Saturday 19 January 2019

Kau Dia Dan Jabatanku


Oleh : M Kamil
Pagi itu langit tampakanya cerah, angin berhembus dengan lembutnya, sehingga terasa sekali sejuk dingin menusuk tubuh. Seorang pemuda berjalan gontai membawa map menuju ke sebuah kantor dinas, sepertinya focus sekali ia melangkah, mendekati kantor itu.
Belum lagi ia sampai di ruangan  kantor itu, terlihat tampaknya ada seorang lelaki yang baru saja turun dari kendaraanya. Perlahan namun pasti ia sepertinya juga menuju ke arah kantor dinas itu. Sekilas ia pandangi karena ada  seorang anak muda yang tanpa sengaja bersamaan melangkah dan saling berpandangan mata dengannya,   mereka terhenti sesaat.
Karena merasa pemuda itu melihat laki-laki yang baru saja turun dari kendaraan,  yang lalu  menuju ke  kantor itu secara bersamaan, Edo agak terperanjat kaget. Dengan cepat ia melakukan gerakan.
“Maaf Pak, saya mau mengajukan permohonan,” ungkap Edo yang dengan tiba-tiba berkata kepada laki-laki yang berada di hadapanya itu.
“Ya, boleh ada apa ya?”
Laki-laki itu sesaat diam, namun ia pandangi sekali lagi pemuda itu, hanya saja dalam benaknya, berpikir, apa gerangan keinginan pemuda yang berada di hadapanya ini, bagai pertanyaan yang tersimpan?
“Begini Pak, saya mau ajukan permohonan lamaran, “ kembali ungkap pernyataan keinginanya kepada lelaki yang baru saja turun dari kendaraan tersebut.
Laki-laki itu sesaat memandang kepada Edo, ia renungkan dengan teliti, namun tampaknya ia juga memikirkan  sesuatu tentang Edo. Tampaknya ia ada perhatian, meskipun baru kali ini ia melihat Edo. Entah apa yang ada dalam benaknya kepala dinas itu, sepertinya ia senang sekali dengan Edo, walau baru kali ini ia melihatnya.
“Mau kau jadi sopirku?”
“Mau Pak!!”
Semangat sekali Edo menjawabnya, tanpa ia berpikir lebih lama, serta dengan rasa yakin dengan pekerjaan itu.
“Kalau begitu lamaran ini saya terima, dan besok kamu boleh datang, mau?!”
“Ya, Pak!!!”
Girang sekali ia menerima tawaran itu, pikirnya  terima saja, daripada ngaggur di rumah.Rezeki.
Sejak tawaran kerja itu, Edo senang sekali, meskipun untuk sementara ia hanya sebagai seorang sopir kepala Dinas dari sebuah departemen pemerintah.  Tekun sekali ia kerja sebagai sopir. Ketika pagi ia sudah berada di  rumah kepala dinas itu.
Menjelang siang, dan usai makan siang Edo tiba-tiba di panggil kepala dinas ke ruang kerjanya, berbagai pertanyaan yang menggelayut di benaknya. Meskipun itu sudah biasa ia di panggil ke ruang kerjanya kepala dinas, karena memang ia adalah sopirnya dari seorang kepala dinas tersebut..
“Assalamu alaikum Pak!!?
“Ya, waalaikum sallam, silahkan masuk Edo!”
Edo segera saja masuk ke ruangan itu, dengan segera ia masih saja berdiri di dekat pintu itu, tanpa ia bergerak sedikitpun. Namun ia berdiri dengan tenang. Karena sudah kebisaan menunggu perintah dari seorang kepala dinas.
“Ada apa ya Pak?’
“Duduklah, ini kau terima Sk kerjamu, kau sudah menjadi pegawai di kantor ini, sebentar lagi kalian akan di lantik bersama, sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan dinas ini,”  ujar oleh kepala dinas dengan santai, sambil ia memberikan Sk pegawai kepada Edo.”ini baru kopinya, yang asli nanti secara bersamaan akan di berikan, pada saat di laksanakan pelantikan nanti, bagaiman?!”
Tampaknya gembira sekali ia menerima Sknya itu, ingin rasanya ia melompat tinggi, namun ia tahan perasaan itu. Meskipun rasa gembira yang sangat tak terkira lagi.
“Terima kasih Pak!?”
“ ya, mulai sekarang kau telah menjadi pegawai yang sah, oh ya..nanti sore kita akan adakan jamuan untukmu di rumah!?’
“Ya, Pak!?”
