PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK
MELATIH KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP MUHAMMADIYAH 1 PALEMBANG
SKRIPSI
Oleh :
FITROYANSYA
Nomor Pokok Mahasiswa 12610022
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TAMANSISWA
PALEMBANG
2015
DAFTAR
ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................
1.1 Latar Belakang ........................................................................................
1.2 Masalah Penelitian...................................................................................
1.3 Rumusun Masalah....................................................................................
1.4 Tujuan Penelitian.....................................................................................
1.5 Manfaat Penelitian...................................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA.......................................................................
2.1 Pembelajaran Matematika........................................................................
2.2 Kemampuan Berpikir Kritis Matematis...................................................
2.3 Pembelajaran Kooperatif.........................................................................
2.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT)
2.5 Peranan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Team Games Tournament (TGT) dalam Melatih Kemampuan Berpikir Kritis Matematis........................................................................
BAB III PROSEDUR PENELITIAN..........................................................
3.1 Variabel Penelitian...................................................................................
3.2 Definisi Operasional Variabel..................................................................
3.3 Subjek Penelitian.....................................................................................
3.4 Metode Penelitian....................................................................................
3.5 Teknik Pengumpulan Data.......................................................................
3.6 Teknik Uji Coba Intrumen.......................................................................
3.7 Teknik analisis data..................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................
4.1 Hasil Penelitian........................................................................................
4.2 Pembahasan.............................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................
5.1 Kesimpulan..............................................................................................
5.2 Saran........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
PENGGUNAAN
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM
GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MELATIH KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS
SISWA SMP MUHAMMADIYAH 1 PALEMBANG
ABSTRAK
Oleh :
Fitroyansya
Kurangnya variasi dan inovasi dalam proses
pembelajaran menyebabkan lemahnya perhatian siswa dalam proses pembelajaran.
Hal ini akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peningkatan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Team Games Tournament (TGT). Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif
kuantitatif. Variabel penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis
matematis. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII.d di SMP Muhammadiyah 1 Palembang yang
berjumlah 30 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes (pretes
dan protes). Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik gain
ternormalisasi (g). Dari hasil pretes didapat nilai rata-rata siswa adalah 43,4
sementara hasil postes didapat nilai rata-rata siswa 52,5. Berdasarkan analisis
statistik gain ternormalisasi (g) didapat bahwa peningkatan kemampuan berpikir
kritis matematis siswa sebesar 0,255. Data ini dikonversikan ke dalam kriteria
menurut Hakke termasuk dalam kriteria rendah.
Kata kunci : Model Kooperatif Tipe TGT, Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis, Statistik gain Ternormalisasi.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pendidikan merupakan kehidupan bagi setiap
manusia. Pendidikan menjadi penting sebab tanpa pendidikan manusia akan menjadi
terbelakang dan sulit berkembang. Dengan demikian pendidikan harus menjadi
usaha untuk menghasilkan manusia yang baik, berkualitas dan mampu nbersaing dalam
rangka menyongsong era globalisasi dimana manusia dihadapkan pada perubahan
yang tidak menentu. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran supaya peserta didik secara
aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,
serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya dan masyarakat.
Pendidikan merupakan proses sistematis untuk
meningkatkan martabat manusia secara holistic. Hal ini dapat dilihat dari
filosofi pendidikan yang intinya untuk mengaktualisasikan ketiga dimensi
kemanusiaan paling elementer, yakni : (1) afektif yang tercermin pada kualitas
keimanan dan ketaqwaan, etika dan estetika, serta akhlak mulia dan budi pekerti
luhur; (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya
intelektualitas untuk menggali ilmu pengetahuandan mengembangkan serta
menguasai teknologi, dn (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan
keterampilan teknis dan kecakapan praktis (Depdiknas, 2005)
Disamping permasalahan tersebut diatas, dalam
proses pembelajaran matematika, kebiasaan membaca sambil berpikir dan bekerja
sampai dapat memahami informasi belum menjadi kebiasaan siswa. Dalam hal ini
muatan mekanistik masih terlampaui besar dan muatan penalaran masih terlampau
kecil. Matematika belum menjadi "sekolah berpikir" bagi siswa kita,
karena pembelajaran yang dilakukan masih menggunakan pembelajaran konvensional
yang banyak menerima suatu informasi tanpa kepedulian dan langsung dilupakan.
Dalam kegiatan pembelajaran konvemsional,
proses pembelajaran biasanya dimulai dengan menjelaskan konsep secara
informatif, memberikan contoh soal kemudian diakhiri dengan pemberian latihan
soal-soal. Akibatnya dalam belajar matematika lebih diarahkan pada proses
menghapal dari pada memahami konsep. Menurut Mukhayat (Soemakim, 2013: 43)
" belajar dengan menghapal tidak terlalu banyak menuntut aktivitas
berpikir anak dan mengandung akibat buruk pada perkembangan memtal anak. Anak akan
cenderung suka mencari gampangnya saja dalam belajar. Anak akan terbiasa
menerima begitu saja apa adanya mengakibatkan anak tidak terbiasa untuk
berpikir kritis."
