Keajaiban Islam
Sedekah 70 Nasi Bungkus Tiap Jumat.
Ramaikan masjid dengan doa pengharapan serta khusyuk
siapkan diri yang dibekali para khatib demi Hadirnya pemimpin
yang adil yang menyelamatkan dunia akhirat kita, sementara
politik curiga pada khatib akan menyisahkan penyesalan dan
antipati Daripada salah sangka lebih baik ikuti langkah
pasukan nasi bungkusyang mulia, berikut, Seorang pengguna
media sosial Facebook bernama Fajar Ali Imron Rosidi
menuliskan sebuah status inspirasi yang terjadi di lingkungan
tinggalnya , menuliskan tentang sosok seorang kakek di usia
senjanya hidup dengan sangat bersahaja dan sederhana.
Kakek yang di kenal Mbah Asroni ia membiasakan sedekah
nasi bungkus setiap hari Jumat. Mbah Asroni adalah tetanggaku,
usia sudah 91 tahun, masih sehat dan kuat bersepeda
kemana-mana tiap hari, seperti biasa hari Jumat, beliau selalu
membagikan nasi bungkus berupa nasi kuning komplit dengan
lauk pauk yang lezat kepada tukang becak, pemulung, atau
siapapun yang membutuhkan makan hari Jumat itu minimal
70 bungkus. Setiap bulan menyisihkan Rp 400.000,- untuk
sedekah setiap Jumat, walaupun, penghasilanya tidak menentu,
kemanapun dia pergi selalu membawa radio kecil, yang selalu
menyetel siaran Masjid Agung semarang. Benar kata rasul Allah,
barangsiapa senang sedekah dan silahturahmi maka Allah Allah
akan panjangkan umurnya dengan barokah atau rezeki tiada di
sangka-sangka . Sehingga keinginanya untuk naik haji pada
tahun lalu telah terkabul, kalau di pandang secara logika itu
tidak mungkin dari penghasilanya sehari-harinya. . Alhamdulillah
5 tahun lalu beliau telah melaksanakan haji, yg secara logika dgn
penghasilannya tidak akan mampu menabung biaya haji, namun
Allah mampukan beliau.. SubhanaAllah" (InsyaAlloh 'Pasukan
Nasi Bungkus pencari Ridho Ilahi') Pergi Haji Modal
‘Seratus Rupiah’ Tahun 1991, ibadah haji, ONH-nya sekitar
enam juta rupiah. Bertambah lama seiring dengan perubahan
nilai tukar rupiah, ONH semakin misalnya tujuh juta, sembilan
juta, dua belas juta, dua puluh satu juta, dua puluh lima juta rupiah,
Bagaimana kalau ada orang yang pergi haji dengan modal
‘seratus rupiah’ saja…? Pada hari minggu pagi yang cerah,
seperti biasanya saya pergi belanja di salah satu pasar.
Suatu ketika saya belanja palawija pada seorang ibu setengah baya.
Ada satu hal yang membuat saya terpana. Saya sangat tertarik
melihat cara ibu tersebut melayani pembelinya. Karena tertarik,
maka setiap saya pergi ke pasar tersebut saya selalu memperhatikan
lebih seksama lagi terhadap perilakunya. Beberapa kali saya
perhatikan menjadikan saya lebih ‘penasaran’ untuk lebih
mengikuti secara rutin kejadian demi kejadian yang ‘diperagakan’
oleh ibu tersebut. Katakanlah ia bernama Ibu Asih. Apa yang
dilakukannya setiap ia melayani pembelinya? Yang membuat
saya kagum tiada habisnya ialah, setiap ia selesai menjual barang
dagangannya, secara spontan mulutnya selalu bergumam lirih
dengan ucapan “Alhamdulillah” Apakah dagangannya laku sedikit
atau laku banyak, selalu saja mulutnya bergumam alhamdulilaah
sebagai ungkapan rasa syukurnya. Yang lebih menarik lagi ialah
etiap ada orang peminta-minta yang menengadahkan tangannya,
tidak satupun yang tidak diberinya, demikian pula tak satupun seorang
pengamen yang lewat yang tidak diberinya. Meskipun ia sedang sibuk
melayani orang-orang yang sedang membeli barang dagangannya,
selalu saja ia menyempatkan tangannya untuk memberi mereka.
Diambilnya uang logam seratus rupiah, yang rupanya sudah disediakan
untuk orang-orang tersebut. Sayangnya saya tidak pernah bertanya
kepadanya kira-kira ada berapa puluh orang dalam satu hari ia
memberi orang miskin dan para pengamen tersebut . Ini sebuah
kejadian yang nampaknya biasa-biasa saja. Tetapi memiliki nilai
yang sangat tinggi dalam kehidupan sosial maupun dalam kehidupan
religius. Ucapan syukur beserta penghayatan dan sekaligus
pengamalannya telah diperagakan oleh ibu Asih. Meskipun
dengan cara sederhana dan dengan nilai rupiah yang kecil.
