MISTIK
Makalah ini saya
sampaikan karena banyak
kalangan pembaca MISTIK, yang
bingung, dan merasa aneh, serta
bertanya-tanya, apakah itu
mistik, mengapa Koran
dinamai MISTIK, mengapa orang banyak
bertanya ?
Maka Dari itu
kali ini kami
sajikan lebih jelas
dan komplit sehingga
tidak lagi menjadi
pertanyaan yang merasa
tidak dapat memahaminya
juga. Mudah-mudahan dengan tulisan
ini akan dapat
mengerti apa itu MISTIK.
Menurut asal kata, mistik berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia (geheim), serba
rahasia (geheimzinnig), tersembunyi (verborgen), gelap (donker)
atau terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld).
Berdasarkan arti tersebut mistik sebagai sebuah paham
yaitu paham
mistik atau mistisisme merupakan paham
yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal
ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap
atau terselubung dalam kekelaman) sehingga
hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja, terutama
sekali penganutnya.
Menurut buku De Kleine W.P. Encylopaedie (1950, Mr.
G.B.J. Hiltermann dan Prof.Dr.P. Van De Woestijne halaman 971 dibawah
kata mystiek) kata mistik berasal dari bahasa Yunani myein yang
artinya menutup mata (de ogen sluiten) dan musterion yang
artinya suatu rahasia (geheimnis).
Beberapa pendapat tentang paham misitk atau
mistisisme :
Kepercayaan tentang adanya kontak antara manusia bumi (aardse
mens) dan tuhan (Dr. C.B. Van Haeringen, Nederlands Woordenboek, 1948).
Kepercayaan tentang persatuan mesra (innige vereneging)
ruh manusia (ziel) dengan Tuhan (Dr. C.B. Van Haeringen, Nederlands
Woordenboek, 1948).
Kepercayaan kepada suatu kemungkinan terjadinya persatuan
langsung (onmiddelijke vereneging) manusia dengan Dzat Ketuhanan (goddelijke
wezen) dan perjuangan bergairah kepada persatuan itu (Algemeene
Kunstwoordentolk, J. Kramers. Jz).Kepercayaan kepada hal-hal yang rahasia (geheimnissen)
dan hal-hal yang tersembunyi (verborgenheden). (J. Kramers. Jz).
Kecenderungan hati (neiging) kepada kepercayaan yang
menakjubkan (wondergeloof) atau kepada ilmu yang rahasia (geheime
wetenschap). (Algemeene Kunstwoordentolk, J. Kramers. Jz).
Selain diperolehnya definisi, pendapat-pendapat tentang
paham mistik diatas berdasarkan materi ajarannya juga memberikan adanya
pemilahan antara paham mistik keagamaan (terkait dengan tuhan
dan ketuhanan) dan paham mistik non-keagamaan (tidak terkait
dengan tuhan ataupun ketuhaan).
Menurut asal katanya, kata mistik berasal dari bahasa Yunani mystikos yang
artinya rahasia (geheim), serba rahasia (geheimzinnig),
tersembunyi (verborgen), gelap (donker) atau terselubung dalam
kekelaman (in het duister gehuld). Menurut buku De Kleine W.P.
Encylopaedie, kata mistik berasal dari bahasa Yunani myein yang
artinya menutup mata (de ogen sluiten) dan musterion yang
artinya suatu rahasia (geheimnis) (Ahmad Tafsir, 2004)
Terdapat banyak pengertian mengenai mistik, baik
berdasarkan kamus bahasa Indonesia, ilmu antropologi dan filsafat sendiri.
Berikut beberapa pengertian mengenai mistik tersebut :
Merupakan hal gaib yang sangat diyakini hingga
tidak bisa dijelaskan dengan akal manusia biasa. (Pusat Bahasa Departemen
P dan K, 2002)
Merupakan sub sistem yang ada di hampir semua agama dan
sistem religi untuk memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi
bersatu dengan tuhan.
Merupakan bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan
kepada satu Tuhan yang dianggap meliputi segala hal dalam alam dan sistem
keagamaan ini sendiri dari upacara-upacara yang bertujuan mencapai kesatuan
dengan tuhan. (Koentjaraningrat, 1980)
Merupakan pengetahuan yang
tidak rasional atau tidak dapat dipahami rasio, maksudnya hubungan sebab akibat
yang terjadi tidak dapat dipahami rasio. (Ahmad Tafsir, 2004)
Perkataan mitos atau mythical sebagai
pertimbangan nilai yang negatif tentang suatu kepercayaan atau riwayat.
