek kajian psikologi pertama kali adalah aspek pengalaman dari perilakuperilaku manusia dan efeknya terhadap perubahan-perubahan perilaku tersebut.
Bagaimanapun subjektifnya sebuah pengalaman mistik, tidak bisa dipungkiri bahwa usaha-usaha psikolog untuk mencari makna pengalaman-pengalaman tersebut telah membuat psikologi berkembang pesat.

Mencermati kuat sifat subjektifitas dalam pengalaman-pengalaman mistik dari berbagai biografi tokoh dalam penelitiannya terdapat kesamaan antara jalan mistik yang dilakukan oleh para tokoh, yaitu adanya sistem aturan perilaku yang disebut asketik. Ciri aturan perilaku ini adalah bahwa aturan -aturan perilaku ini memerlukan pembiasaan penolakan untuk melakukan tindakan-tindakan instinktif dan pembiasaan untuk melakukan perbuatanperbuatan yang menyakitkan (mortifikasi).

Tujuannya adalah pengekangan perilaku dan membuat kondisi distansi terhadap kesenangan-kesenangan duniawi serta kecenderungan-kecenderungan jasmaniah yang menghalangi pencapaian kemurnian spiritual.

14. Arti penting pengalaman mistik bagi psikologi agama adalah bahwa ia merupakan rangsangan kreatif dalam pemikiran keagamaan. Tokoh-tokoh mistik mengakui pengalaman-pengalamannya sebagai bentuk pengetahuan langsung mengenai realitas-realitas ke-Tuhan-an, yang cenderung menjadikan mereka sebagai inovator dalam gerakan-gerakan keagamaan. Santa Paulus, Budha, Muhammad dan sebagainya, semuanya melakukan perubahanperubahan drastis dalam tradisi keagamaan yang mereka warisi.

15 B. Macam-Macam Mistik 1. Union Mistik Istilah kesatuan mistik (mistical union) berasal dari bahasa latin “inua mystica” yang berarti suatu pengalaman menyatunya antara jiwa manusia dengan realitas yang lebih tinggi yang terjadi tanpa perantara. Kebersatuan ini mengangkat jiwa manusia ke puncak potensinya sehingga ia mencapai atau bahkan menyatu dengan Tuhan atau setidak-tidaknya dengan pengetahuan Tuhan atau sumber transenden kehidupan. Beberapa padanan untuk istilah ini antara lain: ekstase, kemenyatuan (deifikasi), semadhi, persepsian langsung, satori, nirvana, dan lain-lain.

16. Dalam buku Mystical Dimention of Islam karya Anne Marie Schimmel, istilah union mistik merupakan nama dari paham ajaran mistik, yaitu mysticism of infinity. Paham mistik memandang Tuhan sebagai realitas yang Absolut dan tak terhingga dan memandang manusia bersumber dari Tuhan dan dapat mencapai penghayatan kesatuan kembali dengan Tuhannya (Tuhan sebagai dzat yang immanent yang bersemayam dalam alam semesta dan dalam diri manusia).

Para penganut union mistik menekankan pada 14 Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama, Terjemah Machnun Hussein, Rajawali Press, Jakarta, 1992, hlm. 222 15 Ibid. 16 Ileana Marcooelesca, “Mistical Union”, dalam The Encyclopedia of Religion, Macmillan Publissing Company, New York , 1987, hlm. 239 pendekatan valuntaristik, yakni berusaha membebaskan dan melarutkan kediriannya dengan Tuhan, dan menyatukan kehendaknya dengan kehendak Tuhan.

17. Pengalaman menyatu subyek dengan Tuhannya dianggap sebagai tingkat tertinggi dari pengalaman mistik dan jalan perenungan. Dalam beberapa agama, pengalaman ini hanya dapat diperoleh apabila seseorang melalui tingkatan-tingkatan atau jalan, pada penghayatan ini dicapai dengan tiga taraf, yaitu via purgativa, via contemplativa dan via illuminativa.

18. Via purgativa, merupakan segi filosofis yang terberat karena terdiri dari mawas diri, penguasaan segala nafsu, dan kemudian mensucikan seluruh hati hanya untuk Tuhan saja. Arti kata, untuk mencapai penghayatan yang semurni-murninya kepada Tuhan, seseorang harus berani membuang segala bentuk ikatan dengan dunia atau membasmi segala nafsu atau keinginan terhadap selain Tuhan. Inilah pensucian hati menurut pengertian mistik.

Kemudian baru bisa mengkonsentrasikan pikiran sepenuhnya untuk Tuhan. Via contemplativa adalah samadhi atau meditasi, yaitu memusatkan seluruh kesadaran dan pikiran dalam merenungkan keindahan Tuhan dengan penuh kerinduan. Tingkatan ini merupakan segi praktis seperti halnya upacara persujudan atau semadhi dalam penghayatan kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Semadhi ini baru bisa dijalankan dengan sempurna apabila hatinya telah suci dari nafsu-nafsu dan noda-noda keduniaan.

Adapun Via Illuminativa ialah proses terbukanya tabir penyekat alam gaib, atau proses mendapat penerangan dari nur gaib sebagai hasil dari samadhi atau dzikir. Penghayatan gaib ini berjenjang-jenjang dan memuncak pada penghayatan ma’rifat pada Tuhan atau bahkan penghayatan manunggal dengan Tuhan.