Hal ini sangat berbeda sekali dengan kondisi sebuah toko
yang lebih besar, yang letaknya tidak seberapa jauh dari ibu
penjual palawija ini. Di depan toko itu tertempel kertas putih
bertuliskan kalimat yang cukup ‘sopan’ yaitu : ‘maaf ngamen
gratis’ Sebuah retorika yang cukup sopan dan lembut, tetapi
jika dilihat dari sudut pandang yang lebih arif, kita bisa
menyimpulkan bahwa hati dan perasaan ibu Asih jauh lebih
lembut dari pemilik toko tersebut. Saya menaksir bahwa keuntungan
yang diraih oleh pemilik toko tersebut nampaknya cukup besar setiap
harinya. Tetapi ia tidak mau dan tidak rela ‘berbagi rasa’ dengan para
pengamen dan para pengemis, walaupun hanya seratus rupiah saja.
Sungguh sangat berbeda dengan kondisi ibu Asih, yang
dagangannya jauh lebih kecil dibanding toko tersebut,
tetapi ia mempunyai hati yang lembut dan rasa welas asih
kepada para pengamen dan para peminta-minta. Setelah saya
amati sekian lama, hasil dari perilaku ibu Asih tersebut sungguh
biasa. Kami perhatikan barang dagangannya bertambah lama
semakin bertambah besar. Dan klimaksnya, beberapa waktu
yang lalu ia dapat pergi menunaikan ibadah Haji bersama
suaminya. Dan saya pun merenung. Allah telah mengganti
nilai seratus rupiah yang diperuntukkan bagi orang-orang
miskin itu. Sekarang tumbuh menjadi dua buah ONH bu
Asih dan suaminya. Sungguh luar biasa! Satu lagi yang
dapat saya simpulkan, bahwa ucapan alhamdulillaah
di bibir ibu Asih mempunyai timbangan setara dengan
lima puluh juta rupiah. Subhaanallah… Apa janji Allah Swt ?
QS. Ibrahim : 7 “Barangsiapa yang mensyukuri nikmatKu,
pasti akan Aku tambah, dan barang siapa yang lalai dan kufur
terhadap nikmatKu, maka tunggulah siksaKu amatlah pedihnya
” Melihat contoh sederhana dalam kehidupan semacam ini,
sebagai orang yang beriman tentu hati kita menjadi tergerak
untuk menirunya. Meniru kelemah lembutan hatinya. Meniru
kepeduliannya. Meniru rasa percaya dirinya akan balasan dari
Allah Swt. Dan meniru bagaimana cara mengungkapkan rasa
syukurnya. Yah, kadang-kadang manusia memang harus banyak
belajar dari manusia lainnya. Bahkan dari semua peristiwa yang
telah terjadi. Karena semua peristiwa yang telah terjadi di dunia ini
adalah contoh berharga yang harus kita pelajari, kita baca, dan kita
renungkan. Semua itu merupakan ilmu Allah yang sangat mahal nilainya.
Dengan ‘modal’ seratus rupiah, bu Asih berangkat Haji bersama suami
…! QS. Al Baqarah: 152 Maka ingatlah kepadaKu, supaya Aku juga
ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah
menjadi orang yang tidak tahu berterima kasih. *** Menanamlah
Meskipun Tanamanmu di Rusak Tentunya ketika kita menanam
sesuatu tanaman, maka kita mengharapkan tanaman tersebut bisa
kita panen.. Tapi bagaimana bila tanaman yang kita tebar dan semai
benihnya, rawat dan siram pohonnya, Ternyata dirusak oleh
pihak-pihak yang tidak kita kehendaki seperti daunnya di
makan ulat atau dimakan ayam, buahnya digerogotin lalat
buah,ulat buah, belatung ataupun kelelawar. Juga Bijinya
dimakan burung . Bahkan tanaman yang sebentar lagi dipanen
ternyata di curi orang… Jangan lah anda murka dan bersedih hati,
bersabarlah dan bergemberilah karena usaha anda tidaklah sia-sia..