Menurut Polla (Kesumawati, 2009) "
Pendidikan matematika di Indonesia, tampaknya perlu reformasi terutama dari
segi pembelajarannya. Hal ini disebabkan karena sampai saat ini begitu banyak
siswa mengeluh dan beranggapan bahwa matematika itu sangat sulit dan merupakan
momok, akibatnya mereka tidk mnyenangi bahkan benci pada pelajaran matematika."
Siswa memandang matematika adalah pelajaran
yang sulit. Oleh karena itu, guru matematika perlu merancang model pembelajaran
yang dapat mengubah gaya belajar siswa yang belajar pasif menjadi aktif,
menyenangkan dan menantang. Maka diperlukan model pembelajaran kooperatif,
yaitu suatu cara pendekatan yang khusus dirancang untuk memberi motivasi atau
dorongan kepada peserta didik agar belerja samaselama berlangsungnya proses
pembelajaran. Salah satunya adalah melalui model pembelajaran tipe Team Games Tournaments
(TGT).
TGT merupakan model pembelajaran kooperatif
yang menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor
kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan
anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya sama seperti mereka. Pada
penelitian sebelumnya, telah dilakukan penelitin " Kecakapan komunikasi
siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe team game tournament (TGT)" dan hasilnya bbaik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru
matematika di SMP Muhammadiyah 1 Palembang diperoleh informasi bahwa sebagian
besar siswa masih belum mampu memaksimalkan daya pikir mereka ketika dihadapkan
masalah. Hal ini menjadi indikator bahwa kecakapan berpikir kritis matematissiswa
masih rendh. Kemudin dalam proses pembelajaran guru masih relatif menggunakan
pembelajaran konvensional.
Bedasarkan uraian diatas maka peneliti
mencoba menggunakan pembwlajaran matematika dengan model pembelajaran
kooperatif tipe team games tournament (TGT) untuk melatih kemampuan berpikir
kritis matematis siswa melalui penelitian berjudul "model pembelajaran
kooperatif tipe team games tournament (TGT) untuk melatih kemampuan berpikir
kritis matematis siswa SMP Muhammmadiyah 1 Palembang".
1.2 Rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan diatas, namun masalah dalam penelitian ini adalah " bagaimana
peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe team games tournament (TGT)?"
1.3 Penbatasan
masalah
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1.
Kemampuan
berpikir matwmatis dilihat dari hasil tes siswa yang disesuaikn dengan
indikator kemampuan berpikir kritis yang muncul pada hasil tes siswa.
2.
Indikator
kemampuan berpikir kritis yanga akan dinilai
a.
Memfokuskan
pertanyaan
b.
Menganalisa
argument
c.
Membuat
induksi dan mempertimbangkan hasil
3.
Materi
yang akan diajarkan dan diambil tesnya adalah bangun rung limas pokok bahasan
unsur dan luas permukaan limas.
4.
Penelitian
ini dilaksanakan pada kelas VIII.d semester genap tahun Ajaran 2014-2015 di SMP
Muhammadiyah Palembang.
1.4 Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir
kritis matematis siswa setelah menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT).
1.5 Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat :
a)
Bagi
siswa, dapat memperoleh pengalaman dalam pembelajaran matematika menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Team
Games Tournament (TGT) untuk melatih kecakapan berpikir mereka dalam
melakukan pemecahan masalah.
b)
Bagi
guru, sebagi mahan masukan dalam proses pembelajaran dengan lenih baik.
c)
Bagi
peneliti, sebgai tambahan infoormasi yang berharga dalam mengabdikan ilmu yang
diperoleh.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1 Pembelajaran
Matematika
Menurut Slamento (2003:2) belajar ialah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Bahri (2006:10) belajar adlah
prosesperubahan prilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan
belajar adalah perubahan tinngkah laku, baik yang menyangkut pengertahuan,
keterampilan maupun sikap bahkan meliputi segenap aspek pribadi. Hal ini
berarti bahwa berhasil atau gagalnya dari tujuan pendidikan bergantung pada
proses belajar yang dialami siswa baik ketika berada disekolah maupun dirumah
dan keluarganya sendiri.
Belajar merupakan bagian dari pembelajaran.
Pembelajaran matematika terdiri dari dua kata yaitu pembelajaran dan
matematika. Menurut Surya (Fatonah, 2010:6) pembelajaran adalah suatu proses
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah
proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan diswa dengan siswa,,
dalam rangka perubahan sikap dan pola piker yang akan menjadi kebiasaan bagi
siswa yang bersangkutan. (Tim MKPBM, 2001:9)
Sedangkan matematika berasal dari perkataan
Yunani, mathematike serupa dengan
kata mathanein yang memiliki arti belajar (berpikir).