Walaupun begitu, kata tersebut dapat dipakai sebagai deskriptif semata-mata
tanpa konotatif negatif. Mitos dapat menunjukkan kepada (1) dongengan-dongengan
(2) bentuk-bentuk sastra yang membentangkan soal-soal spritual dalam istilah
sehari-hari (3) cara berpikir tentang ketenaran-ketenaran yang tertinggi (ultimate).
Bentuk pertama merupakan dongengan dengan binatang-binatang sebagai pelaku,
tujuannya adalah memberi moral atau prinsip tindakan dan bukan untuk
meriwayatkan suatu kejadian dalam sejarah secara terperinci. Bentuk kedua dalam
arti sesungguhnya sangat bergantung pada konteks keagamaan. Bentuk ketiga merupakan
bentuk pemikiran dan ekspresi tentang kebenaran yang mutlak.
Merupakan pengetahuan (ajaran atau keyakinan) tentang
tuhan yang diperoleh melalui meditasi atau latihan spritual, bebas dari
ketergantungan pada indera dan rasio.
Apabila dikaitkan dengan
budaya, maka pada hakekatnya mistik merupakan
merupakan pengetahuan yang tidak rasional atau tidak dapat dipahami rasio,
maksudnya hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat dipahami rasio dan
memiliki bentuk pemikiran dan ekspresi tentang kebenaran yang mutlak di dalam
suatu masyarakat. Ekspresi dan pemikiran yang tidak rasional ini kemudian
membentuk suatu perilaku dalam kehidupan masyarakat dan menjadi suatu budaya.
GAMBARAN UMUM TENTANG MISTIK.
Pengertian Mistik Secara etimologi, mistisisme berasal
dari bahasa Yunani yaitu Misterion dari akar kata Mytes yang mengandung arti
orang yang mencari rahasia-rahasia kenyataan, Myen yang berarti menutup mata
atau dekat.
1 Pengertian secara etimologi terhadap istilah mistisisme
pada awal kajian ini akan dapat menolong kita untuk memahami arti mistisisme
2 dalam kontek selanjutnya. Dalam pengalaman mistik kedua
arti tersebut bisa berlaku secara simultan sehingga dapat disebutkan bahwa
untuk memperoleh pengalaman mistik seseorang harus menutup pintu kesadarannya
dari pengaruh dunia luar dan masuk dalam dirinya sendiri sehingga ia menemukan
dirinya berada dalam kesatuan dengan Tuhan.
Pengalaman mistik adalah sebuah sikap pikiran, sebuah
kecenderungan jiwa manusia yang selalu mencari dan berusaha untuk mendapatkan
pengalaman yang berhubungan langsung dengan Tuhan sehingga Tuhan tidak dapat
menjadi objek, namun sudah menjadi pengalaman
3 Mengamati dunia mistik atau mistisisme adalah suatu hal
yang menyenangkan karena ia menjanjikan suatu yang baru bagi siapa saja yang
menjelajahinya. Selama ratusan tahun dunia mistik secara luas telah
menggerakkan minat para akademikus untuk mengeksplorasi dan mengungkapkan
fakta-fakta yang beragam tingkat dan kompetensinya.
Alasan yang mendorong mereka, antara lain:
Pertama, keinginan ekumenis atau alasan baik dan buruk,
yaitu untuk menemukan sesuatu yang umum di dalam 1 Bagus Lorens, Kamus Filsafat,
PT. Gramedia, Jakarta, 1996, hlm. 652 2 Dalam literatur-literatur serta
ensiklopedi, secara umum dipakai istilah mysticism.
Dalam tulisan ini, penulis menyebutnya mistisisme
(Indonesia) bukan dalam pengertian sebagai sebuah doktrin atau ajaran, akan
tetapi lebih mengacu kepada aspek pengalamannya.
3 Margareth Smith, The Nature and Meaning of Misticism,
The Athlone Press, 1980, hlm. 20 kehidupan spiritual orang-orang yang beragama
dengan pembedaan yang tegas antara tipe-tipe organisasi, tradisi-tradisi
keagamaan dan ortodoksi dari agama-agama yang ada di dunia.
Kedua, untuk menemukan sumber-sumber spiritual yang
universal yang dapat mengungkap makna bagi kehidupan kontemporer dalam
menghadapi krisis kebudayaan masyarakat modern.
4 Sayangnya tidak ada suatu sejarah tunggalpun yang dapat
menjelaskan mistisisme karena sejumlah tradisi agama-agama besar sudah terpisah
satu sama lain bahkan tidak ada satu cara pun untuk mengetahui asal-usul
mistisisme yang sebenarnya.
Seperti dikutip oleh Ramdan, menurut Ninian Smart dalam
The Encyclopedia of Philosophy adalah sulit untuk memberi pengertian secara
sederhana karena dua macam alasan.