Bagi paham union mistik, penghayatan mistik atau ma’rifat ini hanya bisa dialami dan dinikmati oleh para orang khawas, yakni para kaum kebatinan, tidak bisa dicapai oleh orang awam. Karena orang awam pada umumnya 17 Annemarie Scimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, Terjemah Supardi Djaka Dawana, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1986, hlm. 5 18 Ileana Marcooelesca, op. cit., hlm. 239-240 tidak mempunyai kemampuan untuk mawas diri, pengendalian nafsu, dan pensucian hati serta bersemadhi secara benar-benar hening.
19 Evelyn Underhill, sebagaimana dikutip oleh Kenneth Wabnick, merincinya lagi kedalam lima tingkatan proses yang terjadi pada diri seorang mistikus untuk menuju kemenyatuan.
 a. Konversi yang datang tiba-tiba setelah melalui kegelisahan yang panjang. Kondisi ini disebut “Kebangkitan Diri” yang merupakan sebuah pengalaman emosional yang baru dan berbeda dari sekedar sensasi yang disertai dengan kesadaran tentang sesuatu yang lebih tinggi.

b. Setelah mengalami keadaan awal tersebut, seorang mistikus mulai merasakan bahwa pola dan cara hidupnya yang lalu tidak lagi memuaskan. Ia merasa harus mensucikan dirinya. Underhill menyebut proses ini sebagai masa “Pensucian Diri”, dimana kebiasaan-kebiasaan yang ia temukan didalam fungsi-fungsi sosialnya tidak lagi cocok dengan pengalaman batin yang ia peroleh. Praktek-praktek asketik dari para mistikus dapat ditemukan pada tahap ini.

 c. Setelah mensucikan diri dari kecenderungan-kecenderungan keinginannya sendiri dan kebiasaan-kebiasaan masyarakatnya, ia memasuki tahap “Pencerahan Diri”. Disini pengalaman-pengalaman batinnya terasa lebih penuh dan berada dalam sebuah pemahaman langsung. Berbeda dengan tahap berikutnya, dalam tahap ini ia memahami dirinya sebagai entitas yang terpisah atau belum menyatu dengan Ilahi.
d. Tahap ini adalah yang paling menonjol dalam proses mistik dimana seseorang merasa beralih secara total dan terpisah dari pengalamanpengalamannya sendiri. Jika pada tahap pensucian ia mensucikan 19 Simuh, Sufisme Jawa, Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, Bentang Budaya, dirinya dari pengalaman-pengalamannya sendiri, maka pada tahapan ini ia harus benar-benar menjadi bagian dari sebuah kekuatan yang ia yakini sebagai Ilahi. Selagi ia masih memperhatikan keinginannya dan keakuannya, berarti ia masih mempunyai jarak atau keterpisahan dari apa yang ia yakini tersebut.
e. Tahap ini adalah tahap kulminasi dari pengalaman mistik dimana seorang mistikus kembali ke penyatuan dengan dirinya, kehidupan sosial dan alam pada umumnya. Oleh karena itu tahap ini disebut “penyatuan kehidupan” memasuki tahap ini, secara emosional seorang mistikus merasakan suatu ketenteraman dan kedamaian yag menyeluruh dalam kehidupannya.
Wapnick, menambahkan lima proses di atas dengan proses keenam, yaitu bahwa setelah kembali dari pengalaman mistiknya, seorang mistikus kemudian memperbaharui keterlibatannya dalam situasi dengan vitalitas dan kekuatan baru.20 Di antara penganut dan sejumlah tokoh yang mendendangkan ajaran union mistik adalah Suhrawardi, Ibnu Arabi, Hamzah Fansuri , Jalaluddin Rumi, Al-Hallaj, dan lain lain.

Hanya saja dalam mengungkapkan faham union mistik para tokoh tersebut menggunakan kalimat atau kata-kata perlambang yang kadang-kadang cukup rumit pemahamannya.

Mistik yang menghidupkan rasa cinta pada tuhan dengan kehalusan rasa dalam yang sedalam-dalamnya, perasaan yang halus ini tentu hanya bisa dilukiskan dengan ungkapan-ungkapan perlambang dan tamsil-tamsil dalam bentuk syair-syair yang indah dan religius.

21 2. Personal Mistik Tipe kedua ini berasal dari istilah mysticism of personality dan lebih dikenal dengan mistik kepribadian, yang berarti hubungan antara manusia dan Yogyakarta, 1996, hlm. 40-42 20 Kennetth Wapnick, Mysticism and Schizoprenia, hlm. 323-324 Tuhan dipahami sebagai hubungan antara makhluk dan pencipta, antara budak di hadapan tuannya, yaitu antara si mabuk cinta yang mendambakan kasihnya. Ajaran ini merupakan suatu aliran mistik yang menekankan aspek personal bagi manusia dan Tuhan.

22 Pada paham kedua ini konsep creatio ex nihila (Tuhan menciptakan alam dari kehampaan menjadi ada, alam sebagai yang baru) seperti ajaran alQur’an dan Injil, tetap dipertahankan. Paham ini dalam bentuk yang lain dinamakan paham transendentalis mistik, yaitu paham mistik yang mempertahankan adanya perbedaan yang esensial antara manusia sebagai makhluk dan Tuhan sebagai khalik. Tuhan dipandang sebagai dzat yang bersifat transenden mengatasi alam semesta.

23 Paham transendentalis atau personalis mempergunakan pendekatan gnostik (gnostic approach), yakni berusaha untuk mendapatkan pengetahuan langsung yang sedalam-dalamnya terhadap Tuhan (to strives for a deeper knowledge of god). Sejalan dengan pendekatan gnostik, ahli mistik paham ini bersusah payah untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih dalam tentang 21 Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 180-181 22 Ibid., hlm. 3 23 Annemarie Schimmel, op. cit., hlm. 6 Tuhan.

 Ia berusaha mengetahui struktur semestanya atau menafsirkan derajad wahyu-Nya. Dalam arti yang lain adalah untuk memantapkan dan menghidupkan keyakinan dan pengalaman agama dengan perantaraan penghayatan ma’rifat kepada Tuhan. Dilihat dari sejarah perkembangannya, munculnya gerakan mistik ini merupakan counter atau pernyataan sikap terhadap perkembangan teologi beberapa agama yang amat rasionalis dan pengembangan hukum agama yang amat formalis dan logis, yang jelas kesemuanya dirasa amat mendangkalkan dan mengeringkan perasaan agama.