Berdasarkan etimologis perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang
diperoleh dengan bernalar. Menurut Johnson dan Rising dalam bukunya mengatakan
bahwa matematika adalah pola berpikir, pola pembuktian yang logic dan bahasa yang digunakan memiliki makna
cermat, jelas, dan akurat (Tim MKPM, 2001:18)
Soedjadi (Sidauruk, 2014) menyajikan beberapa
definisi matematika yang menjadikannya penting untuk dipelajari, yakni:
1.
Cabang
ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik
2.
Pengetahuan
tentang bilangan ddan kalkulasi
3.
Pengetahuan
tentang penalaran logika dan berhubungan dengan bilangan
4.
Pengetahuan
fakta-fajta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk
5.
Pengetahuan
tentang aturan-aturan yang ketat.
Definisi diatas menunjukkan bahwa dalam
mempelajari matematika dapat membentuk seseorang dengan pengetahuan fakta-fakta
kuantitatif. Selain berkaitandengan eksak, matematika juga berkaitan dengan
penalaran logika, seseoang meenjaddi bertanggung jawab tentang keputusan yang
diambilnya. Siswa mampu menghitunng dan menyusus angka-angka, membentuk siswa
mampu berpikir dan mernalar dalam mencari penyelesaian suatu masalah yang
diberikan kepadanya.
Mata pelajaran matematika disekolah perlu
diberikan kepada peseta didik mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif serta dapat bekerja sama.
2.2 Kemampuan
Berpikir Kritis
Berpikir adalah suatu keaktifan pribadi
manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Tujuan
berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian yang dikehendaki (Purwanto,
2004: 43). Menurut Reason, berpikir adalah proses mental seseorang yang lebih
dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Menurutnya
mengingat dan memahami lebih bersifat pasif dari kegiatan berpikir. (Palupi,
2010:7)
Menurut Robbins (Eman, 2008) Kemampuan bisa
merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau
praktek. Dengan demikian kemampuan adalah kecakapan atau potensi menguasai
suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan
yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu.
Kemampuan berpikir dapat didefinisikan
sebagai proses kognitif yang dipecah-pecah ke dalam langkah-langkah nyata yang
kemudian digunakan sebagai pedoman berpikir. Salah satu contoh kemampuan
berpikir adalah menarik kesimpulan (inferring), yang didefinisikan sebagai
kemampuan untuk berbagai petunjuk dan fakta atau informasi dengan pengetahuan
yang telah dimiliki untuk membuat suatu prediksi hasil akhir yang terumuskan.
Berpikir kritis merupakan bagian dari
keterampilan atau kemampuan berpikir tingkat tinggi (Alvino, 1990), karena
meliputi proses analisis, sintesis dan evaluasi. Keterampilan berpikir
merupakan proses mental yang terjadi ketika berpikir. Ennis (Kurniasih,
2012:114) menyatakan konsep berpikir kritis trutama berdasarkan keterampilan
khusus seperti mengamati, menduga, menggeneralisasi penalaran dan mengevaluasi
penalaran.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan
yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh semua orang. Siswa juga perlu
memiliki kemampuan berpikir kritis ini agar dapat digunakan dalam mengambil
keputusan dikehidupan sehari-hari.
Sudut pandang berpikir kritis disampaikan oleg
Eggen dan Kauchak (Palupi,2010) bahwa berpikir kritis adalah
1. Sebuah keinginan untuk mendapatkan informasi
2. Sebuah kecenderungan untuk mencari bukti
3. Keinginan untuk mengetahui kedua sisi seluruh permasalahan
4. Sikap dari keterbukaan pikiran
5. Kecenderungan untuk tidak mengeluarkan pendapat
6. Menghargai pendapat orang lain
7. Toleran terhadap keambiguan
Sedangkan menurut mason (2008) menyatakan ada 3 aspek penting berpikir
kritis,yaitu
1. Keterampilan bernalar kritis
2. Karakter
3. Pengatahuan substansial dalam bidang tertentu
(Kurnasih,2012)
Kemudian
Eniis (Palupi,2012)
mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis,yang dikelompokkan dalam lima
besar aktivitas sebagai berikut :
a. Memberikan penjelasan sederhana
b. Membangun keterampilan dasar
c. Menyimpulkan
d. Memberikan penjelasan lanjut
e. Mengatur strategi dan teknik
2.3 Pembelajaran
Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model
pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Menurut Artzt dan
Newman (Trianto,2009) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa bejalar
bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk
mencapai tujuan bersama.
Johnson dan Johnson (trianto,2009) menyatakan
bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk
peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun
kelompok.
Ciri-ciri dari pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut :
1.
Belajar
dari teman
2.
Tatap
muka antar teman
3.
Mendengarkan
antar anggota
4.