Sore telah menjelang, sementara itu Kepala dinas tampak santai,  dan baru saja turun dari kendaraanya. Ia tampaknya dengan segera menuju ke rumahanya. Di belakang ia di ikuti oleh sopir dan ajudan pribadinya itu. Ia tiada lain adalah Edo.
Ternyata di ruang makan telah di siapkan sesuai dengan rencana yang di inginkan oleh kepala dinas itu. Ia meliaht betapa rasa senangnya yang tak terkira, karena rencana persiapan jamuan makan telah tersedia dengan lengkap.
“Edo, silahkan duduk, ma kau panggil Mayang sekarang!?
“Sekarang Pak?!!
“Ya sekarang, kita makan bersama, menyambut diterimanya Edo sebagai pegawai negeri!” ujar oleh orang tuanya Mayang  yang semangat sekali menjamu Edo, untuk makan bersama dengan keluarganya  itu.
Edo tampaknya sudah duduk dengan diam di kursinya, sementara itu kepala dinas juga telah duduk dengan tenang di kursinya. Meskipun sesekali ia pandangi Edo dengan  penuh harapan sekali.
Di saat itu Mayang bersama dengan ibunya datang.
“Ayolah silahkan kalian duduk,” ujar oleh Kepala Dinas itu setelah mereka sedikit tenang lalu ia berkata kembali.” Nah untuk ini saya akan tegaskan bahwa, mulai saat ini, saya akan jodohkan antara Mayang dengan Edo!”
Mendengar keptusan yang di sampaikan oleh orang tuanya Mayang itu, tampaknya Edo hanya diam, namun ia hanya berbsisik dalam hatinya,’jabatan dan dia.’. Pikir Edo terima saja ini adalah rezeki. Suatu kesemp;atan yang baik, kalau aku tolak tak akan ada sampai dua kali. Sudah dapat pekerjaan, lalu akan di  jodohkan pula. Tuhan telah melimpahkan rezeki yang besar kepadaku, demikian bisik Edo dalam hatinya.
Karena kedua orang antara Mayang dan Edo  tampaknya, hanya diam. Begitu juga Mayang yang hanya senyum-senyum itu, sambil ia pandangi Edo yang juga hanya diam, tanpa banyak bicara  apa-apa lagi. Sepertinya, tanda diam adalah bahwa kedua orang itu menerima apa yang di sampaikan oleh orang tuanya.
Artinya itu mereka berdua menerima keputusan yang di sampaikan oleh orang tuanya Mayang. Betul sekali bahwa kedua orang tua mereka ternyata juga sangat menyetujui hubungan mereka berdua. Bahkan pernikahan itu dapat di langsungkan dengan meriah sekali.
Sehingga dari hubungan itu Edo dan Mayang telah  mendapatkan dua orang anak, sehingga mereka terjalin menjadi keluarga yang bahagia sekali. Karena inilah harapan dari otrang tua pada anaknya, yaitu agar bahagia.
Seiring dengan itu pula, Edo berhasil juga  di angkat menjadi seorang pimpinan proyek, yang akan di langsungkannya reklamasi tanah hingga ribuan hektar tersebut. Di saat itu Edo hanya merenungkan bahwa ini adalah rezeki yang besar telah di anugrahkan kepadanya.
Di ruang kerjanya, Edo menerima surat kaleng, segera saja ia buka surat itu, di saat ia baca surat itu, ia tampak sangat  kecewa sekali. Ia simpan surat itu di sakunya . Namun di wajahnya sangat tampak marah sekali.
Sore ketika pulang Edo tak banyak bicara, ia di saat turun dari kendaraanya, menuju langsung ke ruang kamarnya. Melihat itu istrinya tampak ingin tahu apa yang telah terjadi pada suaminya ini. Ingin tahu ia apa sesungguhnya?
Namun ketika Mayang masuk kamar, segera saja surat itu di lemparkan kepada Mayang, melihat itu Mayang jadi gusar, ia baca surat itu, ia tampak seakan tak percaya isi surat itu. Namun ia hanya diam saja. Serta terpaku beku dan bisu.
Tak ada suara yang keras terdengar, tampaknya Edo hanya diam, entah mengapa ia tak ada komentar tentang isi surat itu. Hanya ia tampaknya berbisik, kau, dia atau jabatan, tampaknya mnenjadi pikiran yang berat baginya. Walaupun ia hanya diam, namun tak dapat di hapuskan baginya. Karena arang telah mencoreng wajahnya kini, sakit rasanya.