Sebagai reaksinya, golongan penganut mistik ini lebih mementingkan rasa dan penghayatan agama. Salah satu pelopor gerakan mistik ini adalah Rabi’ah al-Adawiyah, telah memperkenalkan dasar pendekatan baru yang sesuai dengn gnostik mistik, yaitu cinta rindu kepada Tuhan (love of god), yaitu rasa cinta kepada Tuhan yang membangkitkan rasa gandrung atau rindu untuk bertemu muka dengan dzat yang dicintainya.

Unsur cinta kepada Tuhan ini merupakan ciri khusus bagi setiap ajaran mistik, sehingga Annemarie Schimmel mengatakan, “mysticism can be defined as love of absolut for the power that sparates true mysticism from were asceticism is love”.

24 Pada sisi lain konsep cinta kepada Allah menimbulkan rasa ikhlas beribadah, sama sekali tidak mengharapkan pahala ataupun lantaran takut neraka. Sebagaimana diterangkan oleh Margaret Smith dalam reading from the mysticism of Islam, pada suatu hari Rabi’ah lari-lari membawa kendi berisi air dan suluh api (obor). Sewaktu ditanya, dia menjawab akan membakar surga dengan apinya, dan memadamkan api neraka dengan airnya, lantaran keduanya menyesatkan arah para mistikus (sufi) dalam ibadah mereka. Seperti dikutip dari kata-kata Margaret Smith : “O my lord, if I worship from the tear of hell, born me in hell, and if I worship from the hope of paradise, exclude me thence; but if I worshpi 24 Ibid., hlm. 3 for the thine awn sake, then with hold not from me thine eternal beauty.”
25 (Tuhan jika aku menyembah pada-Mu lantaran takut akan api neraka, bakarlah aku di dalam; dan jika aku menyembah kepadamu lantaran mengharap pahala syurga, jauhkanlah aku dari padanya; akan tetapi bila aku menyembah kamu lantaran (ingin tatap muka) kepada-Mu, jangan kau sembunyikan keindahanmu yang abadi). Ungkapan tersebut di atas menunjukkan adanya perbedaan yang mendasar antara ahli syari’at sebagai pencari pahala surgawi (seekers of paradise), dengan para sufi sebagai pencari Tuhan (seekers of God).

Cinta semacam ini memang bagus bila direnungkan sepintas lalu. Hal ini wajar, karena menurut logika mistisisme pada umumnya, tujuan untuk sampai kepada Tuhan adalah yang paling utama. Dalam tamsil yang populer dalam sufisme Tuhan sebagai tujuan satu-satunya begi mereka diibaratkan sebagau laut. Sedang thariqah atau jalan menuju Tuhan diibaratkan sebagai sungai yang berbagai macam di dunia ini. Dan semua sungai bila ditelusuri tentu bermuara di laut.26 25 Margareth Smith, Reading From the Mistics Of Islam, Oxford University Press,


Harapan penulis, dengan  membaca  tulisan ini  semoga  pembaca  memahami  atau  mengerti  apa itu  sesungguhnya  MISTIK, sehingga  dapat  saling  mengisi  untuk  memahami  media  ini  selanjutnya, mudah-mudahan   menjadi  bacaan  alternatip  bagi  anda. Terrima  kasih.Amin.

Wednesday, 10 August 2016

Pengembangan RPP


PENGEMBANGAN RPP DAN PENILAIAN




           

Makalah
Diajukan sebagai salah satu tugas
Mata Kuliah
TELAAH KURIKULUM MATEMATIKA

DOSEN:  
EVA SUSANTI, M.Pd

OLEH :
MAHARANI (14.61.0011)



UNIVERSITAS TAMANSISWA
FAKULTAS KEGURUAN Dan ILMU PENDIDIKAN
TAHUN AJARAN
2015/2016


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT. atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul  “Pengembangan RPP dan Pengembangan Penilaian”.

Saya menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini saya menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Saya menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, saya telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, saya dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.


Palembang, 11 Mei 2016


                       Penyusun







DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………………………………….………………………….. ii
Daftar Isi ………………………………………………………….……………...………………………………………………….. iii
BAB I : PENDAHULUAN …………………………….………………………………………..…..……………………………….. 4
BAB II : PEMBAHASAN …………………………………………………………………………………………………………….. 6
A.    Pengertian RPP ………………………………………………………….…………………………………………………….. 6
B.    Unsur Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ……………….…………………………………………………….. 7
C.    Prinsip Pengembangan Pelaksanaan Rencana Pembelajaran ……………………………………….. 10
D.    Prinsip Penilaian ………………………………………………………………………………………………………….. 15
E.     Tujuan Penilaian ………………………………………………………………….……………………………………….. 16
F.     Penilaian Berbasis Kelas………………………………………………………………………………………………….. 16
G.    Penilaian Afektif ………………………………………………………………………………………………………….. 17
BAB III : PENUTUP ……………………………………………………………………….…………………………………….. 22
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………..……….……………………………………….. 23