Pertama, sebab para mistikus sering menjelaskan
pengalaman mistik mereka sebagian dalam istilah-istilah yang terpakai dalam
suatu ajaran agama yang dianggapnya benar, padahal ajaranajaran agama yang
dihubungkan dengan mistisisme itu tidak ada yang sama.
Kedua, bahwa suatu perbedaan yang jelas antara pengalaman
mistik dengan pengalaman kenabian dan pengalaman nominous (biasa) pada umumnya.
5 Dalam mistisisme, Tuhan bukan lagi menjadi objek
melainkan sudah menjadi pengalaman.
Tujuan para
mistikus dengan demikian adalah untuk mengukuhkan sebuah relasi kesadaran
dengan yang absolut di mana sebuah cinta yang teramat pribadi diketemukan.
6 Mereka mencoba menyadari bahwa kehadiran Tuhan dengan
makhluk, dengan memasuki sebuah hubungan pribadi dengan Tuhan adalah sumber
segala kehidupan. Jika agama umumnya membuat jarak dengan Tuhan, mistisisme
mengajak untuk menyatu secara intim dengan Tuhan, dengan cara memasukkan Tuhan
ke dalam jiwa dan membuang segala bentuk individualitas.
Perasaan, pikiran dan tindakan, semua lebur dalam
dirinya. 4 Steven T. Katz, Mysticism and Philosopical Analisis, Sheldon Press,
London, 1978, hlm. 1 5 Ramdan, Mistisisme, LESFI, Yogyakarta, 1990, hlm. 1 6
Margareth Smith, op. cit., hlm. 19 Membicarakan mistisisme berarti membicarakan
suatu misteri besar yang tersembunyi, yang rahasia, suatu praduga awal, dan
dari luar tidak dapat dicapai seseorang.
Kata-kata seperti “batin” dalam bahasa Arab telah menjadi
kata misteri yang membuat orang berfikir apakah ia berhubungan dengan apa yang
disebut mistisisme di Barat. Kata batin diterjemahkan secara harfiah menjadi
inner (sisi dalam) yang merupakan lawan outer (sisi luar).
Sisi dalam adalah sesuatu
yang tidak termasuk ghaib. Dengan kata lain, yang kita sebut mistikus adalah
seseorang ynag mencari sesuatu yang tidak tampak.
Mistik pada dasarnya adalah suatu pengalaman keagamaan
yang dapat bersifat introvertive (kecenderungan seseorang yang lebih menekankan
pada aspek batiniah) maupun ekstrovertive (kecenderungan seseorang yang lebih
menekankan pada aspek lahiriah).
Pengalaman itu tidak berhubungan dengan waktu, ada
hubungan dengan sesuatu yang transenden, menimbulkan rasa ketenangan dan
kebahagiaan dan biasanya diikuti kemampuan menguasai diri sendiri.
7 Pengalaman mistik
merupakan pengalaman keagamaan dalam arti yang lebih luas dan lebih dalam dari
sekadar “beragama”. Ia merupakan sebuah pengertian yang mengacu pada suatu
totalitas sesuatu, sesuatu yang menundukkan manusia pada tempat yang penting
sepanjang tempat dan waktu, dan sesuatu yang menjadi tempat bergantungnya
keselamatan seseorang.
Lebih khusus lagi, pengalaman mistik bukanlah sikap untuk
menerima informasi teologis ataupun informasi keagamaan, melainkan lebih sering
menjadi lawan atau bertentangan dengan tradisi keagamaan yang lazim dianut.
Meskipun demikian, bukanlah pekerjaan yang mudah untuk
memberikan sebuah pengertian definitif pada pengalaman mistik. Hal ini
dikarenakan oleh dua hal.
Pertama, para mistikus seringkali menggambarkan
pengalaman-pengalaman mereka dalam terminologi doktriner yang dianggap benar.
Dan tak satupun doktrin-doktrin itu yang berkenaan dengan kemistikan.
Secara istilah ada beberapa pengertian tentang mistisisme
antara lain : 7 Ramdan, op. cit., hlm. 153 1. Keyakinan bahwa kebenaran
terakhir tentang kenyataan tidak dapat diperoleh melalui pengalaman biasa, dan
tidak melalui pengalaman intelek (akal budi), namun melalui pengalaman mistik
atau intuisi mistik yang non rasional.
2. Pengalaman non
rasional dan tidak biasa tentang realitas yang mencakup seluruh realitas
transenden (sesuatu yang melampaui duniawi) yang memungkinkan diri bersatu
dengan realitas yang biasanya dianggap sebagai sumber atau dasar eksistensi
semua hal.
