Thursday, 18 August 2016

Mstik

MISTIK
Makalah ini saya  sampaikan  karena  banyak  kalangan pembaca  MISTIK,  yang  bingung, dan  merasa  aneh, serta  bertanya-tanya, apakah itu  mistik,  mengapa  Koran  dinamai MISTIK,  mengapa orang  banyak  bertanya ?

Maka  Dari  itu  kali  ini  kami  sajikan  lebih  jelas  dan  komplit  sehingga  tidak  lagi  menjadi  pertanyaan  yang  merasa  tidak  dapat  memahaminya  juga. Mudah-mudahan  dengan  tulisan  ini  akan  dapat  mengerti apa itu  MISTIK. 

Menurut asal kata, mistik berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia (geheim), serba rahasia (geheimzinnig), tersembunyi (verborgen), gelap (donker) atau terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld).

Berdasarkan arti tersebut mistik sebagai sebuah paham yaitu paham mistik atau mistisisme merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja, terutama sekali penganutnya.

Menurut buku De Kleine W.P. Encylopaedie (1950, Mr. G.B.J. Hiltermann dan Prof.Dr.P. Van De Woestijne halaman 971 dibawah kata mystiek) kata mistik berasal dari bahasa Yunani myein yang artinya menutup mata (de ogen sluiten) dan musterion yang artinya suatu rahasia (geheimnis).
Beberapa pendapat tentang paham misitk atau mistisisme :
Kepercayaan tentang adanya kontak antara manusia bumi (aardse mens) dan tuhan (Dr. C.B. Van Haeringen, Nederlands Woordenboek, 1948).

Kepercayaan tentang persatuan mesra (innige vereneging) ruh manusia (ziel) dengan Tuhan (Dr. C.B. Van Haeringen, Nederlands Woordenboek, 1948).
Kepercayaan kepada suatu kemungkinan terjadinya persatuan langsung (onmiddelijke vereneging) manusia dengan Dzat Ketuhanan (goddelijke wezen) dan perjuangan bergairah kepada persatuan itu (Algemeene Kunstwoordentolk, J. Kramers. Jz).Kepercayaan kepada hal-hal yang rahasia (geheimnissen) dan hal-hal yang tersembunyi (verborgenheden). (J. Kramers. Jz).

Kecenderungan hati (neiging) kepada kepercayaan yang menakjubkan (wondergeloof) atau kepada ilmu yang rahasia (geheime wetenschap). (Algemeene Kunstwoordentolk, J. Kramers. Jz).
Selain diperolehnya definisi, pendapat-pendapat tentang paham mistik diatas berdasarkan materi ajarannya juga memberikan adanya pemilahan antara paham mistik keagamaan (terkait dengan tuhan dan ketuhanan) dan paham mistik non-keagamaan (tidak terkait dengan tuhan ataupun ketuhaan).

Menurut asal katanya, kata mistik berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia (geheim), serba rahasia (geheimzinnig), tersembunyi (verborgen), gelap (donker) atau terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld). Menurut buku De Kleine W.P. Encylopaedie,  kata mistik berasal dari bahasa Yunani myein yang artinya menutup mata (de ogen sluiten) dan musterion yang artinya suatu rahasia (geheimnis) (Ahmad Tafsir, 2004)
Terdapat banyak pengertian mengenai mistik, baik berdasarkan kamus bahasa Indonesia, ilmu antropologi dan filsafat sendiri. Berikut beberapa pengertian mengenai mistik tersebut :
Merupakan hal gaib  yang sangat diyakini hingga tidak bisa dijelaskan dengan akal  manusia biasa. (Pusat Bahasa Departemen P dan K, 2002)

Merupakan sub sistem yang ada di hampir semua agama dan sistem religi untuk memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu dengan tuhan.
Merupakan bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada satu Tuhan yang dianggap meliputi segala hal dalam alam dan sistem keagamaan ini sendiri dari upacara-upacara yang bertujuan mencapai kesatuan dengan tuhan. (Koentjaraningrat, 1980)

Merupakan pengetahuan yang tidak rasional atau tidak dapat dipahami rasio, maksudnya hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat dipahami rasio. (Ahmad Tafsir, 2004)
Perkataan mitos atau mythical sebagai pertimbangan nilai yang negatif tentang suatu kepercayaan atau riwayat. Walaupun begitu, kata tersebut dapat dipakai sebagai deskriptif semata-mata tanpa konotatif negatif. Mitos dapat menunjukkan kepada (1) dongengan-dongengan (2) bentuk-bentuk sastra yang membentangkan soal-soal spritual dalam istilah sehari-hari (3) cara berpikir tentang ketenaran-ketenaran yang tertinggi (ultimate). Bentuk pertama merupakan dongengan dengan binatang-binatang sebagai pelaku, tujuannya adalah memberi moral atau prinsip tindakan dan bukan untuk meriwayatkan suatu kejadian dalam sejarah secara terperinci. Bentuk kedua dalam arti sesungguhnya sangat bergantung pada konteks keagamaan. Bentuk ketiga merupakan bentuk pemikiran dan ekspresi tentang kebenaran yang mutlak.