BAB I
PENDAHULUAN

Pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan rumusanrumusan tentang apa yang akan dilakukan oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi dasar yang telah ditentukan, sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan. Dasar pengembangan pembelajaran merupakan desain pembelajaran atau tahun 1975 istilahnya disebut sebagai Prosedur Pengembangan Sistem Pembelajaran (PPSI). Sebagai suatu prosedur, desain pembelajaran dapat diartikan sebagai langkah yang sistematis untuk menyusun rencana atau persiapan pembelajaran dan bahan pembelajaran. Produk dari desain pembelajaran adalah berupa persiapan pembelajaran, silabus, modul, bahan tutorial dan bentuk saran pedagogis lainnya. Proses pengembangan perencanaan pembelajaran terkait erat dengn unsurunsur dasar kurikulum yaitu tujuan materi pelajaran, pengalaman belajar dan penilaian hasil belajar. Perangkat yang harus dipersiapkan dalam perencanaan pembelajaran adalah : (a) memahami kurikulum; (b) menguasai bahan ajar; (c) menyusun program pengajaran; (d) melaksanakan program pengajaran dan (e) menilai program pengajaran dan hasil proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Dalam perencanaan pembelajaran sampai saat ini masih mempergunakan pendekatan sistem, artinya perencanaan pembelajaran merupakan kesatuan utuh yang memiliki komponen (tujuan, materi, pengalaman belajar dan evaluasi) yang satu sama lain saling berinteraksi.
Penilaian pada umumnya hanya terfokus pada, bagaimana, kemampuan kognitif peserta didik. Pada pelajaran apapun, ranah kognitif, mau tidak mau, seolah menjadi primadona dalam tolok ukur kemampuan peserta didik.
Dalam pembelajaran akidah akhlak, yang notabene lebih menekankan pada ranah afektif, sudah semestinya bentuk penilaian selain memfokuskan pada kognitifnya, ranah afektif pun semestinya justru yang lebih didominankan. Misal, bagaimana sikap peserta didik dalam mengaplikasikan ilmu yang didapatkannya selama pembelajaran akidah akhlak tersebut, seperti sikap terpuji dan keyakinan dalam akidahnya.
Karena jika ranah afektif ini seolah diabaikan oleh guru dalam penilainnya, maka nilai yang didapatkan peserta didik hanya melalui ranah kognitif, tidak bisa digunakan sebagai patokan tungal untuk menentukan kelulusan kriteria minimal pada pembelajaran akidah akhlak tersebut.
Dalam penilaian afektif, yang tentu menilai sikap dan kepribadian diri peserta didik berkaitan dengan akidah akhlak, guru seharusnya bisa menilai sepanjang pembelajaran dimulai hingga berakhir sebagai bahan acuan. Atau mungkin, selain itu guru juga bisa mengamati, mengobservasi, atau sesekali menyelipkan pertanyaan serupa angket pada pembelajarannya atau pada soal ujian harian.
Sehingga, selain memang ranah kognitif yang diperkuat melalui dominasi ujian, ranah afektif juga turut dinilai sebagai bahan acuan pembanding dalam menentukan kelulusan peserta didik pada tiap-tiap kompetensi.
























BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian RPP
Sejalan dengan upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan, banyak program inovatif yang muncul kaitannya dengan perubahan paradigma dan pembaharuan dalam dunia pendidikan. Perubahan paradigma pendidikan tidak cukup hanya dengan perubahan dalam sektor kurikulum, baik struktur maupun prosedur perumusannya.
Pembaharuan kurikulum akan lebih bermakna bila diikuti oleh perubahan prkatik pembelajaran baik di luar maupun di dalam kelas. Indikator perubahan kurikulum ditunjukkan dengan adanya perubahan pola kegiatan pembelajaran, pemilihan media pembelajaran, penentuan pola penilaian yang menentukan keberhasilan pembelajaran itu sendiri. Keberhasilan implementasi kurikulum akan banyak ditentukan oleh pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan guru dalam memahami tugas-tugas yang diembannya, dan pembelajaran merupakan salah satu tugas yang sangat menentukan keberhasilan itu.
Pembelajaran akan menjadi sesuatu yang bermakna buat peserta didik ketika diupayakan melalui sebuah perencanan pembelajaran yang baik dan benar. Oleh karena itu, keterampilan guru dalam merancang pembelajaran merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik, pembelajar, dan seorang perancang pembelajaran.
 Pembelajaran, secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya untuk membelajarkan siswa dan aktivitas belajar siswa tersebut dapat terjadi dengan direncanakan (by designed). Perencanaan merupakan aktivitas pendidikan dimana pembelajaran ada di dalamnya yang secara sadar dirancang untuk membantu siswa dalam mengembangkan fotensi dirinya melalui sejumlah kompetensi yang diacunya dalam setiap proses pembelajaran yang diikutinya. Dengan demikian, inti dari perencanaan pembelajaran adalah proses memilih, menetapkan dan mengembangkan, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran, menawarkan bahan ajar, menyediakan pengalaman belajar yang bermakna, serta mengukur tingkat keberhasilan proses pembelajaran dalam mencapai hasil pembelajarannya.
Menurut Nana Sudjana (2000 : 61) mengatakan bahwa perencanaan adalah proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tidakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Hal senada juga dikemukakan oleh Hadari Nawawi (1983 : 16) bahwa perencanaan berarti menyusun langkahlangkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu. Kesimpulannya, efektivitas perencanaan berkaitan dengan penyusunan rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan, dapat diukur dengan terpenuhinya apa yang tertuang dalam perumusan perencanaan. Sementara untuk pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh guru dalam membimbing, membantu, dan mengarahkan peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar.
Menurut Mulyani Sumantri (1988:95) pembelajaran adalah suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman belajar bagi peserta didik. Merujuk kepada pemahan di atas, berarti perencanaan pembelajaran pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan yang diwujudkan dalam penyusunan langkah-langkah untuk pencapaian tujuan pembelajaran agar peserta didik memiliki pengalaman belajar yang berarti. Pemahaman secara konseptual berikut ini, diharapakan dapat membantu anda untuk meningkatkan efektifitas pembuatan perencanaan pembelajaran. Konsep berikut memiliki dua pemahaman, yaitu pertama proses pengambilan keputusan dan pengetahuan professional tentang proses pembelajaran, Kedua keputusan yang diambil oleh guru bisa beragam mulai dari yang sederhana misalnya pengorganisasian aktivitas kelas, sampai yang komplek misalnya menentukan apa yang akan dipelajari oleh siswa.
Dalam lingkup yang lebih luas, perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran, dan penilaian dalam alokasi waktu tertentu untuk menapai tujuan yang telah ditentukan.
B.      Unsur Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Istilah pembelajaran merupakan terjamahan dari instruction yang secara khusus diartikan sebagai upaya menciptakan kondisi yang memungkinkan seseorang belajar.
Proses pengembangan pembelajaran terkait dengan unsur-unsur dasar karikulum yang sekaligus juga merupakan unsur dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, yaitu tujuan materi pelajaran, pengalaman belajar dan penilaian hasil belajar. Pengembangan program ini merupakan suatu sistem yang menjelaskan adanya analisis atas semua komponen yang saling terkait secara fungsional. Oleh karena itu, guru harus mempersiapkan perangkat yang harus dilaksanakan dalam perencanaan pembelajaran yang akan dilakukannya, antara lain : (1) Memahami kurikulum; (2) Menguasai bahan ajar; (3) Menyusun program pengajaran; (4) Melaksanakan program pengajaran; dan (5) Menilai program pengajaran dan hasil proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan
Apabila anda menganalisi esensi kurikulum 2004 atau yang dikenal dengan kurikulum berbasis kompetensi, secara jelas mengisaratkan kepada setiap guru harus memiliki pemahaman yang komprehensip tentang implementasi pembelajaran yang diharapkan. Dalam kurikulum tersebut, menghendaki proses pembelajaran yang memberdayakan semua peserta didik untuk menguasai semua kompetensi yang diharapkan dengan menerapkan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, berpusat pada peserta didik, mengembangkan kreativitas peserta didik, bermuatan nilai, etika, astetika, logika, dan kinestetika, kontektual, efektif dan efisien, bermakna, dan menyediakan pengalaman belajar yang beragam.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan hedaknya mampu mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, kreativitas, kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi, pada setiap peserta didik.
Komponen materi pokok pembelajaran berbasis kompetensi meliputi : (1) kompetensi yang akan dicapai; (2) strategi penyampaian untuk mencapai kompetensi; (3) sistem evaluasi atau penilaian yang digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi.
Konsep pembelajaran berbasis kompetensi mensyaratkan dirumuskannya secara jelas kompetensi yang harus dimiliki siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Tingkat pencapaian kompetensi terkait erat dengan sistem pembelajaran. Oleh karena itu, dalam prakteknya pembelajaran kompetensi harus memiliki komponen minimal pembelajaran berbasis kompetensi, sebagai berikut :
a.      Pemilihan dan perumusan kompetensi harus tepat
b.      Spesifikasi indicator penilaian utuk menentukan penapaian kompetensi
c.       Pengembangan sistem penyampaian yang fungsional dan relevan dengan kompetensi dan sistem penilaian.
Perencanaan pembelajaran memiliki peran penting dalam memandu guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, yang melayani kebutuhan belajar siswanya. Perencanaan merupakan langkah awal sebelum proses pembelajaran berlangsung.
Beberapa manfaat yang bisa diperoleh ketika guru membuat perencanaan pembelajaran untuk setiap kegiatan pembelajarannya antara lain :
1.      Sebagai petunjuk arah kegitan dalam mencapai tujuan / kompetensi dalam pembelajaran
2.      Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam pembelajaran.
3.      Sebagai pedoman kerja /kegiatan bagi setiap unsur guru dan unsur siswa
4.      Sebagai alat ukur efektif tidaknya sesuatu kegiatan pembelajaran berlangsung
5.      Sebagai bahan penyusunan data informasi tentang keberhasilan pembelajaran
Proses pengembangan pembelajaran terkait dengan unsur-unsur dasar kurikulum yaitu tujuan materi pelajaran, pengalaman belajar dan penilaian hasil belajar. Untuk mempermudah pemahaman anda tentang hal ini, perhatikan matrik rujukan berikut :

Rencana pembelajaran pada umumnya akan mengacu kepada enam hal penting yang harus dipersiapkan ketika akan melaksanakan proses pembelajaran, antara lain :
1)      Pencapaian tujuan yang harus dirumuskan oleh guru bedasarkan GBPP
2)      Perumusan tujuan belajar yang mengacu kepada pengembangan perilaku khusus yang akan dicapai pada akhir pembelajaran
3)      Pelaksanaan pembelajaran hendaknya didasarkan kepada pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki oleh siswa.
4)      Proses pembelajaran berorientasi kepada olah kegiatan pemikiran, mentalitas, dan perbuatan siswa yang diwujudkan dalam pembelajaran secara aktif (CBSA). Sehingga proses pembelajaran tersebut menjadi lebih menarik, menantang dan juga menyenangkan.
5)      Optimalisasi pemanfaatan media dan sumber belajar untuk mendukung proses belajar aktif.
6)      Evaluasi yang di dasarkan kepada perubahan perilaku siswa baik yang direncanakan (instructional effect) maupun tidak (nurturan effect)