3. Mistisisme secara harfiah berarti pengalaman batin,
yang tidak terlukiskan, khususnya yang mempunyai ciri religius. Dalam arti yang
luas dimengerti kesatuan yang mendalam dengan Allah. Arti yang sempit kesatuan
luar biasa dengan Allah.
4. Mistisisme adalah bahwa Tuhan dikenal di dalam
bagian-bagian yang terdalam di dalam jiwa manusia secara eksperinsial
(pengelaman).
8 Definisi lain diberikan oleh Rufus M. Jones dalam
Dictionary of Philosophy sebagai berikut: mistisisme mengandung arti bahwa yang
paling sederhana dan paling pokok adalah suatu tipe agama yang memberikan
tekanan pada kesadaran yang langsung berhubungan dengan Tuhan, kesadaran akan
kehadiran Tuhan yang langsung dan akrab.
Mistisisme merupakan agama pada suatu tingkatan yang
mendalam.
9 Kemudian beberapa definisi yang dikemukakan oleh para
penulis Barat, seperti dikutip oleh W.R. Inge dalam misticsm in religion
diantaranya :
1. Mistisisme adalah sebuah perasaan
menyatunya diri dengan Tuhan (Attopfleiaener).
2. Mistisisme adalah sikap pikiran yang di dalamnya semua
relasi ditujukan untuk menjalin hubungan jiwa dengan Tuhan (Edward Caird).
8 Bagus Lorens, Kamus Filsafat, PT. Gramedia,
Jakarta 1996, hlm. 652-654 9 Ramdan, Tasawuf dan Aliran Kebatinan, LESFI,
Yogyakarta, 1993, hlm. 9 3. Mistik sejati adalah kesadaran bahwa apapun yang
kita alami dalam kenyataannya hanyalah sebuah elemen belaka yang mensiratkan
adanya “sesuatu yang lain” (Ricard Nettleship).
10 Definisi lain yang
dikemukakan oleh Ibnu Arabi tentang mistik sejati adalah dia yang memandang
(melihat) Tuhan dari Tuhan di dalam Tuhan dan melalui mata Tuhan: Dia yang
menganggap (melihat) Tuhan dari Tuhan di dalam Tuhan tetapi tidak melalui mata
Tuhan bukanlah seorang gnostik (arif), dan dia menganggap (melihat) Tuhan tidak
dari Tuhan dan tidak pula dari dalam Tuhan, dan mengharapkan melihat dia dengan
matanya sendiri.
11 Kedua, terdapat perbedaan antara pengalaman mistik dan
pengalaman kenabian dengan pengalaman-pengalaman lainnya. Namun demikian tidak
mudah untuk menjelaskan fenomena ini dalam sebuah definisi yang sederhana.
Spencer, menyebutkan bahwa yang menjadi ciri utama mistik adalah klaim bahwa
mereka mengadakan hubungan langsung dengan yang transendental.
12 Apapun definisi yang diberikan, yang perlu kita garis
bawahi adalah bahwa pengalaman mistik sebagai salah satu bentuk pengalaman
keagamaan tidak bisa dilepaskan dari dimensi keagamaan yang lain seperti ritus,
mitos, doktrin, etika dan social
Semua definisi yang diberikan di atas, pengalaman mistik
dapat dibedakan dalam beberapa aspek, yaitu aspek pengalaman itu sendiri, aspek
jalan, cara, sistem atau teknik-teknik kontemplasi yang terkait dengan
pengalaman itu, dan aspek ajaran yang muncul atau lahir dari mistikus atau yang
dipengaruhi olehnya.
Dari berbagai macam pendapat tentang definisi serta
keadaan psikologis yang menyertai pengalaman mistik tersebut di atas, maka
penulis 10 Ninian Smart, “The History of Mysticism” dalam Enciclopedia of
Philosophy, Vol. 5. dan 6, Macmillan Publising, New York, hlm. 419-420 11 A.E.
Afifi, Filsafat Mistis Ibnu Arabi, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1995, hlm. 195-
196 12 Sidney Spencer, Misticismin World Religion, George Allen dan Unwin Itd.,
1965, hlm.
Dapat menyimpulkan bahwa pengalaman mistik adalah suatu
bentuk pengalaman spiritual, yaitu pengalaman langsung bertemunya diri dengan
zat Yang Maha Lebih, yang dilingkupi berbagai macam kondisi yang mistikus,
mulai dari rasa senang, takut dan sebagainya, sehingga dapat mempengaruhi pola
hidup sang mistikus.
Mengapa pengalaman mistik begitu penting dalam pengalaman
keagamaan dan membuatnya perlu diamati secara psikologis. Ada sedikitnya empat
asumsi yang mendasari jawaban terhadap pertanyaan tersebut.