Merupakan pengetahuan (ajaran atau keyakinan) tentang tuhan yang diperoleh melalui meditasi atau latihan spritual, bebas dari ketergantungan pada indera dan rasio.
Apabila dikaitkan dengan budaya, maka pada hakekatnya mistik merupakan merupakan pengetahuan yang tidak rasional atau tidak dapat dipahami rasio, maksudnya hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat dipahami rasio dan memiliki bentuk pemikiran dan ekspresi tentang kebenaran yang mutlak di dalam suatu masyarakat. Ekspresi dan pemikiran yang tidak rasional ini kemudian membentuk suatu perilaku dalam kehidupan masyarakat dan menjadi suatu budaya.
                     
GAMBARAN UMUM TENTANG MISTIK.
Pengertian Mistik Secara etimologi, mistisisme berasal dari bahasa Yunani yaitu Misterion dari akar kata Mytes yang mengandung arti orang yang mencari rahasia-rahasia kenyataan, Myen yang berarti menutup mata atau dekat.
1 Pengertian secara etimologi terhadap istilah mistisisme pada awal kajian ini akan dapat menolong kita untuk memahami arti mistisisme
2 dalam kontek selanjutnya. Dalam pengalaman mistik kedua arti tersebut bisa berlaku secara simultan sehingga dapat disebutkan bahwa untuk memperoleh pengalaman mistik seseorang harus menutup pintu kesadarannya dari pengaruh dunia luar dan masuk dalam dirinya sendiri sehingga ia menemukan dirinya berada dalam kesatuan dengan Tuhan.

Pengalaman mistik adalah sebuah sikap pikiran, sebuah kecenderungan jiwa manusia yang selalu mencari dan berusaha untuk mendapatkan pengalaman yang berhubungan langsung dengan Tuhan sehingga Tuhan tidak dapat menjadi objek, namun sudah menjadi pengalaman
3 Mengamati dunia mistik atau mistisisme adalah suatu hal yang menyenangkan karena ia menjanjikan suatu yang baru bagi siapa saja yang menjelajahinya. Selama ratusan tahun dunia mistik secara luas telah menggerakkan minat para akademikus untuk mengeksplorasi dan mengungkapkan fakta-fakta yang beragam tingkat dan kompetensinya.

Alasan yang mendorong mereka, antara lain:
Pertama, keinginan ekumenis atau alasan baik dan buruk, yaitu untuk menemukan sesuatu yang umum di dalam 1 Bagus Lorens, Kamus Filsafat, PT. Gramedia, Jakarta, 1996, hlm. 652 2 Dalam literatur-literatur serta ensiklopedi, secara umum dipakai istilah mysticism.

Dalam tulisan ini, penulis menyebutnya mistisisme (Indonesia) bukan dalam pengertian sebagai sebuah doktrin atau ajaran, akan tetapi lebih mengacu kepada aspek pengalamannya.
3 Margareth Smith, The Nature and Meaning of Misticism, The Athlone Press, 1980, hlm. 20 kehidupan spiritual orang-orang yang beragama dengan pembedaan yang tegas antara tipe-tipe organisasi, tradisi-tradisi keagamaan dan ortodoksi dari agama-agama yang ada di dunia.

Kedua, untuk menemukan sumber-sumber spiritual yang universal yang dapat mengungkap makna bagi kehidupan kontemporer dalam menghadapi krisis kebudayaan masyarakat modern.

4 Sayangnya tidak ada suatu sejarah tunggalpun yang dapat menjelaskan mistisisme karena sejumlah tradisi agama-agama besar sudah terpisah satu sama lain bahkan tidak ada satu cara pun untuk mengetahui asal-usul mistisisme yang sebenarnya.

Seperti dikutip oleh Ramdan, menurut Ninian Smart dalam The Encyclopedia of Philosophy adalah sulit untuk memberi pengertian secara sederhana karena dua macam alasan.