Belajar
dari teman sendiri dalam kelompok
5.
Belajar
dari kelompok kecil
6.
Mengemukakan
pendapat
7.
Siswa
membuat keputusan
8.
Siswa
aktif
Manfaat penerapan belajar kooperatif adalah
dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level
individu. Di samping ini belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas
sosial dikalangan siswa.
Menurut Lie (Valensia,2007:9) pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar
kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu
bahan pelajaran. Walaupun pembelajaran kooperatif terjadi dalam kelompok,
tetapi tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Ada
lima dasar yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok,
yaitu:
1. Saling ketergantungan positif
2. Tanggung jawab perseorangan
3. Adanya tatap muka
4. Komunikasi antar anggota
5. Evaluasi proses kelompok
(Valensia, 2009: 10)
Secara teoritis, langkah-langkah umum
pembelajaran kooperatif diruang kelas adalah sebagai berikut: (a) memilih
metode, teknik, dan struktur pembelajaran kooperatif; (b) menata ruang kelas
untuk pembelajaran kooperatif; (c) merangking siswa; (d) menentukan jumlah
kelompok; (e) membentuk kelompok-kelompok; (f) merancang team building untuk
setiap kelompok; (g) mempresentasikan materi pembelajaran; (h) membagikan LKS;
(i) menugaskan siswa mengerjakan kuis secara mandiri; (j) menilai dan menskor
kuis siswa; (k) memberi penghargaan pada kelompok; (l) mengevaluasi perilaku
kelompok (Huda, 2011:163)
Menciptakan lingkungan belajar yang positif
adlah tugas guru sebgai pengella kelas. Dengan menciptakan lingkungan belajar
yang positif akan menumbuhkan motivasi dan minat siswa mengikuti pembelajaran.
Apalagi dalam pembelajaran kooperatif lingkungan belajar sangat berpengaruh
terhadap pencapaian hasil belajar.
Manfaat pembelajaran kooperatif dapat
mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level
tertentu. Terdapat beberapa variasi dari model pembelajaran kooperatif,
setidaknya terdapat enam pendekatan yaitu STAD, JIGSAW, Team Games Tournaments
(TGT), Think Pair Share (TPS), dan Numbered Head Together (NHT).
2.4 Model
pembelajaran koperatif Team Games Tournaments (TGT)
Model pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran dengan kerja kelompok. Kelompok yang dimaksud disini bukanlah
semata-mata sekumpulan orang, namun kelompok yang berinteraksi, memiliki
tujuan, dan berstruktur. Model pembelajaran Team Games Tournaments (TGT)
merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif. Model ini dikembangkan
oleh David De Vries dan Keath Edward pada tahun 1995 (Trianto, 2009). Pada
model inj siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk
memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.
Model TGT terdiri atas lima komponrn utama, yaitu:
(1) Persentasi dikelas yang dipimpin oleh
guru.
(2) Tim atau kelompok.
(3) Permainan(Game). Pertanyaan dalam game
dirancang dari materi yang relevan dangan materi yang disampaikan oleh guru
pada presentasi kelas.
(4) Turnamen, yaitu susunan beberapa game
yang dipertandingkan di meja turnamen dan dilakukan setelah presentasi kelas
dan kelompok melaksanakan kelmpok.
(5) Rekognisi Tim.
(Slavin, 2005: 166)
Menurut Trianto (2010: 84) langkah-langkah pembelajaran TGT secara
runtut, yaitu:
a. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang
merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.
b. Guru menyiapkan pelajaran dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka
untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.
c. Seluruh siswa dikenai kuis, pada waktu kuis ini mereka tidak dapat
saling membantu.
Langkah-langkah pembeljaran Team Games Tournaments (TGT) terdiri dari
lma tahapan, yaitu: (1) Persiapan; (2) Presentasi; (3) Kemlompok belajar; (4)
Tes; dan (5) Penghargaan.
2.5 Peranan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team
Games Tournament (TGT) dalam melatih Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Dalam kurikulum KTSP 2006 salah satu tujuan
pendidikan matematika adalah melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik
kesimpulan, melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsistensi, dan inkonsistensi yang sangat erat kaitannya
dengan kemampuan memecahkan masalah dengan berpikir secara kretif dan kritis
(Fariha, 2013).
Dalam kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran
matematika, menuntut siswa untuk aktif dalam mengajukan pertanyaan, menjawab
pertanyaaan kepada teman satu tim atau kepada guru. Menurut Rejeki dalam
pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa lebih belajar berani untuk tampil ke
depan dan mengemukakan pendapat, belajar bersaing secara sehat pada turnamen
berlangsung, belajar bekerjasama dan yang paling penting siswa merasa senang
dan rileks (Valensia, 2007: 14).