13 1. Bahwa jiwa manusia dapat memahami dan mempersepsi
sesuatu dengan indera spiritualnya yang menembus kulit materi dan menangkap
cahaya yang abadi. Indera batin ini disebut intuisi, yang dengannya manusia
bisa menerima “wahyu” dan pengalaman langsung dari Tuhan. Dengan intuisi pula
manusia dapat mempersepsi segala sesuatu yang tidak dapat ditangkap oleh akal
serta membawanya untuk larut dan menyatu dengan Tuhan. Oleh karena itu, mistik
menolak pendapat bahwa pengetahuan hanya dapat diperoleh dengan indera, akal
atau proses kesadaran normal. Sebaliknya menurut klaim mistisisme, pengetahuan
tertinggi justru didapat dari intuisi spiritual.
2. Mistisisme berasumsi bahwa manusia adalah bagian dari
hakekat Tuhan dan bahwa di dalam setiap diri manusia terdapat cuplikan hakekat
Tuhan yang mencari jalan untuk menyatu kembali dengan sumber keabadiannya. Para
mistikus sepanjang abad mempercayai bahwa Tuhan adalah “dasar jiwa” di mana
semua manusia di dalam kehidupannya mempunyai saham dalam satu pusat, yaitu
Tuhan. Mereka menyadari bahwa Tuhan adalah “fondasi hidup jiwa” sehingga
persepsi tentang keberadaannya, sebenarnya adalah persepsi menyatunya dengan
hakekat Tuhan.
3. Bahwa tidak ada seorang pun yang bisa memperoleh
pengetahuan tentang Tuhan kecuali mensucikan diri dari keakuannya. Oleh karena
itu, baik mistik Barat maupun mistik Timur meyakini bahwa menjauhkan diri dari
13 Margareth Smith, op. cit., hlm. 21 ke-akuan dan nafsu adalah penting untuk
mendapatkan pandangan tentang Tuhan. Peniadaan diri (self lose), penjauhan atau
bahkan peleburan adalah kunci utama untuk mendeteksi Sang Absolut.
4. Terakhir, jalan
untuk mencapai hal tersebut adalah cinta. Para mistikus menemukan bahwa
ke-akuan dapat ditaklukkan hanya dengan cinta. Bagi mereka, objek yang mereka
cari dinamai dengan Yang Tercinta dan mereka menyebut dirinya dengan si
pecinta. Dari sini kita dapati bahwa istilah cinta yang dipakai dalam mistik
bukan sekedar dalam arti emosi, akan tetapi harus dipahami sebagai ekspresi
tertinggi, terdalam dan menyeluruh dari semua kecenderungan-kecenderungan diri,
suatu hasrat dan kerinduan yang dalam dari jiwa terhadap sumbernya
Cinta bagi mistikus adalah ekspresi aktif dari keinginan
dan kemauan terhadap Yang Absolut. Hanya cinta yang dapat membuat mereka bebas
untuk mencapai apa yang ingin mereka raih dan menerima cahaya yang abadi.
Asumsi-asumsi di atas membuat pengalaman mistik menjadi pokok bahasan yang
seharusnya tidak diabaikan oleh ahli psikologi agama, ini karena obyek kajian
psikologi pertama kali adalah aspek pengalaman dari perilakuperilaku manusia
dan efeknya terhadap perubahan-perubahan perilaku tersebut.
Bagaimanapun subjektifnya sebuah pengalaman mistik, tidak
bisa dipungkiri bahwa usaha-usaha psikolog untuk mencari makna pengalaman-pengalaman
tersebut telah membuat psikologi berkembang pesat.
Mencermati kuat sifat subjektifitas dalam
pengalaman-pengalaman mistik dari berbagai biografi tokoh dalam penelitiannya
terdapat kesamaan antara jalan mistik yang dilakukan oleh para tokoh, yaitu
adanya sistem aturan perilaku yang disebut asketik. Ciri aturan perilaku ini
adalah bahwa aturan -aturan perilaku ini memerlukan pembiasaan penolakan untuk
melakukan tindakan-tindakan instinktif dan pembiasaan untuk melakukan
perbuatanperbuatan yang menyakitkan (mortifikasi).
Tujuannya adalah pengekangan perilaku dan membuat kondisi
distansi terhadap kesenangan-kesenangan duniawi serta kecenderungan-kecenderungan
jasmaniah yang menghalangi pencapaian kemurnian spiritual.
14. Arti penting pengalaman mistik bagi psikologi agama
adalah bahwa ia merupakan rangsangan kreatif dalam pemikiran keagamaan.