Pertama, sebab para mistikus sering menjelaskan pengalaman mistik mereka sebagian dalam istilah-istilah yang terpakai dalam suatu ajaran agama yang dianggapnya benar, padahal ajaranajaran agama yang dihubungkan dengan mistisisme itu tidak ada yang sama.

Kedua, bahwa suatu perbedaan yang jelas antara pengalaman mistik dengan pengalaman kenabian dan pengalaman nominous (biasa) pada umumnya.

5 Dalam mistisisme, Tuhan bukan lagi menjadi objek melainkan sudah menjadi pengalaman.
 Tujuan para mistikus dengan demikian adalah untuk mengukuhkan sebuah relasi kesadaran dengan yang absolut di mana sebuah cinta yang teramat pribadi diketemukan.

6 Mereka mencoba menyadari bahwa kehadiran Tuhan dengan makhluk, dengan memasuki sebuah hubungan pribadi dengan Tuhan adalah sumber segala kehidupan. Jika agama umumnya membuat jarak dengan Tuhan, mistisisme mengajak untuk menyatu secara intim dengan Tuhan, dengan cara memasukkan Tuhan ke dalam jiwa dan membuang segala bentuk individualitas.

Perasaan, pikiran dan tindakan, semua lebur dalam dirinya. 4 Steven T. Katz, Mysticism and Philosopical Analisis, Sheldon Press, London, 1978, hlm. 1 5 Ramdan, Mistisisme, LESFI, Yogyakarta, 1990, hlm. 1 6 Margareth Smith, op. cit., hlm. 19 Membicarakan mistisisme berarti membicarakan suatu misteri besar yang tersembunyi, yang rahasia, suatu praduga awal, dan dari luar tidak dapat dicapai seseorang.

Kata-kata seperti “batin” dalam bahasa Arab telah menjadi kata misteri yang membuat orang berfikir apakah ia berhubungan dengan apa yang disebut mistisisme di Barat. Kata batin diterjemahkan secara harfiah menjadi inner (sisi dalam) yang merupakan lawan outer (sisi luar).
Sisi dalam adalah sesuatu yang tidak termasuk ghaib. Dengan kata lain, yang kita sebut mistikus adalah seseorang ynag mencari sesuatu yang tidak tampak.
Mistik pada dasarnya adalah suatu pengalaman keagamaan yang dapat bersifat introvertive (kecenderungan seseorang yang lebih menekankan pada aspek batiniah) maupun ekstrovertive (kecenderungan seseorang yang lebih menekankan pada aspek lahiriah).

Pengalaman itu tidak berhubungan dengan waktu, ada hubungan dengan sesuatu yang transenden, menimbulkan rasa ketenangan dan kebahagiaan dan biasanya diikuti kemampuan menguasai diri sendiri.

7 Pengalaman mistik merupakan pengalaman keagamaan dalam arti yang lebih luas dan lebih dalam dari sekadar “beragama”. Ia merupakan sebuah pengertian yang mengacu pada suatu totalitas sesuatu, sesuatu yang menundukkan manusia pada tempat yang penting sepanjang tempat dan waktu, dan sesuatu yang menjadi tempat bergantungnya keselamatan seseorang.
Lebih khusus lagi, pengalaman mistik bukanlah sikap untuk menerima informasi teologis ataupun informasi keagamaan, melainkan lebih sering menjadi lawan atau bertentangan dengan tradisi keagamaan yang lazim dianut.

Meskipun demikian, bukanlah pekerjaan yang mudah untuk memberikan sebuah pengertian definitif pada pengalaman mistik. Hal ini dikarenakan oleh dua hal.

Pertama, para mistikus seringkali menggambarkan pengalaman-pengalaman mereka dalam terminologi doktriner yang dianggap benar. Dan tak satupun doktrin-doktrin itu yang berkenaan dengan kemistikan.
Secara istilah ada beberapa pengertian tentang mistisisme antara lain : 7 Ramdan, op. cit., hlm. 153 1. Keyakinan bahwa kebenaran terakhir tentang kenyataan tidak dapat diperoleh melalui pengalaman biasa, dan tidak melalui pengalaman intelek (akal budi), namun melalui pengalaman mistik atau intuisi mistik yang non rasional.

 2. Pengalaman non rasional dan tidak biasa tentang realitas yang mencakup seluruh realitas transenden (sesuatu yang melampaui duniawi) yang memungkinkan diri bersatu dengan realitas yang biasanya dianggap sebagai sumber atau dasar eksistensi semua hal.

3. Mistisisme secara harfiah berarti pengalaman batin, yang tidak terlukiskan, khususnya yang mempunyai ciri religius. Dalam arti yang luas dimengerti kesatuan yang mendalam dengan Allah. Arti yang sempit kesatuan luar biasa dengan Allah.