Karena telah berkata Orang yang benar sekaligus dibenarkan
perkataannya, dia shallallahu alaihi wa sallam berkata:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا, أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيْمَة ٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ “
Tidaklah seorang muslim menanam pohon, tidak pula menanam
tanaman kemudian hasil tanaman tersebut dimakan oleh burung,
manusia atau binatang melainkan (tanaman tersebut) menjadi
sedekah baginya.” (HR. Imam Bukhari hadits no.2321) (oleh :sugeng priyadi )
Ramaikan masjid dengan doa pengharapan serta khusyuk
siapkan diri yang dibekali para khatib demi Hadirnya pemimpin
yang adil yang menyelamatkan dunia akhirat kita, sementara
politik curiga pada khatib akan menyisahkan penyesalan dan
antipati Daripada salah sangka lebih baik ikuti langkah
pasukan nasi bungkusyang mulia, berikut, Seorang pengguna
media sosial Facebook bernama Fajar Ali Imron Rosidi
menuliskan sebuah status inspirasi yang terjadi di lingkungan
tinggalnya , menuliskan tentang sosok seorang kakek di usia
senjanya hidup dengan sangat bersahaja dan sederhana.
Kakek yang di kenal Mbah Asroni ia membiasakan sedekah
nasi bungkus setiap hari Jumat. Mbah Asroni adalah tetanggaku,
usia sudah 91 tahun, masih sehat dan kuat bersepeda
kemana-mana tiap hari, seperti biasa hari Jumat, beliau selalu
membagikan nasi bungkus berupa nasi kuning komplit dengan
lauk pauk yang lezat kepada tukang becak, pemulung, atau
siapapun yang membutuhkan makan hari Jumat itu minimal
70 bungkus. Setiap bulan menyisihkan Rp 400.000,- untuk
sedekah setiap Jumat, walaupun, penghasilanya tidak menentu,
kemanapun dia pergi selalu membawa radio kecil, yang selalu
menyetel siaran Masjid Agung semarang. Benar kata rasul Allah,
barangsiapa senang sedekah dan silahturahmi maka Allah Allah
akan panjangkan umurnya dengan barokah atau rezeki tiada di
sangka-sangka . Sehingga keinginanya untuk naik haji pada
tahun lalu telah terkabul, kalau di pandang secara logika itu
tidak mungkin dari penghasilanya sehari-harinya. . Alhamdulillah
5 tahun lalu beliau telah melaksanakan haji, yg secara logika dgn
penghasilannya tidak akan mampu menabung biaya haji, namun
Allah mampukan beliau.. SubhanaAllah" (InsyaAlloh 'Pasukan
Nasi Bungkus pencari Ridho Ilahi') Pergi Haji Modal
‘Seratus Rupiah’ Tahun 1991, ibadah haji, ONH-nya sekitar
enam juta rupiah. Bertambah lama seiring dengan perubahan
nilai tukar rupiah, ONH semakin misalnya tujuh juta, sembilan
juta, dua belas juta, dua puluh satu juta, dua puluh lima juta rupiah,
Bagaimana kalau ada orang yang pergi haji dengan modal
‘seratus rupiah’ saja…? Pada hari minggu pagi yang cerah,
seperti biasanya saya pergi belanja di salah satu pasar.
Suatu ketika saya belanja palawija pada seorang ibu setengah baya.
Ada satu hal yang membuat saya terpana. Saya sangat tertarik
melihat cara ibu tersebut melayani pembelinya. Karena tertarik,
maka setiap saya pergi ke pasar tersebut saya selalu memperhatikan
lebih seksama lagi terhadap perilakunya. Beberapa kali saya
perhatikan menjadikan saya lebih ‘penasaran’ untuk lebih
mengikuti secara rutin kejadian demi kejadian yang ‘diperagakan’
oleh ibu tersebut. Katakanlah ia bernama Ibu Asih. Apa yang
dilakukannya setiap ia melayani pembelinya? Yang membuat
saya kagum tiada habisnya ialah, setiap ia selesai menjual barang
dagangannya, secara spontan mulutnya selalu bergumam lirih
dengan ucapan “Alhamdulillah” Apakah dagangannya laku sedikit
atau laku banyak, selalu saja mulutnya bergumam alhamdulilaah
sebagai ungkapan rasa syukurnya. Yang lebih menarik lagi ialah
etiap ada orang peminta-minta yang menengadahkan tangannya,
tidak satupun yang tidak diberinya, demikian pula tak satupun seorang
pengamen yang lewat yang tidak diberinya. Meskipun ia sedang sibuk
melayani orang-orang yang sedang membeli barang dagangannya,
selalu saja ia menyempatkan tangannya untuk memberi mereka.
Diambilnya uang logam seratus rupiah, yang rupanya sudah disediakan
untuk orang-orang tersebut. Sayangnya saya tidak pernah bertanya
kepadanya kira-kira ada berapa puluh orang dalam satu hari ia
memberi orang miskin dan para pengamen tersebut . Ini sebuah
kejadian yang nampaknya biasa-biasa saja. Tetapi memiliki nilai
yang sangat tinggi dalam kehidupan sosial maupun dalam kehidupan
religius. Ucapan syukur beserta penghayatan dan sekaligus
pengamalannya telah diperagakan oleh ibu Asih. Meskipun
dengan cara sederhana dan dengan nilai rupiah yang kecil.