C.      Prinsip Pengembangan Pelaksanaan Rencana Pembelajaran
Pelaksanaan rencana pembelajaran harus berorientasi kepada upaya penyiapan individu siswa agar mampu melaksanakan perangkat kompetensi yang telah direncanakan pada tahap awal pengembangan perencanaan pembelajaran.
Konsistensi kompetensi yang akan dicapai dalam setiap matapelajaran hendaknya selalu diupayakan tercapai sacara optimal. Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peseta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapakan. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran hendaknya : (1) berpusat pada peserta didik; (2) mengembangkan kreatifitas peserta didik; (3) menciptakan kondidisi yang menantang da menyenangkan; (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika; (5) menyediakan pusat penglaman belajar yang beragam (Diknas, 2002).
 Berdasarkan pemahaman di atas, pengembangan program hendaknya juga dilakukan berdasarkan pendekatan kompetensi. Sehingga penggunaan pendekatan ini desain programpun dapat dilakssanakan secara efektif, efisien, dan tepat.
Pembelajaran berberbasis kompetensi akan menitik beratkan kepada pengembangan kemampuan untuk melakukan kompetensi sesuai dengan yang telah direncanakan.
Suatu program pembelajaran berbasis kompetensi harus mengandung empat unsur pokok, yaitu : (1) Pemilihan kometensi yang sesuai (2) Spesifikasi indicator evaluasi untk menentukan keberjasilan kompetensi (3) Pengembangan system pembelajara (4) Penilaian (evaluasi)
 Hasil pembelajaran dinilai dan dapat dijadikan bahan umpan balik untuk selalu mengadakan perubahan terhadap tujuan pembelajaran dan prosedur pmbelajaran yang dilaksanakan sebelumnya.
Adapun langkah-langkah pengembangan pembelajaran tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Stanley Elam dalam Umar Hamalik (2002) sebagai berikut :
Bagan. Langkah Pengembangan Pembelajaran
Berdasarkan bagan di atas kita dapat memahami bahwa langkah pengembangan pembelajaran dimulai dari :
(1) Spesifikasi asumsi Pengembangan pembelajaran harus didasarkan kepada asumsi yang benar, Misalnya belajar akan menjadi lebih bermakna jika siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Siswa akan belajar dengan baik apabila mereka memahami apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui. Ini merupakan filosofi belajar secara konstrukifisme.
(2) Mengidentifikasi kompetensi Penyusunan rencana pembelajaran perlu memperhatikan kompetensi dasar yang akan diajarkan. Cakupan dan keluasan kompetensi dasar digunakan jaringan topik/tema/konsep. Ketika cakupan materi dalam kompetensi dasar terlalu luas perlu dijabarkan dalam lebih dari satu pembelajaran. Kompetensi harus dijabarkan secara khusus dan telah divalidasi serta di tes sejauhmana kontribusinya terhadap keberhasilan dan efektivitas belajar mengajar. Identifikasi kompetensi dapat dilakukan melalui : analisis tugas (task analysis), dan sebagainya.
(3) Menggambarkan kompetensi secara spesifik Spesifikasi kompetensi biasanya lebih khusus, dapat diamati, dan lebih oprasional.
(4) Menentukan kriteria jenis asesmen Langkah ini ditempuh guna mengukur ketercapaian kompetensi, dan ini sangat penting dalam pengembangan pembelajaran. Karena ketersediaan alternative penilaian yang disiapkan oleh guru menunjukkan kesiapan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
(5) Pengelompokan tujuan dan penyusunan tujuan pembelajaran Pengelompokan tujuan merupakan deskripsi logis dari program yang di dalamnya memuat kompetensi minimal.
(6) Desain strategi pembelajaran Desain ini dibuat sesuai dengan kompetensi yang telah dirumuskan dan dikembangkan setelah kompetensi ditetapkan Strategi umum yang digunakan biasanya berupa : prospectus, tujuan, pre asesmen (asesmen diagnostic), kegiatan yang akan dilakukan, dan post asesmen.
(7) Mengorganisasikan sistem pengelolaan Sistem pengelolaan dalam lebih bersifat individual sesuai dengan kebutuhan siswa, yang dalam implementasinya memerlukan layanan multidisipliner dan mengutamakan suasana real (field setting).
(8) Melaksanakan uji coba program Program yang telah dibuat, hendaknya dilakukan uji oba dengan tujuan untuk mengevaluasi efektivitas strategi instruksional, tuntutan program, ketepatan alat atau jenis penilaian yang digunakan, dan efektivitas system penglolaan.
(9) Menilai desain pembelajaran Terdapat empat aspek penting dalam menilai desain pembelajaran antara lain : (a) validasi tujuan; (b) tingkat kriteria dan bentuk asesmen; (c) sistem instruksional; dan (d) pelaksanaan dan pengelolaan sesuai dengan tujuan. Penilaian hendaknya dilakukan seawal mungkin, kontinuitas, sebab merupakan bagian integral dalam pengembangan program.
(10) Memerbaiki program Perbaikan program hendaknya dilaksanakan berdasarkan umpan balik dari pengalaman belajar yang telah dimiliki oleh setiap siswa dan guru. Pengembangan rencana pembelajaran berdasarkan kurikulum 2004 adalah berupa silabus, pengembangannya dilakukan oleh guru dengan memperhatikan beberapa aspek penting sebagai berikut : (a) Pengertian silabus; (b) isi silabus; (c) manfaat silabus; (d) prinsip pengembangan silabus; (e) langkah pengembangan silabus.
 Dalam kurikulum 2004 yang dimaksud dengan silabus adalah : seperangkat rencana dengan pengaturan kegiatan pembelajaran, pengelaolaan kelas dan penilaian hasil belajar. Tujuan pengembangannya adalah membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam menjabarkan kempetensi dasar menjadi perencanaan belajar mengajar.
Pada umumnya isi silabus paling sedikit mengandung unsur berikut :
(a) tujuan matapelajaran;
(b) sasaran mata pelajaran;
(c) keterampilan yang diperlukan;
(d) urutan topik yang akan diajarkan;
(e) aktivitas dan sumber belajar pendukung keberhasilan pembelejaran;
(f) teknik evaluasi yang digunakan.
Prinsip yang mendasari pengembangan silabus harus memiliki kriteria brikut ini : ilmiah, memperhatikan pekembangan kebutuhan siswa, sistematis, relevansi, konsisten, dan kecukupan. Semua materi yang akan diberikan kepada siswa harus memenuhi kebenaran ilmiah.
Materi dalam silabus harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik dan psiologis anak. Sistematika silabus mengacu kepada komponen pokok silabus berupa standar kompetensi, indicator dan materi pebelajaran.
Langkah pengembangan silabus berbasis kompetensi terdiri atas tujuh langkah utama, sebagaimana tercantum dalam Pokok Pedoman Umum Pengembangan Silabus (Depdiknas, 2004) yaitu : (1) penulisan identitas matapelajaran; (2) perumusan standar kompetensi; (3) penentuan kompetensi dasar; (4) penentuan materi pokok dan uraiannya; (5) penentuan pengalalam belajar; (6) penentuan alokasi waktu; (7) penetuan sumber dan bahan pelajaran.