4. Mistisisme adalah bahwa Tuhan dikenal di dalam bagian-bagian yang terdalam di dalam jiwa manusia secara eksperinsial (pengelaman).

8 Definisi lain diberikan oleh Rufus M. Jones dalam Dictionary of Philosophy sebagai berikut: mistisisme mengandung arti bahwa yang paling sederhana dan paling pokok adalah suatu tipe agama yang memberikan tekanan pada kesadaran yang langsung berhubungan dengan Tuhan, kesadaran akan kehadiran Tuhan yang langsung dan akrab.

Mistisisme merupakan agama pada suatu tingkatan yang mendalam.
9 Kemudian beberapa definisi yang dikemukakan oleh para penulis Barat, seperti dikutip oleh W.R. Inge dalam misticsm in religion diantaranya :
 1. Mistisisme adalah sebuah perasaan menyatunya diri dengan Tuhan (Attopfleiaener).
2. Mistisisme adalah sikap pikiran yang di dalamnya semua relasi ditujukan untuk menjalin hubungan jiwa dengan Tuhan (Edward Caird).

 8 Bagus Lorens, Kamus Filsafat, PT. Gramedia, Jakarta 1996, hlm. 652-654 9 Ramdan, Tasawuf dan Aliran Kebatinan, LESFI, Yogyakarta, 1993, hlm. 9 3. Mistik sejati adalah kesadaran bahwa apapun yang kita alami dalam kenyataannya hanyalah sebuah elemen belaka yang mensiratkan adanya “sesuatu yang lain” (Ricard Nettleship).
10 Definisi lain yang dikemukakan oleh Ibnu Arabi tentang mistik sejati adalah dia yang memandang (melihat) Tuhan dari Tuhan di dalam Tuhan dan melalui mata Tuhan: Dia yang menganggap (melihat) Tuhan dari Tuhan di dalam Tuhan tetapi tidak melalui mata Tuhan bukanlah seorang gnostik (arif), dan dia menganggap (melihat) Tuhan tidak dari Tuhan dan tidak pula dari dalam Tuhan, dan mengharapkan melihat dia dengan matanya sendiri.
11 Kedua, terdapat perbedaan antara pengalaman mistik dan pengalaman kenabian dengan pengalaman-pengalaman lainnya. Namun demikian tidak mudah untuk menjelaskan fenomena ini dalam sebuah definisi yang sederhana. Spencer, menyebutkan bahwa yang menjadi ciri utama mistik adalah klaim bahwa mereka mengadakan hubungan langsung dengan yang transendental.

12 Apapun definisi yang diberikan, yang perlu kita garis bawahi adalah bahwa pengalaman mistik sebagai salah satu bentuk pengalaman keagamaan tidak bisa dilepaskan dari dimensi keagamaan yang lain seperti ritus, mitos, doktrin, etika dan social
Semua definisi yang diberikan di atas, pengalaman mistik dapat dibedakan dalam beberapa aspek, yaitu aspek pengalaman itu sendiri, aspek jalan, cara, sistem atau teknik-teknik kontemplasi yang terkait dengan pengalaman itu, dan aspek ajaran yang muncul atau lahir dari mistikus atau yang dipengaruhi olehnya.
Dari berbagai macam pendapat tentang definisi serta keadaan psikologis yang menyertai pengalaman mistik tersebut di atas, maka penulis 10 Ninian Smart, “The History of Mysticism” dalam Enciclopedia of Philosophy, Vol. 5. dan 6, Macmillan Publising, New York, hlm. 419-420 11 A.E. Afifi, Filsafat Mistis Ibnu Arabi, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1995, hlm. 195- 196 12 Sidney Spencer, Misticismin World Religion, George Allen dan Unwin Itd., 1965, hlm.

Dapat menyimpulkan bahwa pengalaman mistik adalah suatu bentuk pengalaman spiritual, yaitu pengalaman langsung bertemunya diri dengan zat Yang Maha Lebih, yang dilingkupi berbagai macam kondisi yang mistikus, mulai dari rasa senang, takut dan sebagainya, sehingga dapat mempengaruhi pola hidup sang mistikus.

Mengapa pengalaman mistik begitu penting dalam pengalaman keagamaan dan membuatnya perlu diamati secara psikologis. Ada sedikitnya empat asumsi yang mendasari jawaban terhadap pertanyaan tersebut.