Model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) terdiri dari lima tahap yaitu tahap persiapan,
presentasi kelas, kegiatan kelompok, tes, penghargaan kelompok. Pada saat
kegiatan belajar siswa diharuskan memahami materi karena siswa akan berlatih
mengerjakan soal-soal di LKS sekaligus mempresentasikan hasil jawabannya.
Pada saat kelompok, siswa harus memastikan
setiap anggotanya memahami materi tersebut karena mereka harus mempersiapkan
diri menghadapi turnamen (Pertandingan). Jika siswa hanya berdiam diri dalam
kegiatan turnamen maka skor yang didapat tidak akan maksimal. Dengan demikian
secara tidak langsung model pembelajaran tipe Team Games Tournament (TGT) menuntut siswa untuk mengembangkan kemampuan
berfikir kritis mulai dari perencaan kelompok, presentasi sampai ke games yang berbentuk turnamen.
BAB
III
PROSEDUR
PENELITIAN
3.1 Variabel
Penelitian
“Variabel adalah objek penelitan, atau apa
yang menjadi titik perhatian suatu penelitian” (Arikunto, 2013:161)
Variabel dalam penelitian ini adalah
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis.
3.2 Definisi
Operasional Variabel
Kemampuan berpikir kritis matematis adlah
kemampuan dalam memutuskan suatu melalui pertimbangan-pertimbangan dengan
menggunakan akal untuk menentukan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus
dipercayai, yang dapat dilihat dari hasil tes siswa dalam mengerjakan soal-soal
tipe berpikir kritis.
3.3 Subjek
Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMP
Muhammmadiyah 1 Palembang kelas VIII.d dengan jumlah siswa 30 orang.
3.4 Metode
Penelitian
“Metode penelitian adalah cara yang digunakan
oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitinya” (Arikkunto, 2013:203). Jenis
penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. “Penelitian deskriptif
kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data
berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengeanai apa yang ingin kita
ketahui” (Margono,, 2009:105).
Penelitian inni merupakan penelitian
deskriptif kuatitatif yang bertujuan untuk melihatbserta menggambrkan tingkat
berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika dengan model kooperatif
tipe TGT. Adapun desain eksperimennya adalah desain kelompok pretest-postest.
Selanjutnya langkah-langkah dalam pelaksanaan
penelitian adalah sebagai berikut:
1.
Tahap
awal
a.
Membuat
RPP.
b.
Menyiapkan
Sumber Pelajaran.
c.
Menyiapkan
kisi-kisi Penulisan instrument dan kunci jawaban instrument.
2.
Tahap
Pelaksanaan
Pada tahap ini
pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT di sattu kelas. Pelaksanaannya sebanyak 3 kali pertemuan.
Pertemuan pertama menggunakan tes awal untuk meliahat kemampuan berpikir kritis
siswa, dan dipertemuan ketiga diakhir pembelajaran siswa diberikan tes kembali
dengan soal yang sama pada pertemuan pertama.
3.
Tahap
Laporan
Setelah dilakukan 3
kali pertemua diberikan tes akhir. Soal-soal tes mengacu pada indicator
berpikir kritis. Selanjutnya peneliti mengnalisis data yang didapat melalui
tes, kemudian diinterpretasiakn hasil analisis tersebut dalam pembahasan untuk
mencari kesimpulan dari hasil penelitian.
3.5 Teknik
Pengumpulan Data
Untuk mengkur kemampuan berpikir kritis objek
yang diteliti digunakan tes. “tes merupakan suatu teknik atau cara yang
digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang didallamnya
terdapat berbagai jenis pertanyaan atau serangkaian tugas yang harus dijawab
oleh peserta didik” (Arifin, 2009:118).
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini
adalah tes. Tes yang diberikan adalah tes tertulis dalam bentuk uraian. Tes
didgunakan untuk melihat tingkat kemampuan berpikir kritis matematis setelah
diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
3.6 Teknik
Uji Coba Intrumen
3.6.1
Validitas Intrumen Butir Tes
Dalam analisis validitas ini akan digunakan
rumus korelasi produk momen memakai angka kasar rumusnya adalah sebagai
berikut:
Keterangan :
= Koefisien korelasi antara
variabel x dan variabel y
= Bnyaknya peserta tes
= Nilai hasil uji coba
= Total nilai
3.6.2
Reabilitas
Untuk menentukan koefifien reabilitas tes
peneliti menggunakan Cronbach Alpha (Suherman,
2003:154) sebagai berikut:
Keterangan : = Koefisien Reliabilitas
=Banyak Butir soal
= JUmlah Varian skor tiap item
= Varian skor total
Setelah didapat harga koefisien
reliabilitas maka harga tersebut
dinterpretasikan terhadap kriteria dengan menggunakan toolak ukur yang dibuat
Guilford (Suherman, 2003:113).