D.     Prinsip Penilaian
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, sebagai berikut:
1.  Shahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
2.  Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi objektivitas penilai.
3.  Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena kebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status  sosial ekonomi, dan gender.
4.  Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5.  Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6.  Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai untuk memantau perkembangan peserta didik.
7.  Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
8.  Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
9.  Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, bai dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.

E.      Tujuan Penilaian
Ismet Basuki dan Hariyanto, mengemukakan dalam bukunya yang berjudul Asesmen Pembelajaran, bahwa tujuan penilaian antara lain, yaitu:
1.  Menilai kemampuan individual melalui pemberian tugas tertentu.
2.  Menentukan kebutuhan pembelajaran.
3.  Membantu dan mendorong siswa untuk belajar.
4.  Membantu dan mendorong guru untuk mengajar secara lebih baik.
5.  Menentukan strategi pembelajaran.
6.  Membuktikan akuntabilitas lembaga.
7.  Meningkatkan kualitas pendidikan.

F.       Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian berbasis kelas adalah penilaian yang dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan mengajar. Sejak kurikulum 2004 sampai kurikulum 2013 penilaian yang dilakukan adalah penilaian berbasis kelas. Penilaian berbasis kelas merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi dan hasil belajar peserta didik terhadap tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, yaitu standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar yang terdapat dalam kurikulum. Penilaian berbasis kelas dilaksanakan guru untuk mengetahui tingkat kompetensi yang ditetapkan, bersifat internal, merupakan bagian dari pembelajaran, serta sebagai bahan untuk meningkatkan mutu hasil belajar.
Perangkat penilaian berbasis kelas antara lain meliputi:
1.  Tes tertulis, suatu alat penilaian berbasis kelas yang penyajian maupun penggunaannya dalam bentuk tertulis.
2.  Tes perbuatan, dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung yang memungkinkan terjadinya praktik. Pengamatan dilakukan terhadap perilaku peserta didik pada saat proses pembelajaran berlangsung.
3.  Pemberian tugas, dilakukan untuk semua mata pelajaran mulai awal pembelajaran sampai dengan akhir pembelajaran sesuai dengan materi pelajaran dan perkembangan peserta didik.
4.  Penilaian proyek, penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu. Biasanya merupakan tugas kelompok. Penilaian dilakukan mulai dari pengumpulan, pengorganisasian, penilaian sehingga presentasi proyek.
5.  Penilaian produk, adalah penilaian terhadap penugasan keterampilan peserta didik dalam membuat suatu produk.
6.  Penilaian sikap, dapat dilakukan berkaitan dengan berbagai objek sikap, seperti sikap terhadap proses pembelajaran, sikap terhadap materi pelajaran, sikap yang berhubungan dengan nilai-nilai karakter yang ingin ditanamkan dalam diri peserta didik melalui materi pelajaran tertentu.
7.  Penilaian portofolio, merupakan penilaian berbasis kelas terhadap sekumpulan karya peserta didik atau catatan berharga terkait peserta didik yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi dengan baik, yang diambil selama proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu. Portofolio digunakan oleh guru dan peserta didik untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik dalam mata pelajaran tertentu.

G.     Penilaian Afektif
Ismet Basuki mengutip pendapat Wood, dalam bukunya Asesmen pembelajaran, bahwa penilaian afektif adalah setiap metode yang digunakan untuk mengungkapkan bagaimana seorang siswa merasakan tentang dirinya, persepsi tentang citra dirinya, apa yang berpengaruh terhadap perilakunya di dalam masyarakat, kelas, dan rumahnya[5].
1.    Karakteristik Ranah Afektif
Ismet Basuki menyebutkan, bahwa paling tidak ada lima karakteristik afektif, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.[6] Sejumlah ahli menambahkan beberapa aspek lagi terkait karakteristik afektif yang juga layak diperhatikan, antara lain adalah preferensi (pertimbangan baik dan buruk), control diri, pengembangan emosi, lingkungan kelas, opini, motivasi, hubungan sosial, dan altruisme.
a.   Sikap (attitude)
Ismet Basuki mendefinisikan secara konseptual, bahwa sikap merupakan kecenderungan merespons secara konsisten tentang menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Sikap bisa positif atau negatif. Sedangkan definisi secara operasional, Ismet menambahkan, adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan definisi konseptual adalah definisi yang mengacu pada prinsip atau konsep dari objek kajian yang bersangkutan, sedangkan definisi operasional merupakan penerapan definisi konseptual dalam pembelajaran.[7]
Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
b.  Minat (interest)
Ismet Basuki banyak mengutip pendapat pemikir lain, antaranya Getzel yang mengatakan bahwa minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Silvia mendefinisikan minat sebagai suatu perasaan atau emosi yang menimbulkan perhatian kepada suatu objek, kejadian, atau proses. Menurut KBBI, minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Minat juga didefinisikan sebagai perasaan seseorang yang perhatiannya, kepeduliannya, dan rasa ingin tahunya terikat secara khusus pada sesuatu.[8]
c.   Nilai (value)
Dalam kaitannya dengan pembelajaran, nilai merupakan konsep begi pembentukan kompetensi peserta didik. Aktivitas yang disukai peserta didik di sekolah, dipengaruhi oleh penilaian peserta didik terhadap aktivitas tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh sistem nilai yang dimiliki peserta didik, berkaitan dengan penilaian baik dan buruk.
d.  Moral
Dalam bidang psikologi, moral didefinisikan sebagai kemampuan untuk membedakan apakah suatu tindakan atau kejadian itu baik atau buruk, dan atau benar atau salah. Penalaran moral adalah suatu proses untuk menentukan benar atau salah dari suatu situasi tertentu.
Dalam pembelajaran, moral dan moralitas berkenaan dengan perilaku siswa dalam memaknai kejujuran. Melalui perangkat moral atau lebih tepatnya karakter, seorang siswa akan menilai baik dan buruknya perbuatan curang itu, dan kemudian meyakini untuk tidak berbuat curang.
e.   Konsep diri
Ismet Basuki, dalam buku Asesmen Pembelajaran menyebutkan bahwa konsep diri, menurut definisi konseptual, merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Sedangkan menurut definisi operasionalnya, konsep diri adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata pelajaran.[9] Konsep diri pada haikatnya merupakan evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya.
2.    Pengembangan Instrumen Ranah Afektif
Setidaknya, ada 11 langkah dalam mengembangkan instrumen penilaian afektif, yaitu:
a.      Menentukan spesifikasi instrumen.
b.      Menulis instrumen.
c.       Menentukan skala instrumen.
d.      Menentukan pedoman pemberian skor.
e.      Menelaah instrumen.
f.        Merakit instrumen.
g.      Melaksanakan uji coba.
h.      Menganalisis hasil uji coba.
i.        Memperbaiki instrumen.
j.        Melaksanakan pengukuran.
k.       Menafsirkan hasil pengukuran.