13 1. Bahwa jiwa manusia dapat memahami dan mempersepsi sesuatu dengan indera spiritualnya yang menembus kulit materi dan menangkap cahaya yang abadi. Indera batin ini disebut intuisi, yang dengannya manusia bisa menerima “wahyu” dan pengalaman langsung dari Tuhan. Dengan intuisi pula manusia dapat mempersepsi segala sesuatu yang tidak dapat ditangkap oleh akal serta membawanya untuk larut dan menyatu dengan Tuhan. Oleh karena itu, mistik menolak pendapat bahwa pengetahuan hanya dapat diperoleh dengan indera, akal atau proses kesadaran normal. Sebaliknya menurut klaim mistisisme, pengetahuan tertinggi justru didapat dari intuisi spiritual.

2. Mistisisme berasumsi bahwa manusia adalah bagian dari hakekat Tuhan dan bahwa di dalam setiap diri manusia terdapat cuplikan hakekat Tuhan yang mencari jalan untuk menyatu kembali dengan sumber keabadiannya. Para mistikus sepanjang abad mempercayai bahwa Tuhan adalah “dasar jiwa” di mana semua manusia di dalam kehidupannya mempunyai saham dalam satu pusat, yaitu Tuhan. Mereka menyadari bahwa Tuhan adalah “fondasi hidup jiwa” sehingga persepsi tentang keberadaannya, sebenarnya adalah persepsi menyatunya dengan hakekat Tuhan.

3. Bahwa tidak ada seorang pun yang bisa memperoleh pengetahuan tentang Tuhan kecuali mensucikan diri dari keakuannya. Oleh karena itu, baik mistik Barat maupun mistik Timur meyakini bahwa menjauhkan diri dari 13 Margareth Smith, op. cit., hlm. 21 ke-akuan dan nafsu adalah penting untuk mendapatkan pandangan tentang Tuhan. Peniadaan diri (self lose), penjauhan atau bahkan peleburan adalah kunci utama untuk mendeteksi Sang Absolut.

 4. Terakhir, jalan untuk mencapai hal tersebut adalah cinta. Para mistikus menemukan bahwa ke-akuan dapat ditaklukkan hanya dengan cinta. Bagi mereka, objek yang mereka cari dinamai dengan Yang Tercinta dan mereka menyebut dirinya dengan si pecinta. Dari sini kita dapati bahwa istilah cinta yang dipakai dalam mistik bukan sekedar dalam arti emosi, akan tetapi harus dipahami sebagai ekspresi tertinggi, terdalam dan menyeluruh dari semua kecenderungan-kecenderungan diri, suatu hasrat dan kerinduan yang dalam dari jiwa terhadap sumbernya

Cinta bagi mistikus adalah ekspresi aktif dari keinginan dan kemauan terhadap Yang Absolut. Hanya cinta yang dapat membuat mereka bebas untuk mencapai apa yang ingin mereka raih dan menerima cahaya yang abadi. Asumsi-asumsi di atas membuat pengalaman mistik menjadi pokok bahasan yang seharusnya tidak diabaikan oleh ahli psikologi agama, ini karena obyek kajian psikologi pertama kali adalah aspek pengalaman dari perilakuperilaku manusia dan efeknya terhadap perubahan-perubahan perilaku tersebut.
Bagaimanapun subjektifnya sebuah pengalaman mistik, tidak bisa dipungkiri bahwa usaha-usaha psikolog untuk mencari makna pengalaman-pengalaman tersebut telah membuat psikologi berkembang pesat.

Mencermati kuat sifat subjektifitas dalam pengalaman-pengalaman mistik dari berbagai biografi tokoh dalam penelitiannya terdapat kesamaan antara jalan mistik yang dilakukan oleh para tokoh, yaitu adanya sistem aturan perilaku yang disebut asketik. Ciri aturan perilaku ini adalah bahwa aturan -aturan perilaku ini memerlukan pembiasaan penolakan untuk melakukan tindakan-tindakan instinktif dan pembiasaan untuk melakukan perbuatanperbuatan yang menyakitkan (mortifikasi).

Tujuannya adalah pengekangan perilaku dan membuat kondisi distansi terhadap kesenangan-kesenangan duniawi serta kecenderungan-kecenderungan jasmaniah yang menghalangi pencapaian kemurnian spiritual.

14. Arti penting pengalaman mistik bagi psikologi agama adalah bahwa ia merupakan rangsangan kreatif dalam pemikiran keagamaan. Tokoh-tokoh mistik mengakui pengalaman-pengalamannya sebagai bentuk pengetahuan langsung mengenai realitas-realitas ke-Tuhan-an, yang cenderung menjadikan mereka sebagai inovator dalam gerakan-gerakan keagamaan. Santa Paulus, Budha, Muhammad dan sebagainya, semuanya melakukan perubahanperubahan drastis dalam tradisi keagamaan yang mereka warisi.