Hal ini sangat berbeda sekali dengan kondisi sebuah toko
yang lebih besar, yang letaknya tidak seberapa jauh dari ibu
penjual palawija ini. Di depan toko itu tertempel kertas putih
bertuliskan kalimat yang cukup ‘sopan’ yaitu : ‘maaf ngamen
gratis’ Sebuah retorika yang cukup sopan dan lembut, tetapi
jika dilihat dari sudut pandang yang lebih arif, kita bisa
menyimpulkan bahwa hati dan perasaan ibu Asih jauh lebih
lembut dari pemilik toko tersebut. Saya menaksir bahwa keuntungan
yang diraih oleh pemilik toko tersebut nampaknya cukup besar setiap
harinya. Tetapi ia tidak mau dan tidak rela ‘berbagi rasa’ dengan para
pengamen dan para pengemis, walaupun hanya seratus rupiah saja.
Sungguh sangat berbeda dengan kondisi ibu Asih, yang
dagangannya jauh lebih kecil dibanding toko tersebut,
tetapi ia mempunyai hati yang lembut dan rasa welas asih
kepada para pengamen dan para peminta-minta. Setelah saya
amati sekian lama, hasil dari perilaku ibu Asih tersebut sungguh
biasa. Kami perhatikan barang dagangannya bertambah lama
semakin bertambah besar. Dan klimaksnya, beberapa waktu
yang lalu ia dapat pergi menunaikan ibadah Haji bersama
suaminya. Dan saya pun merenung. Allah telah mengganti
nilai seratus rupiah yang diperuntukkan bagi orang-orang
miskin itu. Sekarang tumbuh menjadi dua buah ONH bu
Asih dan suaminya. Sungguh luar biasa! Satu lagi yang
dapat saya simpulkan, bahwa ucapan alhamdulillaah
di bibir ibu Asih mempunyai timbangan setara dengan
lima puluh juta rupiah. Subhaanallah… Apa janji Allah Swt ?
QS. Ibrahim : 7 “Barangsiapa yang mensyukuri nikmatKu,
pasti akan Aku tambah, dan barang siapa yang lalai dan kufur
terhadap nikmatKu, maka tunggulah siksaKu amatlah pedihnya
” Melihat contoh sederhana dalam kehidupan semacam ini,
sebagai orang yang beriman tentu hati kita menjadi tergerak
untuk menirunya. Meniru kelemah lembutan hatinya. Meniru
kepeduliannya. Meniru rasa percaya dirinya akan balasan dari
Allah Swt. Dan meniru bagaimana cara mengungkapkan rasa
syukurnya. Yah, kadang-kadang manusia memang harus banyak
belajar dari manusia lainnya. Bahkan dari semua peristiwa yang
telah terjadi. Karena semua peristiwa yang telah terjadi di dunia ini
adalah contoh berharga yang harus kita pelajari, kita baca, dan kita
renungkan. Semua itu merupakan ilmu Allah yang sangat mahal nilainya.
Dengan ‘modal’ seratus rupiah, bu Asih berangkat Haji bersama suami
…! QS. Al Baqarah: 152 Maka ingatlah kepadaKu, supaya Aku juga
ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah
menjadi orang yang tidak tahu berterima kasih. *** Menanamlah
Meskipun Tanamanmu di Rusak Tentunya ketika kita menanam
sesuatu tanaman, maka kita mengharapkan tanaman tersebut bisa
kita panen.. Tapi bagaimana bila tanaman yang kita tebar dan semai
benihnya, rawat dan siram pohonnya, Ternyata dirusak oleh
pihak-pihak yang tidak kita kehendaki seperti daunnya di
makan ulat atau dimakan ayam, buahnya digerogotin lalat
buah,ulat buah, belatung ataupun kelelawar. Juga Bijinya
dimakan burung . Bahkan tanaman yang sebentar lagi dipanen
ternyata di curi orang… Jangan lah anda murka dan bersedih hati,
bersabarlah dan bergemberilah karena usaha anda tidaklah sia-sia..
Karena telah berkata Orang yang benar sekaligus dibenarkan
perkataannya, dia shallallahu alaihi wa sallam berkata:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا, أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيْمَة ٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ “
Tidaklah seorang muslim menanam pohon, tidak pula menanam
tanaman kemudian hasil tanaman tersebut dimakan oleh burung,
manusia atau binatang melainkan (tanaman tersebut) menjadi
sedekah baginya.” (HR. Imam Bukhari hadits no.2321) (oleh :sugeng priyadi )
No comments:
Post a Comment