Tercipta dendam yang dalam di dalam pikiran Edo, namun sejak ia menjadi ketua KNPI, ia tertarik menjadi seorang walikota di Palembang. Atas dasar dorongan temanya, juga rekan-rekan kerjanya serta sahabatnya ia akhirnya ikut juga kompetisi calon walikota itu.
Ternyata rezeki memang berada di pihak Edo, dari hasil pemilihan itu, ternyata para anggota DPRD kota telah memilih Edo menjadi walikota. Dari tiga orang saingan itu, Edo berhasil menjadi pemenang sebagai seorang walikota Palembang. Begitu juga saat pemilihan yang kedua ia juga berhasil menang.
Meskipun ia mendapat Rezeki besar bahwa ia menjadi walikota, namun hatinya merasa tertekan, karena meskipun ia mendapat rezeki yang besar, namun isu selingkuh itu telah merusak pikiranya. Betul-betul telah menghancurkan perasaanya.
Kini Edo mulai tertarik pada seorang gadis yang bernama Eva, ia seorang  photo model yang  tinggal di Jakarta. Itu hasil hubungan dengan seorang artis Ayu Azhari. Hal itu di kenalkan oleh Ayu Azhari pada Edo, di kala hari ulang tahun kemerdekaan di hotel Jakarta Diara. Sungguh pertemuan itu tak dapat di lupakan. Sejak itu wanita yang menjadi kenalan tersebut akrab dengan Edo.
Setiap Jumat sore Edo selalu ke Jakarta, di sana di sebuah perumahan mewah kalangan artis ia telah  hidup bersama dengan artis photo model itu. Sejak ia menjadi walikota Palembang Hubungan it terus berjalan dengan baik.
“Kak kamu mau kemana?!”
“Aku ada rapat di Jakarta, penting, senin pagi aku pulang, langsung masuk kerja!”
Mendengar jawaban itu Mayang sangat kecewa, dan ia tahu kalau Edo sudah punya simpanan di Jakarta. Namun hal itu membuat dirinya tak putus asa. Mayang Punya rencana tersendiri, dalam hatinya hanya ia berbisik, kau dia dan jabatan,aku  tak akan tinggal diam, kau juga akan merasakan. Kita sama hancur.
Di sebuah acara pesta perkawianan, Edo datang bersama istrinya, namun ia juga secara diam-diam datang kemudian, ia tak datang bersama istrinya yang tercinta. Namun yang datang bertsama seorang wanita lain.
Pada saat ada panggilan MC agar walikota untuk berdiri dan menyampaikan kata sambutan sungguh ia terlihat tak ada muncul. Setelah sesaat berlalu ia baru menyampaikan sambutanya di muka para undangan tersebut. Saling pandang para undangan di saat itu.
Mayang juga berada di tempat itu, ia merasa sangat gelisah sekali, hatinya merasa terkoyak-koyak saja. Kini suaminya telah mencorengnya dengan kasar, ia merasa di permalukan di muka umum kali ini.
Lalu di kala ada kembali panggilan dari pembawa acara agar Edo bersama dengan istrinya di minta untuk berphoto bersama dengan istrinya. Di saat itu juga menjadi gempar tempat itu, karena Edo ternyata berdiri bersama dengan seorang wanita lain, yang bukan bersama dengan istrinya.
Menyaksikan itu, betapa hancur perasaan Mayang, ia seakan-akan di robek-robek jantung dan hatinya. Di saat itu juga ia menuju pulang ia tinggalkan acara itu, karena  malu baginya bukan kepalang. Terasa bagaikan  di iris-iris hatinya pada saat ini.
Ketika menjelang pagi, Mayang sudah berada di sebuah pertemuan, ia mengundang semua awak media atau wartawan yang di kenal, ia lalu menggugat cerai suaminya. Ia ingin agar cerai saja dengan Edo, karena baginya sudah tak dapat di pertahankan lagi mahligai rumah tangganya saat ini.
Kembali hatinya berkata, kau, dia dan jabatan, akan hancur bersama-sama, aku tak  ingin kau menikmati bahagia di atas penderitaan orang lain. Kau juga akan menderita karena ulahmu  ini.
Masyarakat tahu akan hal ini, media masa khususnya untuk media kota Palembang dan sekitarnya. Memuat tentang berita Mayang dan suaminya Edo telah menggugat cerai atas suaminya tersebut.