Tokoh-tokoh mistik mengakui pengalaman-pengalamannya sebagai bentuk pengetahuan
langsung mengenai realitas-realitas ke-Tuhan-an, yang cenderung menjadikan
mereka sebagai inovator dalam gerakan-gerakan keagamaan. Santa Paulus, Budha,
Muhammad dan sebagainya, semuanya melakukan perubahanperubahan drastis dalam
tradisi keagamaan yang mereka warisi.
15 B. Macam-Macam Mistik 1. Union Mistik Istilah kesatuan
mistik (mistical union) berasal dari bahasa latin “inua mystica” yang berarti
suatu pengalaman menyatunya antara jiwa manusia dengan realitas yang lebih
tinggi yang terjadi tanpa perantara. Kebersatuan ini mengangkat jiwa manusia ke
puncak potensinya sehingga ia mencapai atau bahkan menyatu dengan Tuhan atau
setidak-tidaknya dengan pengetahuan Tuhan atau sumber transenden kehidupan.
Beberapa padanan untuk istilah ini antara lain: ekstase, kemenyatuan
(deifikasi), semadhi, persepsian langsung, satori, nirvana, dan lain-lain.
16. Dalam buku Mystical Dimention of Islam karya Anne
Marie Schimmel, istilah union mistik merupakan nama dari paham ajaran mistik,
yaitu mysticism of infinity. Paham mistik memandang Tuhan sebagai realitas yang
Absolut dan tak terhingga dan memandang manusia bersumber dari Tuhan dan dapat
mencapai penghayatan kesatuan kembali dengan Tuhannya (Tuhan sebagai dzat yang
immanent yang bersemayam dalam alam semesta dan dalam diri manusia).
Para penganut union mistik menekankan pada 14 Robert H.
Thouless, Pengantar Psikologi Agama, Terjemah Machnun Hussein, Rajawali Press,
Jakarta, 1992, hlm. 222 15 Ibid. 16 Ileana Marcooelesca, “Mistical Union”,
dalam The Encyclopedia of Religion, Macmillan Publissing Company, New York ,
1987, hlm. 239 pendekatan valuntaristik, yakni berusaha membebaskan dan
melarutkan kediriannya dengan Tuhan, dan menyatukan kehendaknya dengan kehendak
Tuhan.
17. Pengalaman menyatu subyek dengan Tuhannya dianggap
sebagai tingkat tertinggi dari pengalaman mistik dan jalan perenungan. Dalam
beberapa agama, pengalaman ini hanya dapat diperoleh apabila seseorang melalui
tingkatan-tingkatan atau jalan, pada penghayatan ini dicapai dengan tiga taraf,
yaitu via purgativa, via contemplativa dan via illuminativa.
18. Via purgativa, merupakan segi filosofis yang terberat
karena terdiri dari mawas diri, penguasaan segala nafsu, dan kemudian
mensucikan seluruh hati hanya untuk Tuhan saja. Arti kata, untuk mencapai
penghayatan yang semurni-murninya kepada Tuhan, seseorang harus berani membuang
segala bentuk ikatan dengan dunia atau membasmi segala nafsu atau keinginan
terhadap selain Tuhan. Inilah pensucian hati menurut pengertian mistik.
Kemudian baru bisa mengkonsentrasikan pikiran sepenuhnya
untuk Tuhan. Via contemplativa adalah samadhi atau meditasi, yaitu memusatkan
seluruh kesadaran dan pikiran dalam merenungkan keindahan Tuhan dengan penuh
kerinduan. Tingkatan ini merupakan segi praktis seperti halnya upacara
persujudan atau semadhi dalam penghayatan kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa.
Semadhi ini baru bisa dijalankan dengan sempurna apabila hatinya telah suci
dari nafsu-nafsu dan noda-noda keduniaan.
Adapun Via Illuminativa ialah proses terbukanya tabir
penyekat alam gaib, atau proses mendapat penerangan dari nur gaib sebagai hasil
dari samadhi atau dzikir. Penghayatan gaib ini berjenjang-jenjang dan memuncak
pada penghayatan ma’rifat pada Tuhan atau bahkan penghayatan manunggal dengan
Tuhan.
Bagi paham union mistik,
penghayatan mistik atau ma’rifat ini hanya bisa dialami dan dinikmati oleh para
orang khawas, yakni para kaum kebatinan, tidak bisa dicapai oleh orang awam.
Karena orang awam pada umumnya 17 Annemarie Scimmel, Dimensi Mistik dalam
Islam, Terjemah Supardi Djaka Dawana, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1986, hlm. 5 18
Ileana Marcooelesca, op. cit., hlm. 239-240 tidak mempunyai kemampuan untuk
mawas diri, pengendalian nafsu, dan pensucian hati serta bersemadhi secara
benar-benar hening.