15 B. Macam-Macam Mistik 1. Union Mistik Istilah kesatuan mistik (mistical union) berasal dari bahasa latin “inua mystica” yang berarti suatu pengalaman menyatunya antara jiwa manusia dengan realitas yang lebih tinggi yang terjadi tanpa perantara. Kebersatuan ini mengangkat jiwa manusia ke puncak potensinya sehingga ia mencapai atau bahkan menyatu dengan Tuhan atau setidak-tidaknya dengan pengetahuan Tuhan atau sumber transenden kehidupan. Beberapa padanan untuk istilah ini antara lain: ekstase, kemenyatuan (deifikasi), semadhi, persepsian langsung, satori, nirvana, dan lain-lain.

16. Dalam buku Mystical Dimention of Islam karya Anne Marie Schimmel, istilah union mistik merupakan nama dari paham ajaran mistik, yaitu mysticism of infinity. Paham mistik memandang Tuhan sebagai realitas yang Absolut dan tak terhingga dan memandang manusia bersumber dari Tuhan dan dapat mencapai penghayatan kesatuan kembali dengan Tuhannya (Tuhan sebagai dzat yang immanent yang bersemayam dalam alam semesta dan dalam diri manusia).

Para penganut union mistik menekankan pada 14 Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama, Terjemah Machnun Hussein, Rajawali Press, Jakarta, 1992, hlm. 222 15 Ibid. 16 Ileana Marcooelesca, “Mistical Union”, dalam The Encyclopedia of Religion, Macmillan Publissing Company, New York , 1987, hlm. 239 pendekatan valuntaristik, yakni berusaha membebaskan dan melarutkan kediriannya dengan Tuhan, dan menyatukan kehendaknya dengan kehendak Tuhan.

17. Pengalaman menyatu subyek dengan Tuhannya dianggap sebagai tingkat tertinggi dari pengalaman mistik dan jalan perenungan. Dalam beberapa agama, pengalaman ini hanya dapat diperoleh apabila seseorang melalui tingkatan-tingkatan atau jalan, pada penghayatan ini dicapai dengan tiga taraf, yaitu via purgativa, via contemplativa dan via illuminativa.

18. Via purgativa, merupakan segi filosofis yang terberat karena terdiri dari mawas diri, penguasaan segala nafsu, dan kemudian mensucikan seluruh hati hanya untuk Tuhan saja. Arti kata, untuk mencapai penghayatan yang semurni-murninya kepada Tuhan, seseorang harus berani membuang segala bentuk ikatan dengan dunia atau membasmi segala nafsu atau keinginan terhadap selain Tuhan. Inilah pensucian hati menurut pengertian mistik.

Kemudian baru bisa mengkonsentrasikan pikiran sepenuhnya untuk Tuhan. Via contemplativa adalah samadhi atau meditasi, yaitu memusatkan seluruh kesadaran dan pikiran dalam merenungkan keindahan Tuhan dengan penuh kerinduan. Tingkatan ini merupakan segi praktis seperti halnya upacara persujudan atau semadhi dalam penghayatan kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Semadhi ini baru bisa dijalankan dengan sempurna apabila hatinya telah suci dari nafsu-nafsu dan noda-noda keduniaan.

Adapun Via Illuminativa ialah proses terbukanya tabir penyekat alam gaib, atau proses mendapat penerangan dari nur gaib sebagai hasil dari samadhi atau dzikir. Penghayatan gaib ini berjenjang-jenjang dan memuncak pada penghayatan ma’rifat pada Tuhan atau bahkan penghayatan manunggal dengan Tuhan.

Bagi paham union mistik, penghayatan mistik atau ma’rifat ini hanya bisa dialami dan dinikmati oleh para orang khawas, yakni para kaum kebatinan, tidak bisa dicapai oleh orang awam. Karena orang awam pada umumnya 17 Annemarie Scimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, Terjemah Supardi Djaka Dawana, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1986, hlm. 5 18 Ileana Marcooelesca, op. cit., hlm. 239-240 tidak mempunyai kemampuan untuk mawas diri, pengendalian nafsu, dan pensucian hati serta bersemadhi secara benar-benar hening.
19 Evelyn Underhill, sebagaimana dikutip oleh Kenneth Wabnick, merincinya lagi kedalam lima tingkatan proses yang terjadi pada diri seorang mistikus untuk menuju kemenyatuan.
 a. Konversi yang datang tiba-tiba setelah melalui kegelisahan yang panjang. Kondisi ini disebut “Kebangkitan Diri” yang merupakan sebuah pengalaman emosional yang baru dan berbeda dari sekedar sensasi yang disertai dengan kesadaran tentang sesuatu yang lebih tinggi.