Ternyata jabatan sebagai walikota bagi Edo sudah mulai berakhir, juga mahligai rumah tangganya akan juga segera berakhir. Sore itu Edo hanya melamun diam, ia tak dapat lagi berbuat apa-apa, nasi sudah jadi bubur.
Ketika terjadi sidang perceraian, maka hakim telah memutuskan bahwa, harta dan gono gini, rumah mewah, serta hotel dan usaha adalah di nyatakan hakim itu adalah miliknya Mayang. Jadi bukan miliknya Edo.
Meskipun dalam keadaan hatinya yang tengah gunda gulana itu, Edo masih juga menyempatkan diri ikut mencalonkan untuk  sebagai Gubernur Sumatera Selatan. Namun kali ini ia tak dapat menang. Juga masa jabatan sebagai  walikota Palembang  mulai dan  telah berakhir. Di pagi itu ia juga telah menerima surat perceraian, bersamaan pengumuman calon gubernur Sumatera Selatan, yang juga ternyata ia tak berhasil sebagai gubernur Sumatera Selatan. Sudah jatuh di timpa tangga pula.
Edo terdiam di sudut sebuah ruangan, ia hanya duduk menyendiri merenungkan hal dirinya, jauh ia berpikir, dan ia hanya berkata, kau dia dan jabatanku kini telah berakhir. Ia renungkan bahwa derita ini ia rasakan, hanya bagai sebuah mimpi belaka. Sungguh sangat  singkatnya perjalanan ini pikirnya.
“Edo ada apa?!”
Orang tua Edo ketika itu menyapanya, sembari mendekati anaknya, yang masih duduk terdiam itu. Ia ikut sedih merasakan ini. Namun pikirnya, ini adalah perjalanan bagi hiudp anaknya, karena semuanya hanya Allah yang mengaturnya ini. Tuhan punya rencana sendiri.
“Tidak apa-apa, aku baik-baik saja,”ujar Edo seakan  ia tak  tahu kalau orang tuanya ikut merasakan apa yang telah ia rasakan itu.”pak besok aku ke Jakarta!?”
“Ya, sabar ya nak?!”
Edo kembali diam, ia tak banyak bicara.
Hatinya sangat hancur, di luar langit mulai gelap awan telah menutupi langit dengan pekatnya, tidak ada yang  dapat akan menahanya keinginan alam yang datang waktunya gelap menjelang malam tiba.
Pagi sekali Edo sudah berangkat menuju ke Jakarta, tak lagi ia dapat menemui istrinya Mayang, karena ia telah resmi menurut keputusan pengadilan bahwa ia dan Mayang telah bercerai, sedangkan ia saja, harus  angkat kaki dari rumahnya. Karena itu  ia kini  telah tinggal di rumah orang tuanya saat ini. Ingin  rasanya menjumpai anaknya, rindunya ayah kepada anaknya,  tetapi apa daya, ingin rasanya meraih gunung namun apa daya tangan tak sampai.
Di saat menuju ke rumahnya di kalangan perumahan  mewah dan berderet rumah-rumah yang megah itu. Perlahan Edo lalu segera juga turun dari kendaraanya. Ia naik  taksi dari bandara Sukarno- Hatta. Baru ia akan turun bukan kepala terkejut dan kaget ia.
Di depan matanya, Edo melihat Istrinya Eva di antar oleh seorang laki-laki, ia lihat laki-laki itu dengan mesranya mencium Eva yang turun dari sebuah kendaraan mewah itu. Edo berlari kecil ingin mengejar kendaraan itu, namun kendaraan itu telah berlalu begitu saja.
Eva  seakan-akan tak mperdulikan  dengan kedatangan Edo, ia dengan santai saja menuju ke arah rumahnya, ia melihat Edo dengan sebelah matanya.
“Eva, apa yang telah kau lakukan!”
“Apa kau bilang!?”
“Siapa dia!?
“Hei, kau itu telah habis masa tahu, kau laki-laki yang tak berguna lagi, lalu untuk apa kau masih datang kemari, apa yang akan kau berikan padaku kini, Hah!!?
Entah apa yang membuat Edo hanya diam, tak ada jawaban  yang di sampaikannya, ia hanya beku, ia perhatikan ketika Eva telah berlalu dari hadapanya. Ia hanya berbisik dalam hatinya. Kau, dia dan jabatanku kini telah berakhir sudah.

No comments:

Post a Comment

Sorga atau neraka

 Sorga itu sudah ada di dunia Hanya sedikit yang mau Banyak manusia lebih memilih dunia Jika dalam gembira kau gelisah Jika dalam susah kau ...