19 Evelyn Underhill, sebagaimana dikutip oleh Kenneth
Wabnick, merincinya lagi kedalam lima tingkatan proses yang terjadi pada diri
seorang mistikus untuk menuju kemenyatuan.
a. Konversi yang
datang tiba-tiba setelah melalui kegelisahan yang panjang. Kondisi ini disebut
“Kebangkitan Diri” yang merupakan sebuah pengalaman emosional yang baru dan
berbeda dari sekedar sensasi yang disertai dengan kesadaran tentang sesuatu
yang lebih tinggi.
b. Setelah mengalami keadaan awal tersebut, seorang
mistikus mulai merasakan bahwa pola dan cara hidupnya yang lalu tidak lagi
memuaskan. Ia merasa harus mensucikan dirinya. Underhill menyebut proses ini
sebagai masa “Pensucian Diri”, dimana kebiasaan-kebiasaan yang ia temukan
didalam fungsi-fungsi sosialnya tidak lagi cocok dengan pengalaman batin yang
ia peroleh. Praktek-praktek asketik dari para mistikus dapat ditemukan pada
tahap ini.
c. Setelah mensucikan diri dari
kecenderungan-kecenderungan keinginannya sendiri dan kebiasaan-kebiasaan
masyarakatnya, ia memasuki tahap “Pencerahan Diri”. Disini
pengalaman-pengalaman batinnya terasa lebih penuh dan berada dalam sebuah
pemahaman langsung. Berbeda dengan tahap berikutnya, dalam tahap ini ia
memahami dirinya sebagai entitas yang terpisah atau belum menyatu dengan Ilahi.
d. Tahap ini adalah yang paling menonjol dalam proses
mistik dimana seseorang merasa beralih secara total dan terpisah dari
pengalamanpengalamannya sendiri. Jika pada tahap pensucian ia mensucikan 19
Simuh, Sufisme Jawa, Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, Bentang Budaya,
dirinya dari pengalaman-pengalamannya sendiri, maka pada tahapan ini ia harus
benar-benar menjadi bagian dari sebuah kekuatan yang ia yakini sebagai Ilahi.
Selagi ia masih memperhatikan keinginannya dan keakuannya, berarti ia masih
mempunyai jarak atau keterpisahan dari apa yang ia yakini tersebut.
e. Tahap ini adalah tahap
kulminasi dari pengalaman mistik dimana seorang mistikus kembali ke penyatuan
dengan dirinya, kehidupan sosial dan alam pada umumnya. Oleh karena itu tahap
ini disebut “penyatuan kehidupan” memasuki tahap ini, secara emosional seorang
mistikus merasakan suatu ketenteraman dan kedamaian yag menyeluruh dalam
kehidupannya.
Wapnick, menambahkan lima proses di atas dengan proses
keenam, yaitu bahwa setelah kembali dari pengalaman mistiknya, seorang mistikus
kemudian memperbaharui keterlibatannya dalam situasi dengan vitalitas dan
kekuatan baru.20 Di antara penganut dan sejumlah tokoh yang mendendangkan ajaran
union mistik adalah Suhrawardi, Ibnu Arabi, Hamzah Fansuri , Jalaluddin Rumi,
Al-Hallaj, dan lain lain.
Hanya saja dalam mengungkapkan faham union mistik para
tokoh tersebut menggunakan kalimat atau kata-kata perlambang yang kadang-kadang
cukup rumit pemahamannya.
Mistik yang menghidupkan rasa cinta pada tuhan dengan
kehalusan rasa dalam yang sedalam-dalamnya, perasaan yang halus ini tentu hanya
bisa dilukiskan dengan ungkapan-ungkapan perlambang dan tamsil-tamsil dalam
bentuk syair-syair yang indah dan religius.
21 2. Personal Mistik Tipe kedua ini berasal dari istilah
mysticism of personality dan lebih dikenal dengan mistik kepribadian, yang
berarti hubungan antara manusia dan Yogyakarta, 1996, hlm. 40-42 20 Kennetth
Wapnick, Mysticism and Schizoprenia, hlm. 323-324 Tuhan dipahami sebagai
hubungan antara makhluk dan pencipta, antara budak di hadapan tuannya, yaitu
antara si mabuk cinta yang mendambakan kasihnya. Ajaran ini merupakan suatu
aliran mistik yang menekankan aspek personal bagi manusia dan Tuhan.
22 Pada paham kedua ini konsep creatio ex nihila (Tuhan
menciptakan alam dari kehampaan menjadi ada, alam sebagai yang baru) seperti
ajaran alQur’an dan Injil, tetap dipertahankan. Paham ini dalam bentuk yang
lain dinamakan paham transendentalis mistik, yaitu paham mistik yang
mempertahankan adanya perbedaan yang esensial antara manusia sebagai makhluk
dan Tuhan sebagai khalik. Tuhan dipandang sebagai dzat yang bersifat transenden
mengatasi alam semesta.