b. Setelah mengalami keadaan awal tersebut, seorang mistikus mulai merasakan bahwa pola dan cara hidupnya yang lalu tidak lagi memuaskan. Ia merasa harus mensucikan dirinya. Underhill menyebut proses ini sebagai masa “Pensucian Diri”, dimana kebiasaan-kebiasaan yang ia temukan didalam fungsi-fungsi sosialnya tidak lagi cocok dengan pengalaman batin yang ia peroleh. Praktek-praktek asketik dari para mistikus dapat ditemukan pada tahap ini.

 c. Setelah mensucikan diri dari kecenderungan-kecenderungan keinginannya sendiri dan kebiasaan-kebiasaan masyarakatnya, ia memasuki tahap “Pencerahan Diri”. Disini pengalaman-pengalaman batinnya terasa lebih penuh dan berada dalam sebuah pemahaman langsung. Berbeda dengan tahap berikutnya, dalam tahap ini ia memahami dirinya sebagai entitas yang terpisah atau belum menyatu dengan Ilahi.
d. Tahap ini adalah yang paling menonjol dalam proses mistik dimana seseorang merasa beralih secara total dan terpisah dari pengalamanpengalamannya sendiri. Jika pada tahap pensucian ia mensucikan 19 Simuh, Sufisme Jawa, Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, Bentang Budaya, dirinya dari pengalaman-pengalamannya sendiri, maka pada tahapan ini ia harus benar-benar menjadi bagian dari sebuah kekuatan yang ia yakini sebagai Ilahi. Selagi ia masih memperhatikan keinginannya dan keakuannya, berarti ia masih mempunyai jarak atau keterpisahan dari apa yang ia yakini tersebut.
e. Tahap ini adalah tahap kulminasi dari pengalaman mistik dimana seorang mistikus kembali ke penyatuan dengan dirinya, kehidupan sosial dan alam pada umumnya. Oleh karena itu tahap ini disebut “penyatuan kehidupan” memasuki tahap ini, secara emosional seorang mistikus merasakan suatu ketenteraman dan kedamaian yag menyeluruh dalam kehidupannya.
Wapnick, menambahkan lima proses di atas dengan proses keenam, yaitu bahwa setelah kembali dari pengalaman mistiknya, seorang mistikus kemudian memperbaharui keterlibatannya dalam situasi dengan vitalitas dan kekuatan baru.20 Di antara penganut dan sejumlah tokoh yang mendendangkan ajaran union mistik adalah Suhrawardi, Ibnu Arabi, Hamzah Fansuri , Jalaluddin Rumi, Al-Hallaj, dan lain lain.

Hanya saja dalam mengungkapkan faham union mistik para tokoh tersebut menggunakan kalimat atau kata-kata perlambang yang kadang-kadang cukup rumit pemahamannya.

Mistik yang menghidupkan rasa cinta pada tuhan dengan kehalusan rasa dalam yang sedalam-dalamnya, perasaan yang halus ini tentu hanya bisa dilukiskan dengan ungkapan-ungkapan perlambang dan tamsil-tamsil dalam bentuk syair-syair yang indah dan religius.

21 2. Personal Mistik Tipe kedua ini berasal dari istilah mysticism of personality dan lebih dikenal dengan mistik kepribadian, yang berarti hubungan antara manusia dan Yogyakarta, 1996, hlm. 40-42 20 Kennetth Wapnick, Mysticism and Schizoprenia, hlm. 323-324 Tuhan dipahami sebagai hubungan antara makhluk dan pencipta, antara budak di hadapan tuannya, yaitu antara si mabuk cinta yang mendambakan kasihnya. Ajaran ini merupakan suatu aliran mistik yang menekankan aspek personal bagi manusia dan Tuhan.

22 Pada paham kedua ini konsep creatio ex nihila (Tuhan menciptakan alam dari kehampaan menjadi ada, alam sebagai yang baru) seperti ajaran alQur’an dan Injil, tetap dipertahankan. Paham ini dalam bentuk yang lain dinamakan paham transendentalis mistik, yaitu paham mistik yang mempertahankan adanya perbedaan yang esensial antara manusia sebagai makhluk dan Tuhan sebagai khalik. Tuhan dipandang sebagai dzat yang bersifat transenden mengatasi alam semesta.