Sesuai dengan uraian tentang spesifikasi ranah afektif pada pembahasan diatas, setidaknya ada lima instrumen pengukuran ranah afektif.
a.   Instrumen sikap
Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, mata pelajaran, metode pembelajaran, pendidik, bahan ajar, dan sebagainya.
b.  Instrumen minat
Instrumen ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap mata pelajaran, yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran.
c.   Instrumen nilai
Instrumen ini bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan peserta didik. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan, baik yang positif maupun yang negatif.
d.  Instrumen moral
Instrumen ini bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi tentang moral seseorang diperoleh melalui pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan, maupun hasil laporan evaluasi diri melalui pengisian kuisioner.
e.   Instrumen konsep diri
Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri peserta didik sendiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhada potensi yang dimilikinya.

Selanjutnya, dalam menulis instrumen perlu diperhatikan kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi instrumen merupakan matriks yang berisi spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Kisi-kisi instrumen merupakan acuan bagi penulisan instrumen.
Contoh kisi-kisi instrumen penilaian afektif terlihat dalam table berikut:
No
Indikator
Jumlah butir
Pertanyaan/Pernyataan
Skala

Dalam penentuan skala dan skor instrumen, skala yang sering digunakan dalam penilaian afektif adalah skala thurstone, likert, beda semantik, dan guttman. Dalam skala thurstone penilai memberikan tanda centang di kolom setuju atau tidak setuju atau di kolom angka yang menggambarkan kontium, dari yang dianggap paling sesuai dengan pernyataan sampai yang dianggap tidak sesuai dengan pernyataan.
Contoh skala thurstone: nilai dalam pelajaran akidah akhlak dalam bentuk skala sederhana.
Pernyataan
Setuju
Tidak Setuju
1.  Saya suka belajar akidah akhlak
2.  Belajar akidak akhlak bermanfaat
3.  Saya berusaha berkata sopan kepada siapapun
4.  Saya biasa memaafkan meskipun tidak dimintai maaf
5.  Allah itu satu
6.  Saya selalu yakin Allah berbuat baik kepada saya
7.  Tidak ada yang kebetulan. Dst…

Contoh yang lebih kompleks untuk pernyataan yang sama.
 Pernyataan
7
6
5
4
3
2
1
1.  Saya suka belajar akidah akhlak
2.  Belajar akidak akhlak bermanfaat
3.  Saya berusaha berkata sopan kepada siapapun
4.  Saya biasa memaafkan meskipun tidak dimintai maaf
5.  Allah itu satu
6.  Saya selalu yakin Allah berbuat baik kepada saya
7.  Tidak ada yang kebetulan. Dst…








BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar. RPP paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang meliputi 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih.
Pengembangan RPP harus memperhatikan minat dan perhatian peserta didik terhadap materi standar dan kompetensi dasar yang dijadikan bahan kajian.
Untuk menyusun sebuah RPP ada beberapa hal yang menjadi prinsipnya, yang mana prinsip tersebut harus diperhatikan ketika seorang guru menyusun sebuah RPP.
Tujuan penyusunan RPP adalah untuk memudahkan guru dan juga peserta didik di dalam proses pembelajaran. Yang tentunya pembelajaran yang telah terencana sebelumnya itu sangat bermanfaat, baik bagi guru maupun peserta didik.
            Komponen RPP setidak terdiri dari Materi Pelajaran, Materi Pokok , Kelas/Semester, Alokasi Waktu, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK/KD), Indikator Hasil Belajar, Materi Pelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Alat, Media, dan Sumber Belajar, serta Evaluasi.
Pembelajaran akidah akhlak, yang merupakan rumpun dari Pendidikan Agama Islam, merupakan pembelajaran yang lebih kuat pada penekanan afektif. Sehingga, jika penilaiannya hanya terfokus pada penilaian berbasis kelas, yang notabene lebih banyak menilai aspek kognitif namun minim pada aspek afektif, hasil yang didapatkan menjadi kurang objektif pada akidah akhlak itu sendiri.
Penilaian afektif sangat perlu untuk dipertimbangkan oleh para guru, utamanya guru yang mengampu pembelajaran akidah akhlak. Agar, selain memperoleh hasil dalam ranah kognitif, ranah afektif pun tetap ternilai dengan baik dan objektif.
Maka, demikian makalah yang kami selesaikan. Segala kekurangan dan kekeliruan, merupakan hasil dari kebodohan kami sendiri. Sekian.





DAFTAR ISI

Sumber Internet :



 Yahudi itu di Muliakan di Dunia. ada pertanyaan dalam diri, Mengapa Yahudi itu mulia di dunia, ada pertanyaan dalam diri, Yahudi miliki kel...