3.6.3
Daya Pembeda
Anaisis iini diadakan untuk mengidentifikasi
soal-soal yang baik, kurang baik dan soal yang jelek. Dengan analisis soal
dapat diperoleh informasi tentang kejelekan sebuah soal. Rumusnya adalah :
Keterangan : =Daya Pembeda
= Rata-rata skor kelompok atas tiap butir soal
= Rata-rata skor kelompok bawah tiap butir soal
=skor Maksimum Ideal
3.6.4
Tingkat kesukaran
Indeks kesukaran menunjuk apakah suatu butir
soal tergolong sukar, sedang, atau mudah. Butir soal yang baik adalah butir
soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Untuk menghitung indeks
kesukaran soal bentuk uraian dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
= Indeks Kesukaran
= Rata-rata Skor
= skor Maksimum Ideal
Adapun klasifikasi indeks kesukaran berdasarkan (Suherman, 2003:170)
dapat dilihat pada table berikut :
Indeks Kesukaran
|
Interpretasi
|
IK
= 0,00
0,00
< IK0,30
0,30
< IK0,70
0,70
< IK1,00
IK
=1,00
|
Soal
terlalu sulit
Soal
sukar
Soal
sedang
Soal
mudah
Soal
terlalu mudah
|
3.7 Teknik
analisis data
Data berasal dari hasil pretes dan postes.
Dalam melakukan penskoran hasil pretes dan postes, jawaban diperiksa
berdasarkan strategi penyelesaian soal. Langkah-langkah jawaban, serta
alasan-alasannya. Analisis data menggunakan statistic gain ternormalisasi.
3.7.1
Data Tes (Pretes dan Postes)
Data hasil tes diperoleh dengan menganalisis
lembar jawaban siswa. Selanjutnya nilai akhir tes akan dihitung dengan rumus:
3.7.2
Statistik Gain Ternormalisasi
Untuk mengetahui besarnya peningkatan
kemampuan berpikir kritis matematis siswa, maka dilakukan analisis terhadap
hasil pretes dan postes. Analisis dilakukan dengan menggunakan gain
ternormalisasi. Gain ternormalisasi (g) untuk memberikan gambaran umum
peningkatan hasil belajar antara sebelum dan sesudah pembelajaran. Adapun rumus
untuk gain ternormlisasi yang dikembangkan oleh hake (1999) sebagai berikut:
Tabel
Interpretasi
Nilai Gain Ternormalisasi
Indeks Kesukaran
|
Interpretasi
|
g
> 0,70
0,30
< g0,70
0,00
< IK0,30
g
=0,00
|
Tinggi
Sedang
Rendah
Tidak
terjadi peningkatan
|
(Sundayana, 2014:151)
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Penelitian
4.1.1
Deskripsi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP
Muhammadiyah Palembang yang beralamatkan di Jl. K.H. Ahmad Dahlan No. 23B Kel.
Talang Semut Kecamatan Bukit Kecil Palembang. Penelitian ini dilaksanakandari
tanggal 8 Mei s.d. 15 Mei 2015. Kelas yang digunakan untuk penelitian ini
adalah kelas VIII.d dengan jumlah siswa yang akan diteliti sebanyak 30 siswa.
Sebelumnya peneliti telah dilakukan uji coba soal intrumen dahulu untuk
mendapatkan soal instrument penelitian.
4.1.2
Deskripsi Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP
Muhammadiyah Palembang sebanyak tiga kali pertemuan dengan subjek kelas VIII.d
yang berjumlah 30 orang.
4.1.2.1 Petemuan
Pertama
Pertemuan dialaksanakan pada hari Sabtu
tanggal 9 Mei 2015 selam dua jam pelajaran (2 x 40’). Sebelum memulai pelajaran
peneliti melakukan perkenalan serta menjelaskan maksud dan tujuan peneliti.
Selanjutnya peneliti memberikan soal pretes kepada siswa untuk mengetahui
tingkat kemampuan berpikir siswa sebelum dilaksanakan pembelajaran dengan
jumlah soal sebanyak empat buah bersifat uraian.
Setelah waktu mengerjakan soal postes habis,
peneliti meminta siswa untuk mengumpulkan lembar jawaban soal pretes yang telah
dikerjakan. Selanjutnya peneliti mempresentasikan materi tentang unsur-unsur
limas, membuat jarring-jaring limas dan menghitung luas limas. Peneliti
memberikan kesempatan bertanya kepada siswa, bagi yang belum jelas tentang
penjelasan materi tersebut. Selanjutnya peneliti meminta siswa unntuk duduk
pada kelompok yang telah ditentukan sebelumnya.
Pengelompokan siswa ditentukan berdasarkan
peringkat rapot mid sebelumnya dan sifatnya heterogen. Peneliti membagaikan
Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk didiskusikan serta dikerjakan secara kelompok.
Peneliti membantu siswa dalam diskusi kelompok dan mnginstruksikan kepada
setiap anggota kelompk untuk dapat memahami materi pada diskusi kelompok.