23 Paham transendentalis atau personalis mempergunakan pendekatan gnostik (gnostic approach), yakni berusaha untuk mendapatkan pengetahuan langsung yang sedalam-dalamnya terhadap Tuhan (to strives for a deeper knowledge of god). Sejalan dengan pendekatan gnostik, ahli mistik paham ini bersusah payah untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih dalam tentang 21 Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 180-181 22 Ibid., hlm. 3 23 Annemarie Schimmel, op. cit., hlm. 6 Tuhan.

 Ia berusaha mengetahui struktur semestanya atau menafsirkan derajad wahyu-Nya. Dalam arti yang lain adalah untuk memantapkan dan menghidupkan keyakinan dan pengalaman agama dengan perantaraan penghayatan ma’rifat kepada Tuhan. Dilihat dari sejarah perkembangannya, munculnya gerakan mistik ini merupakan counter atau pernyataan sikap terhadap perkembangan teologi beberapa agama yang amat rasionalis dan pengembangan hukum agama yang amat formalis dan logis, yang jelas kesemuanya dirasa amat mendangkalkan dan mengeringkan perasaan agama.

Sebagai reaksinya, golongan penganut mistik ini lebih mementingkan rasa dan penghayatan agama. Salah satu pelopor gerakan mistik ini adalah Rabi’ah al-Adawiyah, telah memperkenalkan dasar pendekatan baru yang sesuai dengn gnostik mistik, yaitu cinta rindu kepada Tuhan (love of god), yaitu rasa cinta kepada Tuhan yang membangkitkan rasa gandrung atau rindu untuk bertemu muka dengan dzat yang dicintainya.

Unsur cinta kepada Tuhan ini merupakan ciri khusus bagi setiap ajaran mistik, sehingga Annemarie Schimmel mengatakan, “mysticism can be defined as love of absolut for the power that sparates true mysticism from were asceticism is love”.

24 Pada sisi lain konsep cinta kepada Allah menimbulkan rasa ikhlas beribadah, sama sekali tidak mengharapkan pahala ataupun lantaran takut neraka. Sebagaimana diterangkan oleh Margaret Smith dalam reading from the mysticism of Islam, pada suatu hari Rabi’ah lari-lari membawa kendi berisi air dan suluh api (obor). Sewaktu ditanya, dia menjawab akan membakar surga dengan apinya, dan memadamkan api neraka dengan airnya, lantaran keduanya menyesatkan arah para mistikus (sufi) dalam ibadah mereka. Seperti dikutip dari kata-kata Margaret Smith : “O my lord, if I worship from the tear of hell, born me in hell, and if I worship from the hope of paradise, exclude me thence; but if I worshpi 24 Ibid., hlm. 3 for the thine awn sake, then with hold not from me thine eternal beauty.”
25 (Tuhan jika aku menyembah pada-Mu lantaran takut akan api neraka, bakarlah aku di dalam; dan jika aku menyembah kepadamu lantaran mengharap pahala syurga, jauhkanlah aku dari padanya; akan tetapi bila aku menyembah kamu lantaran (ingin tatap muka) kepada-Mu, jangan kau sembunyikan keindahanmu yang abadi). Ungkapan tersebut di atas menunjukkan adanya perbedaan yang mendasar antara ahli syari’at sebagai pencari pahala surgawi (seekers of paradise), dengan para sufi sebagai pencari Tuhan (seekers of God).

Cinta semacam ini memang bagus bila direnungkan sepintas lalu. Hal ini wajar, karena menurut logika mistisisme pada umumnya, tujuan untuk sampai kepada Tuhan adalah yang paling utama. Dalam tamsil yang populer dalam sufisme Tuhan sebagai tujuan satu-satunya begi mereka diibaratkan sebagau laut. Sedang thariqah atau jalan menuju Tuhan diibaratkan sebagai sungai yang berbagai macam di dunia ini. Dan semua sungai bila ditelusuri tentu bermuara di laut.26 25 Margareth Smith, Reading From the Mistics Of Islam, Oxford University Press,


Harapan penulis, dengan  membaca  tulisan ini  semoga  pembaca  memahami  atau  mengerti  apa itu  sesungguhnya  MISTIK, sehingga  dapat  saling  mengisi  untuk  memahami  media  ini  selanjutnya, mudah-mudahan   menjadi  bacaan  alternatip  bagi  anda. Terrima  kasih.Amin.

No comments:

Post a Comment

Sorga atau neraka

 Sorga itu sudah ada di dunia Hanya sedikit yang mau Banyak manusia lebih memilih dunia Jika dalam gembira kau gelisah Jika dalam susah kau ...