23 Paham transendentalis atau personalis mempergunakan
pendekatan gnostik (gnostic approach), yakni berusaha untuk mendapatkan
pengetahuan langsung yang sedalam-dalamnya terhadap Tuhan (to strives for a
deeper knowledge of god). Sejalan dengan pendekatan gnostik, ahli mistik paham
ini bersusah payah untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih dalam tentang 21
Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, Grafindo Persada, Jakarta,
1996, hlm. 180-181 22 Ibid., hlm. 3 23 Annemarie Schimmel, op. cit., hlm. 6
Tuhan.
Ia berusaha
mengetahui struktur semestanya atau menafsirkan derajad wahyu-Nya. Dalam arti
yang lain adalah untuk memantapkan dan menghidupkan keyakinan dan pengalaman
agama dengan perantaraan penghayatan ma’rifat kepada Tuhan. Dilihat dari
sejarah perkembangannya, munculnya gerakan mistik ini merupakan counter atau
pernyataan sikap terhadap perkembangan teologi beberapa agama yang amat
rasionalis dan pengembangan hukum agama yang amat formalis dan logis, yang
jelas kesemuanya dirasa amat mendangkalkan dan mengeringkan perasaan agama.
Sebagai reaksinya, golongan penganut mistik ini lebih
mementingkan rasa dan penghayatan agama. Salah satu pelopor gerakan mistik ini
adalah Rabi’ah al-Adawiyah, telah memperkenalkan dasar pendekatan baru yang
sesuai dengn gnostik mistik, yaitu cinta rindu kepada Tuhan (love of god),
yaitu rasa cinta kepada Tuhan yang membangkitkan rasa gandrung atau rindu untuk
bertemu muka dengan dzat yang dicintainya.
Unsur cinta kepada Tuhan ini merupakan ciri khusus bagi
setiap ajaran mistik, sehingga Annemarie Schimmel mengatakan, “mysticism can be
defined as love of absolut for the power that sparates true mysticism from were
asceticism is love”.
24 Pada sisi lain konsep
cinta kepada Allah menimbulkan rasa ikhlas beribadah, sama sekali tidak
mengharapkan pahala ataupun lantaran takut neraka. Sebagaimana diterangkan oleh
Margaret Smith dalam reading from the mysticism of Islam, pada suatu hari
Rabi’ah lari-lari membawa kendi berisi air dan suluh api (obor). Sewaktu
ditanya, dia menjawab akan membakar surga dengan apinya, dan memadamkan api
neraka dengan airnya, lantaran keduanya menyesatkan arah para mistikus (sufi)
dalam ibadah mereka. Seperti dikutip dari kata-kata Margaret Smith : “O my
lord, if I worship from the tear of hell, born me in hell, and if I worship
from the hope of paradise, exclude me thence; but if I worshpi 24 Ibid., hlm. 3
for the thine awn sake, then with hold not from me thine eternal beauty.”
25 (Tuhan jika aku menyembah pada-Mu lantaran takut akan
api neraka, bakarlah aku di dalam; dan jika aku menyembah kepadamu lantaran
mengharap pahala syurga, jauhkanlah aku dari padanya; akan tetapi bila aku
menyembah kamu lantaran (ingin tatap muka) kepada-Mu, jangan kau sembunyikan
keindahanmu yang abadi). Ungkapan tersebut di atas menunjukkan adanya perbedaan
yang mendasar antara ahli syari’at sebagai pencari pahala surgawi (seekers of
paradise), dengan para sufi sebagai pencari Tuhan (seekers of God).
Cinta semacam ini memang bagus bila direnungkan sepintas
lalu. Hal ini wajar, karena menurut logika mistisisme pada umumnya, tujuan
untuk sampai kepada Tuhan adalah yang paling utama. Dalam tamsil yang populer
dalam sufisme Tuhan sebagai tujuan satu-satunya begi mereka diibaratkan sebagau
laut. Sedang thariqah atau jalan menuju Tuhan diibaratkan sebagai sungai yang
berbagai macam di dunia ini. Dan semua sungai bila ditelusuri tentu bermuara di
laut.26 25 Margareth Smith, Reading From the Mistics Of Islam, Oxford
University Press,
Harapan penulis, dengan
membaca tulisan ini semoga
pembaca memahami atau
mengerti apa itu sesungguhnya
MISTIK, sehingga dapat saling
mengisi untuk memahami
media ini selanjutnya, mudah-mudahan menjadi
bacaan alternatip bagi
anda. Terrima kasih.Amin.
No comments:
Post a Comment