Selanjutnya beberapa perwakilan kelompok mempresesntasikan jawaban didepan
kelas. Pada pertemuan pertama turnamen belum dilakukan mengingat waktu yang
tinggal sedikit.
4.1.2.2 Pertemuan
Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari selasa
tanggal 12 Mei 2015 selama dua jam pelajaran (2x40’). Pada pertemuan kedua ini
peneliti memberikan informasi tentang pembagian siswa pada meja turnamen
sekaligus memberikan penjelasan tentang aturan main dalam turnamen. Selanjutnya
peneliti membagikan map yang terdiri dari lima buah amplop berisi lembar soal,
lembar jawaban dan lembar skor pada tiap meja turnamen.
Peneliti meminta siswa untuk memulai
turnamen. Selama turnamen berlangsung peneliti mengontrol tiap meja turnamen.
Setelah waktu turnamen habis, peneliti menghentikan turnamen dan masing-masing
siswa untuk kembali pada kelompoknya masing-masing. Selanjutnya peneliti
menghitung skor pada tiap kelompok. Setelah dihitung peneliti mengumumkan
kelompo mana yang mendapat nilai terbaik.
Kelompok terbaik turnamen pada hari itu
adalah kelompok fatimah dengan nilai rata-rata 68. Kelompok yang terendah
diperoleh Hasan, hali ini disebabkan karena salah satu anggota kelompok tidak
hadir sehingga tidak dapat membantu nilai kelompok. Pada akhir pembelajaran
peneliti menginformasikan bahwa pada pertemuan selanjutnya akan diadakan
postes. Untuk itu diharapkan kepada siswa agar melakukan persiapan yang lebih
baik.
4.1.2.3 Peretemuan
Ketiga
Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari jumat
tanggal 5 Mei 2015. Pada pertemuan ketiga peneliti tidak melakukan turnamen
kepada siswa. Peneliti hanya mengulang materi dan memberikan kesempatan
bertanya kepada sisw bagi yang belum jelas tenttang materi unsur limas,
jarring-jaring limas serta menghitung luas limas. Setelah siswa siap, peneliti
membagikan soal postes kepada siswa. Setelah waktu mengerjakan soal postes
habis, peneliti meminta siswa untuk mengumpulkan lembar jawaban postes.
Selanjutnya peneliti memberikan motivasi siwa agar dapat belajar lebih giat
serta membanggakan orangtua mereka. Peneliti mengucpkan terima kasih kepada
siswa dalam partisipasinyaselama peneliti melaksanakan penelitian.
4.1.3
Deskripsi Data Hasil Penelitian
Pengunpulan data hasil penelitin dilakukan
dengan menggunakan instrument berupa tes tertulis dalam bentuk soal esai. Data
yang diperoleh dari penelitian ini merupakan hasil pretest, data hasil posttest dan data peningkatan prestasi (gain).
4.1.3.1 Hasil
Pretes
Data skor pretes diperoleh dari hasil tes
siswa sebelum diberikan pembelajaran. Data skor pretes dapat dilihat pada
lampiran, dibawah ini disajikan statistic hasil pretes siswa.
TABEL
IV.I
Hasil
Pretes
Nilai Tertinggi
|
72,5
|
Nilai Terendah
|
25
|
Rata-Rata
|
43,5
|
Simpangan Baku
|
11,06
|
Median
|
43,5
|
Modus
|
42,5
|
4.1.3.2 Hasil
Postes
Hasil postes didapat pada pertemuan ketiga
setelah siswa mempelajari dan memahami materi pembelajaran. Adapun secara rinci
hasil postes dapat dilihat pada lampiran, berikut disajikan statistic hasil
postes siswa.
TABEL
IV.II
Hasil
Postes
Nilai Tertinggi
|
85
|
Nilai Terendah
|
32,5
|
Rata-Rata
|
52,5
|
Simpangan Baku
|
14,62
|
Median
|
53,75
|
Modus
|
55
|
4.1.3.3 Statistik
Gain Ternormalisasi
Peningkatan kemampuan berpikir kritis
matematis siswa yang didapat dari nilai pretes dan postes akan disajikan dengan
metode gain termotivasi, adapun hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel IV.3
Statistik Gain Ternormalisasi Hasil Pretes
dan Postes siswa
|
Hasil Pretes
|
Hasil Postes
|
Gain Ternormalisasi (g)
|
Nilai
Tertinggi
|
72,5
|
85
|
|
Nilai
Terendah
|
25
|
32,5
|
0,255
|
Nilai
Rata-Rata
|
43,4
|
52,5
|
|
Nilai gain yang diperoleh menunukkaan
kemampuan berpikir kritis siswa tergolong rendah.
4.2 Pembahasan
Penelitian ini telah dilakukan selama tiga
pertemuan digunakan untuk melihat peningkatan kemampuan berpikir kritis
matematis siswa dalam pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT).
Penelitian ini menggunakan pretes dan postes.
Hasil pretes menunjukan bahwa siswa yang mampu melewati nilai KKM sebanyak tiga
orang atau 10% dari jumlah siswa yang ada. Nilai rata-rata pretes sebesar 43,4
dan termasuk kriteria kurang. Salah satu factor yang menyebabkan rendahnya
nilai siswa kurang antusias dan ketertarikan dalam proses belajar mengajar.
Untuk itulah peneliti setelah melakukan pretes melakukan pembelajaran dengan
menggunakan model kooperatif TGT.
Proses pembelajaran pada pertemuan pertama
sudah dibentuk kelompok. Dalam kelompok siswa saling membantu, sehingga siswa
lain yang belum mengerti dapat diberikan bantuan oleh siswa lain. Setelah
mereka mengerjakan soal secara kelompok dilanjutkan dengan turnamen pada
pertemuan selanjutnya.
Kegiatan turnamen dilaksanakan pada pertemuan
kedua. Dalam turnamen ini siswa berlomba agar dapat mendapatkan nilai yang
baik, agar bisa membantu kelompoknya untuk menjadi kelompok terbaik. Kelompok
terbaik akan mendapat hadiah.
Pertemuan ketiga peneliti mengambil nilai
postes siswa untuk mengetahui kemampuan siswa setelah dilakukan proses
pembelajaran. Setelah dilaksanakan postes diperoleh siswa yang mendapat nilai
melewati KKM sebanyak Sembilan orang atau 30% dari jumlah siswa yang ada. Nilai
rata-rata pada postes ini ada peningkatan menjadi 52,5 yang sebelumnya 43,4,
nilai rata-rata postes ini termasuk dalam kategori cukup.
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada
dasarnya baik dalam pembelajaran yang meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
Namun dalam hasil penelitian ini model ini belum dapat memberikan hasil yang
baik. Factor penyebabnya antara lain : (1) waktu dan jumlah yang sangat
sedikit: (2) kemampuan dan komunikasi siswa dalam belajar kelompok masih sangat
kurang; (3) siswa jarang menerjakan latihan soal berbentuk esai atau uraian.
(4) perencanaan pembelajaaran menggunakan model ini masih belum baik.
Peningkatan kemampuan berpikir kritis
matematis siswa dilhat dari nilai pretes, nilai postes kemudian dianalisa
dengan menggunakan statistic gain ternormalisasi didapat nilai peningkatan
sebesar 0,255 nilai ini termasuk kedalam kriteria rendah. Jadi, peningkatan
kemampuan berpikir kritis matematis siswa di SMP Muhammadiyah 1 Palembang
tergolong rendah.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP
Muhammadiyah 1 Palembang pada hasil pretes diperoleh nilai rata-rata 43,4.
Hasil postes diperoleh nilai rata-rata 52,5. Hasil ini menunjukkan bahwa
kemampuan siswa masih tergolong kurang. Terdapat peningatan nilai dari data
hasil pretes dengan data hasil postes. Peningkatan kemampuan berpikir kritis
siswa SMP Muhammadiyah 1 Palembang dari hasil pretes dan postes tergolong
rendah.
5.2 Saran
Ada beberapa saran yang penulis berikan,
yaitu:
1.
Siswa
disekolah swasta hendaknya mau melatih kemampuan berpikir kritis dalm pembelajaran matematika.
2.
Guru
disekolah hendaknya mau ngembangkan model-model pebelajaran kooperatif terutama
TGT agar siswa menjadi lebih antusias
dalam pembelajaran matematika.
3.
Sekolah
perlu melatih kemampuan berpikir kritis siswa dengan banyak diadakan atau
mengikuti perlombanan di bidang pelajaran
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara
Depdiknas. 2003 Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup. Jakarta: Depdiknas
Fatonah, Mila.
2010. Pembelajaran Matematika dengan
Pendekatan PMRI untuk Melatih Kecakapan Berpikir Siswa di Kelas VII SBI SMP
Negeri 1 Palembang.Skrikpsi : FKIP Matematika UNSRI
MKPBM, Tim. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Sundayana, Rostina.
2014. Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung:
Alfabeta
Turmudi. 2008. Filosofi Pembelajaran Matematika. Jakarta:
Grasindo
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Valensia, Lydia.
2007. Kecakapan Komunikasi Siswa dalam
Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Tipe Team Games
Tournament (TGT) di kelas VII.4 Koalisi SMP Negeri 1 Palembang. Skripsi:
FKIP Matematika Unsri
www.edukasi.kompas.com/read/2012/12/14/09005434/Prestasi.Sains.dan.Matematika (diakses 3 januari 2014
www.pustaka.ut.ac.id/pdfartikel/TIG601.pdf (diakses 1 januari 2014)
No comments:
Post a Comment